Catatan Salah Satu Kondisi Berhenti Haid

Sering Bingung

Aku rasa hal yang paling sering bikin bingung perempuan adalah kapan berhenti haid. Karena memang samar-samar menipis, kadang lama seperti sudah berhenti, ternyata keluar darah lagi. Atau bahkan sudah memutuskan mandi, akhirnya ternyata keluar lagi.

Kalau pas masih gadis mungkin gak terlalu masalah. Kalau sudah keburu sholat, ya udah mandi lagi kalau ternyata masih keluar darahnya. Nah, kalau sudah menikah kan harus hati-hati banget ya. Apalagi kalau berkaitan dengan hak suami tapi juga berkaitan dengan hukum berkenaan tentang haid dan hubungan suami istri. Jadi benar-benar harus waspada dan harus benar-benar memastikan sudah selesai. 

catatan haid

Aku lagi mindahin catatan haid di buku yang kemarin ke buku baru. Nanti insya Allah aku cerita kenapa dipindah. Sekarang bahas kondisi terakhir pas berhenti haid. 

Kondisi Haid

Kondisi haid aku pasca melahirkan kembar berbeda dengan pas sebelum lahiran kembar. Mulai dari siklus dan kondisi haidnya, awal haid dan akhir haidnya.

Kali ini aku mau bahas contoh salah satu kasus akhir haid.

berhenti haid

Ini masalah fikih yang kompleks. Abang cerita, kalau ada wanita yang bertanya ke syaikh Labib, maka kemungkinan jawabannya adalah jawaban-jawaban berdasarkan kaidah dan kondisi umum yang diketahui. Kalau istrinya yang bertanya, baru benar-benar bisa detail.

Nah, karena itupun, sejak Abang masuk bahasan fikih haid (belum istihadhoh lho) yang selalu dibilang bahasan yang berat, jadinya aku bahas lebih detail masalah haid aku ke Abang kondisi-kondisinya. Buat ilmu insya Allah. Buat diri aku dan buat Abang juga.

Alhamdulillah haid terakhir kemarin awalannya langsung lancar berwarna merah. Dan kalau lancar seperti ini, sekitar hari ke-7 dan paling maksimal hari ke-8 aku sudah bisa mandi.

Yang anehnya, karena gak terlalu merhatiin tanggalan (terutama sejak corona), dan aku dalam kondisi memang mau perpindahan buku catatan haid; kali ini aku lupa tanggal awal haid. Antara tanggal 22 dan 23 Juni.

Jadi, aku menentukan berhenti benar-benar dari memperhatikan kondisi darah haid. 

Waktu pagi, aku dapati kondisi darah sudah mulai khas keputihan tapi masih agak kecoklatan.

Aku maksimalin gak mandi dulu sampai Dzuhur. Aku yakin insya Allah aku sudah masuk masa selesai haid karena kondisi cairan yang keluar sudah beda.

Aku mandi.

Sholat Dzuhur.

Dan…waktu mau sholat Ashar. Aku feeling seperti ada yang mau keluar. Insya Allah perempuan tahu rasanya ya.

Aku cek, sudah ada cairan seperti orang keputihan tapi hanya ada bekas sedikit di celana. Aku kucek aja, niat ganti celana. Akhirnya aku buang air kecil dulu.

Waktu aku basuh setelah buang air kecil, ternyata benar keluar cairan see…apa ya bahasa tepatnya.

Setumpuk bukan. Segumpal juga bukan, karena bukan cairan padat. Yang jelas satu kesatuan deh, cairan bening yang masih ada garis darah warna merah jelas. Seperti kalau kita ceplok telor. Kita sebut aja, seceplok cairan yang jelas masih ada garis darah haidnya.

Oke…Aku berpikir.

Dalam hati, aku tahu sepertinya aku harus mandi lagi. Ini jelas darah. 

Tapi kan udah ada cairan yang seperti keputihan tadi.

Hmm..wudhu aja deh. Aku kan berarti udah berhenti haid. 

Tapi hati ga tenang.

