Mindset Mendidik Anak

Salah Paham

Dari hasil diskusi berdasarkan dua tulisan #serihomeschooling sebelumnya, saya merasa ada selipan lagi yang harus disampaikan sebelum bahas tentang kegiatan homeschooling.

Saya jadi tersadar bahwa ada yang sedikit disalahpahami dari tulisan sebelumnya.

Kesalahpahaman bahwa  ketika seseorang memutuskan untuk menyekolahkan anaknya, seakan-akan itu adalah sebuah keputusan absolut sehingga meniadakan  pendidikan orang tua untuk anak di rumah.

Kesalahpahaman bahwa ketika seseorang memutuskan homechooling maka tidak memikirkan alternatif pendidkan (sekolah) lainnya sepanjang melakukan kegiatan tersebut.

Saya sudah membaca ulang lagi tulisan sebelumnya. Arah tulisan sebelumnya memang terkesan lebih banyak ke arah orang tua pada usia SD atau usia menjelang SD. Saya sendiri merasa pikiran saya  memang sedikit terseret  ke arah itu karena  kebanyakan  pertanyaan yang masuk lebih berkenaan dengan homeschooling di usia-usia anak sekolah (SD).

Antara Mengajar dan Mendidik

Untuk meluruskan hal tersebut, kita bicara lebih sederhana lagi ya.

Mudahnya, pada umumnya definisi kegiatan homeschooling adalah sebuah kegiatan belajar mengajar anak yang dilakukan di rumah. Tapi dari definisi belajar mengajar ini, kesannya jadi cuma kegiatan yang identik dengan kegiatan baca, tulis, ngerjain soal seperti di sekolah.

Sekarang kita ubah konsep kegiatan belajar anak ya. Kita ubah mindset kita. Pendidikan itu bukan cuma mindahin pengetahuan dari buku atau yang kita kenal dengan istilah mengajar.

Yang kita perlu dan harus lakukan sebagai orang tua sebenarnya adalah mendidik anak.

Homeschooling atau engga homeschooling, kita tetap harus mendidik anak.

Mendidik ini, bisa dimulai kaaapaaaan saja. Bahkan sejak anak baru lahir.

Mendidik bukan terbatas kegiatan belajar membaca atau menulis. Ini harus dilatiih terus dalam benak kita sebagai orang tua.

Keberhasilan atau ukuran prestasi anak juga bukan melulu berkaitan dengan kegiatan atau kemampuan kognitif.

Jadi, walaupun belum tahu ke depan bakal homeschooling atau ngga, kegiatan pendidikan untuk anak tetap orang tua lakukan.

Homeschooling-atau-ngga

Mengubah Mindset

Ketika orang tua mulai tertarik dan ingin mempelajari tentang homeschooling saat anaknya sudah masuk ke usia sekolah (SD), maka mindset tentang pendidikan – jika hanya diartikan kegiatan memindahkan isi buku ke anak – harus diubah.

Ini gak mudah. Beneran.

Bukan cuma mindset, tapi juga praktek pendidikan bersama anak sehari-hari.

Pendidikan yang diperlukan dalam homeschooling bukan cuma dalam arti mengajar anak. 

Kalau masih berpikir dengan sudut pandang itu saja, nanti jadi heran dan gundah karena melihat anak ko kaya sedikit banget belajarnya.

Karena kalau cuma diidentikkan dengan kegiatan memindahkan isi buku ke anak-anak,  durasi waktu belajar anak homeschooling itu gak lama seperti di sekolah.

Persiapan Awal

Proses menjalankan keputusan homeschooling usia SD  akan lebih “mudah” ketika orang tua sudah melakukan praktek pendidikan bersama anak sejak usia pra sekolah.

Bahkan saya ingin sekali mengajak orang tua untuk tidak terburu-buru memasukkan anak ke lembaga pendidikan manapun. Apalagi jika usianya masih 3-5 tahun.

