Ujian Bertubi-Tubi; Nasehat Berkali-Kali

Bisa dibilang, kesedihan-kesedihan kemarin, itu sebenarnya karena hal yang berbeda-beda. Berkecamuk. Yang sulit dijelaskan dan sepertinya gak tau apakah bisa aku ceritakan. Tapi, ada beberapa hal yang paling bikin sedih yang itu berkisar pada Ziyad.

Sungguh, dia sakit cacar ini, yang terbaik dari Allah. Banyak hal, seperti jadi terbuka dan lebih jelas lagi setelah dia lebih enakan dan tinggal menunggu cacarnya kering (yang sampai gak tahap menularkan orang lain). Waktu libur Ramadhan ini, hal ini sama sekali gak terlihat.

Puncaknya adalah malam ini.

Sore tadi tanggal 18 Mei 2023, Ziyad sudah balik lagi ke pondok. Abang sampai rumah, pas menjelang adzan ‘isya. Aku yang sepanjang Abang bolak-balik antar Ziyad, ngeberesin rumah yang SUPER berantakan karena nyiapin Ziyad balik pondok itu = aku ngerjain berbagai pekerjaan rumah tangga sendirian yang itu aku cicil dari sebelum Ziyad berangkat. Karena Abang harus nyelesein kerjaan jadi gak bisa bantu-bantu plus nyiapin tenaga buat antar Ziyad. Ziyad masih sempat bantu-bantu angkat sampah dan sapu halaman.

Akhirya pegang hp pas Abang ke masjid. Aku berkomunikasi tentang suatu hal di dua percakapan. Allah tampakkan ke aku suatu hal yang kayanya puncak dari kesedihan aku berkaitan dengan hafalan Ziyad.

Langsung nangis…nangis dan nangis.

Belum bisa aku ceritakan, entah apakah bisa aku ceritakan.

Abang yang pulang dari sholat, aku ceritakan hal tersebut. Langsung mikir langkah yang kami akan lakukan. Sabar…sabar.

Gak lama, malah dapat info tambahan dari seorang ummahat. Beliau sudah tahu hafalan Ziyad karena sudah mendapat cerita dari anaknya tentang hafalan Ziyad yang bagus insya Allah. Yang ketika aku ceritakan hal yang baru saja aku ketahui, beliau juga ikutan sedih. Aku pun ikutan sedih dengan hal yang beliau ceritakan tentang anaknya.

Ah…malam ini pun aku jadi teringat dengan berbagai nasehat yang kayanya gak henti-henti di berbagai sesi selama 3-4 hari belakangan. Yang ternyata, pesan-pesan itu adalah bagian dari firasat kuat orang tua kepada anaknya. Insya Allah tepat sasaran. Padahal aku gak tau apa yang sedang dia hadapi. Tapi seperti paham betul arah pikiran dia yang makanya aku sampaikan nasehat-nasehat ini.

“Ziyad…Ziyad jangan rendah diri. Ummi ko ngerasa Ziyad itu seperti rendah diri. Pesimis…putus asa.”

“Ziyad, Ziyad lakuin yang bermanfaat buat Ziyad. Walau orang lain mandang Ziyad gak bisa.
Walau orang lain nganggap Ziyad gak mungkin berhasil ngelakuin itu.”

“Ziyad..jadi orang yang tawadhu.”

“Ziyad, cari teman-teman yang bersahaja. Yang semangat buat agamanya. Yang semangat jaga hafalannya. Ziyad datangi dan minta buat bantu Ziyad menguatkan hafalan Ziyad. Orang-orang seperti ini, bakal seneng Ziyad ketika ada orang lain ingin meningkatkan ketakwaannya. Mereka akan senang bantu.”

“Ziyad, jangan Ziyad ingin menyenangkan orang-orang kaya, tapi Ziyad jadi susah sendiri. Mereka punya orang tua yang mampu dan bisa beliin. Kalau Ziyad berbagi dari yang Ummi beliin gpp, jangan malah sampai Ziyad yang ngusahain yang itu sebenarnya Ummi yang ngusahain.”

“Ziyad, ummi beliin vco itu buat Ziyad. Harganya >26 rb. Itu baru vco. Habbatusaudanya juga sekitar itu. Belum juga susunya. Ummi beliin biar Ziyad ada tenaga. Buat badan Ziyad, buat otak Ziyad. jangan disia-siakan.

Jangan Ziyad anggap remeh, cuma 26rb. Ummi beli tiap bulan buat Ziyad, buat Thoriq, buat yang di sini juga. Gak turah-turah. Uangnya dibagi-bagi.

Ummi beliin yang isi 100, karena itu kan sekali minum 3 kapsul. Tiga kapsul itu kaya 1 sdm. Ummi pernah buka –ngeluarin isi kapsulnya– itu gak nyampe 1 sdm. Taruhlah 4 kapsul. Harusnya habis selama 1 bulan. Makanya Ummi kirimin tiap bulan. Kan biar mudah minumnya. Itu kan ada lemaknya. Biar bantu Ziyad bertenaga. Kalau dibeliin yang cair kan susah minumnya. Itu diminum, jangan disia-siain. Apalagi dikasih-kasih temennya gitu aja.”

