Kisah Persalinan si Kembar Bagian 3; Bukan Karena Banyak Uangnya

Akhir-akhir ini, alhamdulillah dapat kabar gembira dari orang-orang yang dekat dengan kami akan hadirnya buah hati – insya Allah – di antara mereka. Nah…di sela-sela obrolan ini itu tentang kehamilan, muncul juga pembicaraan tentang biaya yang dicover asuransi kesehatan tertentu.

Intinya, ada yang karena khawatir tentang biaya persalinan, untuk kemudian merasa perlu untuk menggunakannya. Ada juga tadinya tahunya itu haram, tapi dengar kabar-kabar angin dari teman lainnya bahwa itu boleh kok, udah halal kok.

Biasanya, kami tetap menyarankan untuk berusaha dengan dana mandiri. Tapi gak maksa juga. Cuma memberi masukan aja. Keputusan tetap di keluarga masing-masing kan ya.

Waktu akhirnya aku diputuskan harus caesar, dan dengan mantapnya Abang bilang gak pake suatu jaminan/asuransi kesehatan, itu bukan karena…

BUKAN karena kami tajir melintir…(tetap berdoa semoga jadi orang yang memiliki harta yang berkah dan bermanfaat untuk agama).

BUKAN juga karena biayanya bakal dibayarin sama perusahaan. Emangnya Abang kerja di perusahaan mana? Haha..

Kami juga cemas kok. Dan kenyataannya, biaya yang dikeluarkan emang GEDE banget masya Allah.

Masih ingat banget, pas hari keempat, kami putuskan untuk checkout dari kamar kami. Karena  sudah ada izin dari dokter spesialis untuk boleh pulang. Kholid juga sudah boleh pulang karena sudah keluar inkubator di hari ketiga. Tapi tentu saja, keputusan pulang bukan perkara mudah. Aku yang dalam kondisi pasca caesar, posisi rumah yang jauh, masalah menyusui bayi yang satu sementara harus juga menyusui intensif bayi lainnya yang masih di inkubator.

Jalan terbaiknya, tentu saja aku harus tetap di rumah sakit. Tapi gimana caranya biar pengeluaran bisa seminimal mungkin. Ya itu tadi. Karena biaya ditanggung sendiri. Waktu checkout saja, biaya untuk aku dan operasi sudah mendekati 20 juta.

Akhirnya, pilihan adalah dengan menyewa Ruang Ibu. Ruang ibu ini memang disediakan untuk para ibu yang bayinya masih harus berada di RS – biasanya karena harus berada di inkubator karena sakit kuning atau sebab lainnya -. Kalau menyewa kamar RS kan mahal. Padahal si ibu cuma butuh numpang tidur aja. Ruang Ibu ini, cuma satu ruangan agak panjang berisi tiga tempat tidur yang diberi disekat. Ada satu kamar mandi di dalam. Sewanya seingat aku 30 atau 50rb semalam. Memang benar-benar cuma untuk tempat istirahat aja. Gak dapat fasilitas lainnya dari RS.

Biasanya lagi, Ruang Ibu ini sepi. Para ibu biasanya memilih untuk menemani bayinya di kala siang dan malamnya pulang karena sudah meninggalkan perasan ASI untuk asupan bayi di malam hari.

Waktu itu, kami pikir sewa dua kasur saja karena abang juga butuh istirahat. Bu Gayatri, bidan senior di Sakina Idaman dengan baik hatinya ngomong, “Ya gak usah. Eman-eman. Satu aja. Nanti pakai aja tempat tidur yang kosong.” Alhamdulillah, kemudahan dari Allah.

Kondisiku waktu itu sebenarnya sangat tidak baik. Di samping kondisi kesakitan jahitan caesar, aku pusing berat – ternyata efek obat bius – yang menyebabkan aku sering muntah. Kepala berat sekali, leher dan punggung kaku. Waktu Abang selesai memindahkan barang-barang dari kamar lama ke Ruang Ibu, aku sudah siap-siap mau muntah lagi di kamar mandi. Tapi kemudian terdengar suara ribut-ribut menuju kamar.

ruang-ibu-sakina-idaman
kamar mandi tepat di sebelah kiri ruanganku. Dua kasur lainnya di sisi sebelah kanan.