Karena jika sudah terbiasa dengan ritme “keluar rumah”, “main sama teman”, “belajar di sekolah”, maka coba pikirkan ke depan kira-kira bagaimana kita akan membentuk mindset berikut ini di benak kita ataupun di benak anak:

Belajar itu gak cuma belajar pelajaran di sekolah.
Belajar itu gak mesti ramai-ramai.
Belajar itu gak mesti pakai seragam.
Belajar itu bisa banget di rumah.
Belajar itu bisa macem-macem.
Dan yang paling penting mindset bahwa rumah adalah tempat yang SANGAT menyenangkan untuk melakukan berbagai aktifitas.

Membentuk mindset ini insya Allah lebih mudah dilakukan jika anak terbiasa di rumah. Melakukan berbagai aktifitas di rumah.

Mengubah Mindset

Jika membaca tulisan ini, kemudian orang tua  masih meragukan dan berpikir, “di rumah kan gak ngapa-ngapain”, maka itu dia titik mindset tentang pendidikan yang perlu pelan-pelan diubah.

Mindset tentang rumah. Mindset tentang anak. Mindset tentang kegiatan anak.

Kadang terjadi, dengan pola anak terbiasa dengan “rutinitas” kegiatan di sekolah – karena memang dari sejak dini mereka “dibiasakan” keluar rumah -, maka saat-saat liburan jadi hal yang dilematis buat si anak ataupun ortu.

Orang tua seakan-akan harus menyediakan berbagai aktifitas supaya anak gak bosan. Anak cenderung memang merasa “bosaaaaan” di rumah. Gak ngapa-ngapin dll.

Rumah bukan lagi menjadi tempat yang menyenangkan untuk aktifitas sehari-hari. Enaknya main di luar. Kegiatan di luar, dan seterusnya.

Segitu gak enaknyakah berada di rumah? Bersama orang tua? Bersama kakak adik?

Ini memang gak pasti terjadi  di semua keluarga.  Tapi mari diakui bila memang ini terjadi di keluarga kita sendiri. Sebagai bahan renungan dan bahan untuk memperbaiki pola pikir kita ataupun anak.

Kadang, orangtua terjebak pada keinginan supaya kegiatan anak tuh yang pasti-pasti aja. Aktifitas yang terorganisir. Kegiatan belajar yang tersusun. Atau semacam itu. Bahkan saat mereka masih usia dini.

Bermain dianggap bukan  aktifitas penting dan bukan pula bagian dari belajar. Mengembangkan keterampilan-keterampilan hidup semacam mampu membuat teh sendiri, memasak telur, membantu orang tua menjaga adik, mengasah pisau, itu dianggap bukan belajar. Bahkan aktifitas membantu orang tua bisa dianggap sebagai aktifitas yang kurang bisa diberikan kepada anak karena khawatir mereka capai, mereka kesal, mereka gak bisa (?) dan lain-lain.

Coba perhatikan lagi kalimat “mereka gak bisa” bantu.  Sebab “mereka gak bisa” itu bukankah suatu hal yang harusnya justru dipelajari untuk kehidupan mereka?

Sebenarnya, sebabnya bukan karena gak bisa. Tapi belum bisa. Dan terkadang mereka kurang mendapat kesempatan untuk menjadi bisa karena sudah dibatasi dengan waktu yang terbatas atau bahkan karena mindset yang masih harus diperbaiki :).

Kesimpulan paling penting dari tulisan ini adalah: bagi yang belum bisa memutuskan homeschooling atau sekolah adalah tetaplah melakukan pendidikan untuk anak-anak. Karena pendidikan itu harus terus terjadi dari orang tua untuk anak-anak. Baik anak kita sekolah ataupun homeschooling.

Semoga Allah memudahkan tulisan #serihomeschooling selanjutnya.

Update 25 April 2019:
Pembuatan tulisan ini utamanya adalah memberi  pengetahuan dan berbagai pertimbangan untuk melakukan kegiatan homeschooling. Beginilah adanya.

Tulisan ini insya Allah bukan untuk menyudutkan teman-teman yang telah menyekolahkan anaknya.

Jika ada teman-teman yang telah menyekolahkan anaknya dan membaca tulisan ini, semoga juga bisa memperbaiki mindset tentang pendidikan.

Jika ada kekurangan dari menyekolahkan anak di usia dini yang memang realitanya terjadi, semoga bisa ditemukan solusinya. Langkah yang diperlukan bukanlah mencari pembenaran. Namun tetap berusaha lebih baik lagi memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki.