“Kalau ke yang gak mampu kemarin itu kan gpp. Memang dia gak mampu (yatim). Malah ummi beliin khusus karena dia sakit. Gpp kalau kaya gitu.”

Ini karena kejadian, dia ternyata kasih satu botol vco ke salah satu temannya. Yang ternyata, kakaknya si teman mengambilnya. Si teman tadi ternyata minta lagi ke dia. Pas momen dia cerita ini, aku sempat jawab sekilas ya biar dia beli sendiri. Intinya gak langsung aku nasehatin. Cuma aku bereaksi sama cerita dia walaupun pada saat itupun sebenarnya aku sudah sedih karena ternyata vco-nya gak diminum.

Ternyata, menjelang Dzuhur sebelum dia diantar, sempat dia celingukan di dapur dan aku tanya, “Nyari apa, Ziyad?” Terus ternyata dia nanyain vco yang masih utuh. Aku bilang gak ada. Kemudian jadilah aku teringat dengan cerita dia yang sebelumnya. Akhirnya aku jadi berpikir dan berpikir. Pas sesi makan siang, keluarlah nasehat tersebut.

“Ziyad, jangan karena biar Ziyad diterima, Ziyad malah kasih barang-barang Ziyad ke orang kaya. Kaya sepatu kemarin. Itu kan Ummi udah pesen, kasih ke temennya yang gak mampu. Jangan malah misalnya ada temannya kaya, orang mampu dan dia tahu itu sepatu bermerk, terus dia pengen, terus Ziyad kasih. Supaya dia seneng. Jangan gitu. Kasihnya ke yang gak mampu.”

[Ini asli aku gak tahu dan gak pingin cari tahu sebenarnya dia kasih ke siapa. Ini aku ngomong berdasarkan firasat aku aja.]

“Soalnya Ummi pernah ngerasain Ziyad…pingin punya sepatu pas SMA, yang beda lah dari yang Ummi pakai. Ini nih –sambil nunjukin luka sayatan di ibu jari aku.”

Kemudian aku ceritakan gimana ada sepatu bekas yang dibawa salah satu kakak aku, yang itu sebenarnya sol-nya udah gak bagus. Tapi aku berusaha perbaiki. Jadi, aku pakai cutter dan ternyata pas proses ngebagusin sol sepatu itu, cutternya meleset dan bikin sayatan cukup panjang di ibu jari aku.

“Ummi sempat pakai sepatunya, tapi cuma sebentar. Karena memang sebenarnya sol-nya udah gak bagus.Kaya gitu Ziyad. Orang yang gak mampu itu gak bakal ngomong pengen. Gak bakal ngomong butuh. Kita yang ngertiin sendiri. Dia bakal seneng banget kalau dikasih.”

Jadi, beberapa bulan yang lalu pas lagi decluttering, aku bersihin sepatu-sepatu yang udah gak dipakai dan memang gak dipakai di rumah. Termasuk sepatu Nike kiriman mas Lyno – mas aku yang tinggal di Belanda. Masih sangat bagus, tapi kegedean buat dipakai Abang. Sebenarnya pas buat Ziyad, tapi dia mungin merasa gak cocok. Karena gak dipakai jadi kotor. Akhirnya aku cuci khusus bareng sepatu lainnya yang mau dihibahin. Sepatu Nike ini, aku kirim ke Ziyad pas lagi ngirim paket lainnya buat Ziyad. Karena aku tahu di sana juga ada anak-anak yang gak mampu.

“Ziyad, cukup dengan Al-Qur’an Ziyad. Jaga. Ini bukan seperti uang yang kemudian bisa beli ini itu. Gak nampak. Ini bentuknya ke hati Ziyad yang bahagia. Mudah di urusan ini, mudah di urusan itu. Gak kerasa, tapi bisa jadi orang lain yang malah lihat. ‘Eh, ko bisa sih.'”

Ini baru nasehat dari aku. Baru dari beberapa sudut nasehat. Belum dari Abang. Belum bahasan-bahasan lainnya.

Sempat di satu sesi, Abang menyampaikan ke Ziyad,

“Ziyad, Ummi nangis terus Ziyad. Abi ajak Ummi keluar tadi – Ziyad pas lagi tidur. Di motor nangis. Baru sebentar nangis lagi. Tau gak Ziyad, betapa sayangnya Ummi ke Ziyad. Sampai waktu itu ada teman Ummi yang tanya, ‘Mba, anak-anak tahu gak sih mba, betapa sayangnya mba ke mereka. Tau gak kalau mba nyatet perkembangan mereka?”

“Kaya gitu Ziyad.”

Alhamdulillah, dari semua sesi nasehat itu, Ziyad gak ada membantah, melawan atau menunjukkan ketidakpatuhan.

fase anak-anak dan remaja
Ini salah satu komentar di postingan di atas yang juga pas banget dengan momen ini. Semuanya saling berkaitan.

Bukankah sudah kubilang, bahwa setiap fase itu ada hal yang harus dihadapi sendiri-sendiri. Yang paling penting, buat pondasi yang kuat, supaya hal yang dihadapi di masa-masa ini, semoga bisa bisa dijalani dengan lebih mudah insya Allah.

Ya Allah, mudahkanlah untuk kami ya Allah.

cizkah
Jogja, 19 Mei 2023 dini hari gak bisa tidur.

Leave a Reply