Ternyata ada penghuni Ruang Ibu lainnya. Ia bersama suaminya dan rombongan temannya yang semuanya laki-laki. Parahnya, tidak ada tirai penutup bagian depan dari tiap tempat tidur. Itu berarti kalau nanti ada yang ke kamar mandi, bakal melewati tempat tidurku yang di pojokan. Aku cuma punya satu pilihan jika akan tidur atau istirahat di ruang itu: aku harus selalu memakai jilbab. Kondisi yang sangat tidak baik untuk aku untuk beristirahat. Plus tentu saja berarti Abang juga gak bisa tidur di kasur kosong di sebelahku.

Melihat kondisi ini, akhirnya Abang mengambil keputusan cepat untuk mengambil kamar kelas 3. Semua kamar ini lokasinya di lantai 2.

ruan-kelas-3-sakina-idaman
gak ada kasur tambahan, karena ruangnya memang terbatas banget.

Kamar kelas 3 ini berisi 6 tempat tidur dengan 1 KM yang digunakan bersama. Waktu itu, ada kondisi lain di rumah yang membuat pikiran kami harus terpecah. Abang yang lelah harus mengurus berbagai hal, aku yang pusing bukan kepalang dan kesakitan di berbagai sisi. Kami sama-sama saling berusaha menjaga dan saling mendukung alhamdulillah.

Setelah memastikan aku sudah aman di ruang paling pojok dan auratku juga bisa terjaga, abang meninggalkanku untuk mengurus hal-hal yang harus diurus di rumah. Aku makan satu bungkus bakso yang masih tersisa. Makan malam dari RS sudah lewat waktunya. Aku yang sempat menangis sesunggukan ketika di Ruang Ibu karena masalah – yang tidak bisa diceritakan di sini – merasa kepalaku terasa lebih ringan. Tidak sepusing sebelumnya.

Sambil berusaha menenangkan diri, aku bisa mendengar percakapan suami istri lainnya yang juga baru mendapatkan buah hati. Aku sempat ke KM di ruang kelas 3 ini yang kondisinya sangat berbeda dengan kondisi kelas Utama yang tadinya kami tempati. Di kamar kelas Utama, tiap hari ada petugas yang membersihkan WC. Kami pilih kelas Utama – satu kamar sendirian dengan kasur penunggu dan fasilitas kipas angin – pun juga dengan berbagai pertimbangan dan perhitungan.

Sambil menunggu abang datang lagi, aku mempertimbangkan berbagai hal berkaitan dengan ruang untuk istirahat kami ini.

Abang bakal tidur dimana? Di ruangan ini gak dapat kasur tambahan. Beda dengan di kelas Utama. Padahal Abang butuh sekali untuk istirahat. Jangan sampai sakit juga. Kami masih harus berjuang. Aku sendiri berpikir bagaimana caranya aku bisa menyusui tanpa harus tergantung abang. Artinya gak harus pakai kursi roda ke lantai bawah. Tapi sudah kucoba jalan naik turun ke ruang bayi yang berada di lantai bawah, berakhir aku muntah hebat ketika sampai di kamar (akibat pusing yang melanda tadi). Di sisi lain, Handzolah butuh untuk sering disusui agar bisa segera mencapai berat yang ditargetkan – yaitu 2kg- dan semoga suhu tubuhnya semakin stabil di atas 36,04.

Kemudian aku teringat bahwa aku punya tabungan. Tabungan untuk umroh. Lucu ya. Sejak Abang umroh, aku juga pingin banget bisa umroh dan menganggap itu mungkin. Jadilah aku menabung sedikit-sedikit. Waktu itu baru terkumpul 1,5 juta. Uang ini gak masuk ke dalam dana tabungan yang kami siapkan untuk persalinan.

Kemudian aku berpikir, yang paling baik adalah kami menyewa kamar yang berada di bawah. Yang dekat dengan ruang bayi.

Tapi…kamar di lantai bawah, hanya ada kamar VIP. Kalau dipikir, yang tadinya gimana meminimalisir biaya…jadi gimana yang penting semua tetap sehat dan bisa istirahat.

Aku chat dengan abang menceritakan ideku. Mungkin kami masih 3-4 hari lagi di sini – harapannya -. Karena Handzolah beratnya 1, 8kg.

“Sewa kamar VIP aja ya bang. Nanti pakai tabungan aku. Insya Allah cukup.” Cukup ini dalam arti, untuk biaya kamar setidaknya sudah ketahuan ada dana tambahan.