Akhirnya aku keluar kamar mandi. Deketin Abang yang lagi di depan. Aku ceritain kondisi aku. Terus aku ajak ke kamar mandi, kasih lihat celana yang masih ada sisa jejak cairan yang sudah aku kucek. Terus jadinya kita bahas. Aku sadar, memang yakinnya harus mandi lagi. Ini yang suka bikin berat karena yang namanya keramas itu kan termasuk berat dan kalau salah-salah jadi masuk angin gak enak badan.

“Sabar ya dek.” kata Abang.

Aku juga teringat dengan kajian kitab Safinatun Najah ust Aris yang memang bahas fikih dari madzhab Syafi’i. Yang kalau pas ikut kajiannya, aku cukup bingung dan merasa materinya cukup berat. Ada satu bagian yang bahas tentang mandi wajib. Dan bahasannya waktu itu tentang mani. 

Nah, salah satu yang dibahas adalah, mani yang keluar beberapa waktu setelah berhubungan, maka misalnya sudah mandi, maka seseorang harus mandi lagi jika mendapati cairan mani yang keluar lagi. Misal si perempuan dari farji keluar mani tersebut, maka wajib mandi lagi. Ini tolong dikoreksi ya kalau ada yang pernah juga mengikuti kajian yang sama atau juga sudah mempelajari bahasan ini. 

Nah, wujud cairan haid yang keluar ini bisa dibilang benar-benar sejenis itu. 

Keluar satu kesatuan dan merupakan sisa yang mungkin masih tertinggal dari rahim atau vagina. 

Untuk meyakinkan aku benar-benar selesai haid, aku masih menunggu apakah masih ada lagi sisa cairan darah saat ashar. 

Akhirnya, waktu Maghrib, aku putusin mandi – dengan air hangat – dan sholat. Aku tetap qodho sholat Ashar dengan anggapan bahwa tadi waktu Ashar, aku sebenarnya sudah bersih.

Semoga catatan haid khusus tentang selesainya haid kali ini bermanfaat. 

Cizkah

5 Juli 2020

3 Replies to “Catatan Salah Satu Kondisi Berhenti Haid”

  1. Ummu Mush'ab says: Reply

    Bismillah..
    Mengenai bahasan keluar mani dan mandi wajib, itu memang ada perbedaan pendapat, Mba Cizkah. Ana denger juga yg kajian ust. Aris. Pendapat yang mewajibkan mandi lagi ketika ada sisa mani (keluar mani) setelah mandi junub itu pendapat dari kalangan Syafi’iyah. Adapun kalau dari kalangan Hambali, jika sisa mani yg keluar setelah mandi junub -tanpa disertai syahwat yg kedua- maka tidak wajib mandi junub lagi. Cukup berwudhu saja. Ini dirajihkan oleh lajnah ad daimah seperti Syaikh bin Baz, Syaikh shaliih Al munajjid, dll.
    Ini juga ada link penguatnya.
    https://islamqa.info/id/answers/12352/sisa-mani-keluar-setelah-mandi

    https://islamqa.info/id/answers/111870/mengalami-junub-lalu-mandi-kemudian-keluar-mani-setelah-mandi

    Wallahu a’lam.

    1. Iya..karena fokus bahasannya berdasar madzhab Syafi’i..makanya disampaikan berdasar madzhab Syafi’i 😊

      Wallahu a’lam

      Jazakillahu khayron tambahan info tentang pendapat dari madzhab Hambali Ummu Mush’ab

  2. Ummu Mush'ab says: Reply

    Wa anti fajazaakillaahu khairan, Mba Cizkah.
    Maasya Allah, baarakallaahu fiikum.
    Iya, mba. Ana ngasih info itu bukan karna ana mempelajari madzhab Hambali secara khusus. Belum seperti mba Cizkah yang secara khusus mempelajari madzhab Syafi’i. Karna sampai saat ini status kami masih orang awam dan bermadzhab sesuai dg yg dimintai fatwa. Dan memang masih berpendapat ‘tidak wajibnya bermadzhab’.

    Karna kebanyakan fatwa yg beredar dikalangan penuntut ilmu sekarang itu yg pendapat Imam Hambali. Jadi, karna website mba Cizkah ini bagus banget, sangat menginspirasi -maasya Allah-, kmgkinan yang baca juga banyak yg baru2 (termasuk ana, sdh jadi langganan pembaca website ini), jadi ana share itu.

    Wallahu a’lam…

Leave a Reply