Ngelonin Anak itu Berpahala

Pekan kemarin, bagi aku terasa sebagai pekan terberat sebagai seorang ibu. Keadaan berat itu diperparah dengan kondisi aku yang lagi haidh. Dzikir-dzikir jadi banyak yang lepas karena biasanya dzikir pagi dan sore ya setelah sholat. Waktu-waktu “rehat” terkena air wudhu tentu saja jadi gak ada. Hari Jumat kemarin adalah hari terberat dan tersedih.

Malamnya aku sampai berdiskusi dengan abang sampai pukul setengah dua pagi. Tentu saja diselingi tangis sesunggukan. Aku merasa begitu bersalah pada anak-anak karena kurang bisa sabar menghadapi mereka. Di sisi lain, keletihan yang sangat tak bisa dihindari karena mereka adalah anak-anak yang hampir tidak pernah tidur siang. Mereka juga hampir selalu tidur malam.

Ziyad, Thoriq…bahkan juga Luma. Dan saat-saat paling tidak produktif semakin terasa ketika saat Ziyad dan Thoriq akan tidur. Walau pun semua lampu telah mati, walaupun kisah nabi sudah diceritakan, aku masih harus berada di kamar bisa sampai 1-1,5 jam. Sering kali, hampir gak bisa melakukan apa-apa. Thoriq memang masih minta ditemenin. Dulu, dalam waktu kisaran 15 menit dia sudah tidur. Tapi akhir-akhir itu proses tidurnya makin lama. Dan setelah mereka tidur pun, aku masih harus menghadapi Luma yang juga belum tidur heheh.

Kajian Ust Zaid di Al-Hasanah
Tiap ahad malam, ada kajian ust Zaid di masjid Al-Hasanah dekat Mirota Kampus. Beberapa bulan terakhir ini, kami berusaha rutin ke sana sebagai bagian dari “family time” dari segi ikut kajian bareng.

Masya ALlah. Isi kajian hari itu begitu PAS banget dengan problematika dan kegalauan berkecamuk di dada dan pikiranku. Kemarin yang dibahas adalah tentang hadits merawat dua anak perempuan. Tapi tetap disampaikan tentang merawat anak secara umum. Hak-hak anak.

Salah satu kriteria wanita yang perlu dicari bukanlah sekedar kecantikan.

Kecantikan tidak menyelesaikan masalah. Apakah ketika ada masalah rumah tangga, sang istri berhak “menang” dengan mengatakan, “Aku kan cantik mas”. Gak mungkin bisa.

Yang perlu dicari adalah yang bisa mendidik anak.

Ustadz juga menceritakan tentang seringkali orang tua “salah” ketika melepaskan tanggung jawab sepenuhnya ke sekolah. Tidak tahu perkembangan anaknya. Sudah bisa apa, hafal surat sampai mana.

Ya Allah…aku bergetar sendiri, karena malam sebelumnya juga diskusi lagi dengan Abang tentang pendidikan. Bahwa Abang kurang setuju dengan bapak yang tak tahu sampai mana hafalan anaknya.

Ustadz bilang, coba kalau sekali anaknya seharian di rumah. Kalau tahu anaknya main terus, mesti sedih sekali rasanya.

Aku…terus sibuk mencatat, sambil hatiku merasa terus tersirami dengan rintik-rintik hujan setelah kemarin dilanda paceklik :D.

Mengajak anak bermain, ngobrol, ngelonin (nidurkan anak) termasuk merawat.

Masya ALlah. Ini yang aku lupa. Sehingga perkara tidur ini jadi begitu terasa berat. Padahal sebenarnya ngelonin anak jadi bagian ladang aku dapat pahala. Mengajak mereka tidur, karena mereka belum bisa mengontrol energinya. Belum tau kapan waktu untuk istirahat. Sabar menghadapi mereka yang masih sulit untuk tidur.

Pulang dari situ, di motor, aku, abang dan Ziyad bahas lagi isi kajian tadi. Masya Allah. Bahagia banget pokoknya keluar dari kajian.

Robbi habli minashshoolihiin…

3 Replies to “Ngelonin Anak itu Berpahala”

  1. Ummu Tsaqif says: Reply

    Mbak Cizkah… luar biasa tulisannya bagus betul, menyadarkan aku bahwa ngelonin adalah ladang amal.. jadi harus lebih sabar lagi heehehe…. jazakillahu khoir mbak Cizkah.. You are GREAT!!

    1. hehe…semoga Allah membuat saya jadi lebih baik lagi dari perkiraannya ummu tsaqif…

  2. […] selanjutnya dari kejadian ini adalah kajian Ahad malamnya yang sudah aku ceritakan sebagiannya di postingan sebelumnya. Allah Maha Tahu. Allah Maha […]

Leave a Reply