Ternyata abang juga punya pikiran yang sama dengan aku untuk menyewa kamar di bawah. Walau bukan karena tahu ada tabungan. Pokoknya memang karena keputusan kepala keluarga. Supaya aku juga tetap sehat dan bisa maksimal ke si bayi Handzolah.

Saat abang sampai di RS, untuk ketiga kalinya, kami pindah kamar malam itu. Ke bawah. Ke ruang VIP. Malam itu, dan seluruh malam-malam di RS selama menunggu bayi kembar bagai tumbuh tunas-tunas cinta baru di antara kami. Kami lebih berusaha pengertian, lebih berusaha menahan emosi, lebih bijak dan kuat menghadapi berbagai cobaan yang menimpa.

Alhamdulillah, aku cuma butuh 5 langkah ke ruang bayi dari ruang kamar di lantai bawah itu.
Rasanya lega luar biasa ketika duduk di sofa yang nyaman di ruang itu. Ruangannya ternyata lebih luas daripada kamar Utama. Perawat dari ruang Bayi yang mengantar fasilitas handuk dan sabun sempat ngomong ke aku, “Ibu kelihatan lelah sekali. Istirahat bu, ketika bayi tidur.”

Tentu saja kelelahanku bertambah kelihatan karena mataku sebenarnya sembab karena sebelumnya menangis hebat di ruang bayi.

ada kasur tambahan alhamdulillah
ada kasur tambahan alhamdulillah
ruang-vip-sakina-idaman2
Ruang VIP dengan foto panoramic. Sengaja foto karena pas lagi hamil, cari referensi foto ruang RS tuh minim banget.

Alhamdulillah, kami bisa keluar RS sesuai harapan. Delapan hari berada di rumah sakit. Biaya untuk kedua bayi kembar selama di Ruang Bayi hampir mencapai 10 jutaan. Kuitansi lainnya yang harus dibayar tentu saja ruang kamar yang kami sewa.

Alhamdulillah…banyak yang harus disyukuri. Sampai di rumah, saat hari ke 21, alhamdulillah kami mengaqiqahi kembar.

handzolah-di-ruang-bayi-level-2 sakina idaman
Handzolah berada di inkubator level 2. Pertengahan. Detak jantungnya terus ditempel alat. Suhunya selalu dicek setelah keluar inkubator karena menyusui. Kapan-kapan insya ALlah cerita perjuangan di Ruang Bayi ya

Masya Allah ya dana yang harus dikeluarkan. Jadi, darimana uangnya? Pertama, terus minta kemudahan kepada Allah. Kemudian, berusaha dengan nabung selama proses kehamilan. Dari bantuan mas, mba dan adik-adikku tersayang yang memahami banget kondisi aku. Dari THR yang tidak kami pergunakan sama sekali. Dan tentu saja dari pinjaman – tanpa bunga – yang alhamdulillah insya Allah bulan depan lunas. Perjuangan yah. Alhamdulillah, Allah mudahkan.

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimushsholihaat. Yakin jika kita melakukan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberi jalan keluarnya. Ujung-ujungnya tauhid lagi yah. Jadi, percaya dan yakin atas rahmat Allah. Jangan udah pesimis duluan. Karena Allah sesuai persangkaan hamba-Nya.

Kenapa Gak Pakai Dana Asuransi

Ini bukan cuma perkara denda gak denda. Karena masalahnya bukan cuma di situ. Sebenarnya kenyataan yang ada, ketika memakai fasilitas ini, sebagaimana jawaban Ust Sufyan Basweidan yang intinya,

Kalau biaya yang digunakan lebih sedikit, ya berarti uang kita masih ada di situ. Tapi kalau dananya lebih banyak, sama aja kita hutang (atau bisa jadi malah riba yah?). Kaidah dasarnya, kita hanya boleh pakai dana sebesar yang kita masukkan. Supaya tak terjatuh dalam hal-hal yang dilarang oleh syariat.

Sekedar berbagi cerita. Semoga bermanfaat ya.

cizkah
Jogja, 28 Desember 2017

doa melunasi hutang sepenuh gunung
Pas melunasi hutang pun terus minta pertolongan Allah 🙂
Buku Menata Hati
Buku Menata Hati [versi cetak]
E-Book Menata Hati di Play Books

Leave a Reply