Mau Hidup Terus

Ziyad masih berumur 4,5 tahun saat mulai berkenalan dengan kematian. Kematian dari sosok yang dekat dengan dirinya. Kucing betina belang tiga, Telon namanya. Kucing yang selalu kami beri makan jika kami punya sisa-sisa makanan yang bisa diberikan. Namun dengan sebab itu pula, entah kenapa secara otomatis kucing itu menjadi milik kami. Waktu itu sepertinya Telon mati karena terkena racun.  Sepanjang hidupku memelihara kucing, saat mereka mati, mereka akan tiba-tiba menghilang. Allah memang Maha Bijaksana. Kalau semua makhluk hidup mati di tengah lalu lalang kehidupan manusia, betapa repotnya manusia mesti menguburkan semua binatang yang mati di sekitar. Mungkin hampir setiap saat.

Waktu kejadian, Telon terkencing-kencing beberapa kali di teras rumah, sebelum akhirnya tergeletak mati. Kejadiannya pun di depan Ziyad saat dia bermain bersama mas Ukkasyah.

Aku minta Abang pulang waktu itu.  Melihat kondisi Telon yang membujur kaku, aku sedih. Dua ekor lalat juga mengitari jasadnya. Di sekitar tubuhnya juga ada genangan-genangan kecil bekas kencingnya. Abang memilih menggali tanah di pinggir jalan depan rumah kami. Tanah yang biasanya menjadi tempat semak-semak tumbuh atau tempat sampah daun pohon rambutan kami timbun.

Ziyad melihat semua proses itu. Penggalian, penguburan. Kematian.

***

Kematian kedua yang Ziyad sadari adalah meninggalnya Fia karena sebab sakit ginjal. Sosok yang hanya beberapa kali kami temui. Namun semuanya penuh kesan. Bukan hanya bagiku, tapi bagi Ziyad. Dan ketika ia meninggal, itulah pertama kalinya aku mulai sadar, Ziyad sudah mulai paham dengan kematian.

“Dikubur, Mi?” tanyanya waktu itu.

Sampai sekarang pun dia masih suka mengingatkanku untuk mendoakan Fia. Masya Allah.

Kematian ketiga yang Ziyad ketahui adalah meninggalnya teman kami Sholih karena kanker ginjal. Ziyad hanya bertemu beberapa kali. Itupun saat usianya masih dua-tiga tahun. Saat-saat terakhir menjelang kematian akh Sholih rohimahullah, Abang sempat menengok dua kali bersama teman kantor.

Saat beliau meninggal, kami datang ke rumahnya dan kami mengikuti sampai proses penguburannya. Ziyad pun melihat prosesnya. Ini terjadi akhir Desember tahun 2012 lalu.

***

Sekarang bulan Juni 2013. Lima bulan setelah kejadian terakhir tentang kematian yang Ziyad temui. Umurnya kini 6 tahun. Sepertinya Ziyad tak begitu saja berhenti berpikir tentang kematian. Hal ini terjadi beberapa malam yang lalu.

Sesi pertama terjadi di kamar tidur Ziyad dan Thoriq. Aku menemani mereka bermain. Aku lupa apakah  Ziyad sedang membaca sebuah buku atau sedang memainkan mainan baloknya. Duduk di kasurnya sendiri. Thoriq bermain di lantai. Aku sendiri duduk di kasur Thoriq. Dan mulailah percakapan itu,

“Mi…Ziyad mau hidup terus Mi. Ziyad gak mau meninggal. Ziyad mau minum air putih biar sehat…” 

Aku pun terdiam sesaat. Sama seperti ketika menghadapi Abang ketika berbicara tentang kematian. Lalu aku mulai menjawab,

“Ya makanya Ziyad doa. Allahumma athil hayati…’ala tho’atika wa ahsin ‘amali. Biar Allah panjangkan umur Ziyad…dalam ketaatan. Dan biar makin bagus amal ibadahnya. Soalnya percuma kalo hidup terus tapi gak beribadah, wal ‘iyyadzubillah…”

“Yuk doa.”

Selesai mengajarkan doa, aku menjelaskan lagi, “Tapi kita semua bakal mati sayang. Ummi, Abi, Ziyad, Thoriq…semua bakal mati. Tapi trus nanti dihidupin lagi sama Allah. Nah…abis itu kalo amalannya baik, baru deh hidup terus di surga in sya Allah. Mudah-mudahan kita masuk surga ya…Aaamiin..”

“Aamiin”, kata Ziyad.

Tak lama kemudian kami pindah ke kamarku. Acara kumpul di kamar yang kami sebut, “Kongkow kongkow dulu yoo…” Seperti biasa, Abang meminta Ziyad menginjak-nginjak punggung dan kakinya. Tiba-tiba Ziyad menyeletuk,

“Bi…kalo Abi meninggal, nanti Ummi jadi sendiri?”

Sepertinya Abang sedikit kaget dengan pertanyaan itu. Tapi akhirnya Abang duluan yang menjawab, “Iya.”

Langsung aku lanjutkan perkataan yang hampir serupa dengan perkataanku sebelumnya. Berdoa untuk dipanjangkan umur dalam ketaatan.

Semoga kita semua bisa hidup terus nanti di surga…

Kalau yang di neraka, hidup tidak, matipun tidak. Na’udzu billah min dzalik.

Jadi…siapa lagi yang mau hidup terus? 🙂

cizkah
Juni 2013

Leave a Reply