Sejak kejadian Palestina, sepertinya ada cara pandang aku terkait sosial media yang bergeser lagi.
Sebenarnya ini udah yang kesekian kalinya. Tapi, kali ini dibarengi dengan lebih intensifnya logout dari instagram baik karena kejadian Palestina atau karena memang aku yang lagi butuh konsentrasi dengan urusan di dunia nyata (kuliah, kerjaan, dan kehidupan).
Dengan logout (tadinya uninstall malah), aku hanya mengecek sesekali instagram lewat browser dan itu sangat membantu untuk membatasi diri insya Allah. Karena menu dan fiturnya jadi lebih terbatas.
Ada sebuah kesimpulan kecil yang lebih kuat dan lebih aku ingin ambil aksinya dibandingkan aku ceritakan detilnya di sini.
Membatasi Diri
Aku berusaha membatasi melihat tentang Palestina karena setiap melihat perkembangan Palestina, sering kali aku menangis dan jadi pikiran yang membuat berat hati dan pikiranku. Hal-hal kaya gini memang suka jadi over. Hal biasa di kehidupan aja suka over, ini udah jelas-jelas gak berperikemanusiaan apa gak lebih parah lagi. Karena berkaitan sama anak-anak yang aku pun punya anak-anak.
Akhir Oktober, waktu awal menginstall instagram, berakhir aku nangis lama sekali malam hari. Pagi harinya aku menyadari ini gak baik buat aku dan kehidupan aku. Berkali-kali aku harus ngomong dengan dilafakan ke diri aku sendiri, “Fokus fokus fokus.”
Karena banyak sekali tanggung jawab di kehidupan nyata yang kalau energi aku terkuras karena nangis, kepikiran, bakal bisa jadi keteteran. Lebih parah lagi kalau sampai sakit.
Beberapa kali di awal November ini pun hampir terjadi hal yang sama. Abang udah sampai bilang, “Udah Adek gak usah lihat. Nanti nangis lagi.”
Udah sadar bahwa yang meninggal itu sebenarnya bahagia. Tetep aja ya. Mikirin yang masih hidup dan mereka dalam cobaan yang begitu berat.
Ada momen aku kepikiran banget sama salah satu video yang aku lihat. Anak yang tertimbun tapi masih bisa ikut ngais-ngais batu biar dia bisa segera diselamatkan. Ya Allah. Yang suka heran udah jadi pikiran, akunya malah ngelihatnya berkali-kali. Itu kenapa sih ciiz.
Ingin memastikan dia bisa selamat mungkin.
Karena kepikiran banget sampai akhirnya nulis di buku.
Sebelumya, ada juga kejadian anak perempuan yang selamat yang diposting pak Anies Basweidan. Itu juga ada hal yang bikin aku antara nangis, happy karena dia selamat, kepolosan pertanyaannya yang mirip Luma. Karena dia ngira udah meninggal, dia nanya, “Apakah aku akan dibawa ke kuburan?”
Yang lagi bopong-bopong pakai tandu, salah satunya jawab, “Tidak sayang. Kamu masih hidup dan cantik bagai rembulan.”
Videonya sampai aku upload ulang ke youtube aku. Tapi ternyata gak bisa diplay. Dianggap video apa gak tau sama Youtube :(.
Kehidupan Kita
Pada dasarnya, sebenarnya mungkin inilah yang dialami setiap orang pada saat ini. Masing-masing merasa overwhelm, gak berdaya, gemas, campur aduk dengan yang terjadi di “depan mata” sama sesama muslim di Palestina. Di sisi lain, kehidupan kita sendiri terus berjalan.
Kita melihat sejarah Palestina sedang berjalan. Namun sejarah kehidupan kita sendiri pun juga sedang berjalan.
Apakah kita mencukupkan diri dengan melihat sejarah Palestina berjalan atau kita berusaha yang lebih baik lagi untuk kehidupan kita, masa depan dan anak keturunan kita?
cizkah
13 November 2023
Sejak kemarin, banyak rakyat Palestina yang mengungsi melakukan perjalanan yang cukup jauh dengan kondisi yang sangat berat (berangin, kering, minim perbekalan).