Misalnya tetap memberi pengetahuan dan keterampilan hidup pada anak. Tidak terlalu banyak memberikan tekanan untuk prestasi atau semacam itu. Tidak bergantung dengan hasil pendidikan di sekolah, dst.

Karena inti tujuan penting pendidikan adalah anak sholih yang santun kepada orang tua, memiliki dasar agama untuk bekal kehidupan, berakhlak baik dan memiliki keterampilan hidup serta adaptif dengan berbagai perkembangan yang ada.

Cizkah
13 April 2019

8 Replies to “Mindset Mendidik Anak”

  1. Nur Asmara says: Reply

    Masya Allah .. Tulisannya keren Umm. .

    Sy ibu 2 anak. 1y9m dan 4y1m.
    Sedang berfikir membuat modul ala homeschooling. . Untuk pendidikan anak pra sekolah.

    Skrg sedang kepo dgn artikel2 homeschooling.
    Ada buku2 rekomendasi Umm untuk bisa sy baca?

    1. buku praktek amalan sehari-hari aja mba 🙂
      buku tentang tajwid dan tahsin Al-Qur’an
      buku parenting Islam

      karena yang dibutuhkan untuk anak preschool lebih ke hal-hal seperti itu..insya Allah lagi disusun ya untuk artikel selanjutnya kegiatan homeschooling untuk anak preschool 🙂

  2. […] telah disebutkan di artikel sebelumnya dengan judul “Mindset Mendidik Anak”, kegiatan belajar anak dan orang tua dalam praktek homeschooling bukanlah sekedar kegiatan mengajar […]

  3. […] ini insya Allah gak terkhususkan untuk homeschooler. Karena seperti di artikel sebelumnya tentang Mindset Mendidik Anak, homeschooling atau gak homeschooling, orang tua tetap mendidik […]

  4. […] seperti itu, berarti mindset proses belajar dan tentang belajar itu sendiri masih dengan mindset sistem belajar di sekolah. Anak dianggap […]

    1. Wah mbak, ini tulisan lama tapi pastinya selalu relevan ya. Siapa sangka saat ini keadaan sedang pandemi sehingga ‘memaksa’ anak (dan orang tua) melakukan segala aktivitas dari dalam rumah saja. Dan pemikiran seperti “kalau di rumah berarti nggak belajar” kadang juga berlaku pada orang dewasa lho mbak, jadi kalau orang tua bekerja full dari rumah dianggap tidak bekerja hehehe. Anyway, dalam kondisi ini saya rasa justru orang tua punya kesempatan untuk banyak berkaca dan belajar, bahwa sebaik2 pendidikan di sekolah, orang tua tetap wajib mendidik anak. Karena sehari2 kita banyak sekali beraktivitas di rumah karena ppkm, kita jadi lebih punya waktu banyak untuk mengenal satu sama lain, semacam rediscover kepribadian deh, terutama dalam menghadapi rasa frustasi ketika bosan beraktivitas di dalam rumah. Tulisan mbak ini sangat mengena, membuat saya sebagai orang tua introspeksi diri atas tanggung jawab saya terhadap kebutuhan anak dalam hal pendidikan, yang mana harus diseimbangkan antara apa yang dia dapat di sekolah dan apa yang harus saya lengkapi/tambahkan ketika dia di rumah. Terimakasih ya mbak sudah mengingatkan :’)

  5. MasyaaAllah mba.. slalu seneng baca tulisannya. Jadi gini mba ngadepin anak yang mood itu bagaimana? Aku baru satu tp udh deg2an kyk bisa ga yaa aku didik n bimbing anak aku agar dipahamkan ilmu agama… bis prakteknya beda. Bedoa minta tlg sm Allah ya. Utk prakteknya mba sperti blg jangan n tidak boleh sama anak gmn baiknya bole mba share tulisannya jika berkenan. Baarakallahu fiik wa jazakillahu khairan🌺

    1. Ini masuk bahasan patuh sama tarik ulur insya Allah.
      Tapi memang bahasannya masih mikir untuk ditulis biar bisa dipraktekkan.
      Semoga Allah mudahkan ya.

Leave a Reply