Memelihara Ayam

Di Jambi, mertua memelihara ayam. Dua ayam bangkok – jantan dan betina –  yang dibeli dari sepupu suami. Dua ekor lainya adalah ayam kampung  yang habis disembelih ketika kami datang. Kelihatannya memelihara ayam mudah. Sampai di Jogja, ketika memandang halaman rumah dan samping rumah kontrakan kami yang lowong, aku usul ke abang untuk memelihara ayam. Semuanya setuju. Anak-anak senang. Ibu mertua yang diberitahu memberi saran untuk membeli ayam bangkok saja. “Tidak bisa terbang tinggi, ” katanya.

Aktifitas baru Ziyad

Kandang Ayam

kandang ayam
Karena halaman rumah tak berpagar, akhirnyakandang tersebut kami letakkan di samping rumah

Kata tetangga, banyak orang yang menjual kandang ayam. Walaupun pada kenyataannya kami lumayan putar-putar, memang akhirnya kami berhasil membeli di pinggir jalan lumayan dekat dari rumah. Tepatnya  di pinggir jalan ring road utara – antara jalan kaliurang dan jalan monjali – . Harganya Rp 35.000. Bentuknya lumayan lebar dan tingginya sudah disesuaikan dengan tinggi ayam yang paling besar. Lumayan. Lebih murah Rp 5000 dari kandang ayam yang dibeli salah satu tetangga.

Aku pesan ke abang, “Beli 2 ya kalau bisa. Biar yang satu untuk ayam kampung biasa. Septi bilang kemarin harga (ayam kampung) Rp 25.000”

Senangnya waktu abang benar-benar membawakan dua kandang.

Selama beberapa hari kandang itu kosong. Sampai senin malam, abang membawakan dua ayam bangkok yang usianya masih remaja, jantan dan betina. Gak tahu deh itu umur tepatnya berapa. Benar-benar masih baru dalam dunia per-ayam-an. Seminggu kemudian, teman abang yang memelihara ayam bangkok dan sempat abang telpon ternyata membawakan (menjual) salah satu ayam bangkok betinanya. Sayang dia cuma memiliki satu ayam pejantan. Kali ini ayam betinanya sudah besar, bahkan sudah bertelur (saat dalam pemeliharaan teman abang tersebut). Dia jual dengan harga Rp 60.000 juga.

Waktu abang memutuskan untuk membeli juga si ayam betina tadi, aku udah meringis. Apalagi ayam tersebut kemungkinan besar bukan ayam siap potong :D,  “Siapa nanti yang bersihin kotorannyaaa…?”

Si Mbok yang masih sendirian

Praktek Memelihara Ayam

Dari kecil, aku terbiasa memelihara kucing. Aku sudah melihat kucing beranak berkali-kali. Tahu gimana mereka buang kotoran. Gimana perilaku mereka dari kecil sampai besar. Gaya makannya, kesukaannya. Dan lain-lain hal yang berkaitan tentang kucing. Malah waktu kecil punya pikiran kalau sudah besar mau melihara kucing!  Walau akhirnya, sejak menikah “dijaga” banget sama si abang akhirnya ketularan jadi sangat berhati-hati dengan bulu kucing.

Ternyata, memelihara ayam gak semudah yang aku bayangin. Hari pertama, kotoran ayam di bawah kandang rasanya sudah berapa centimeter tingginya. Kata teman abang yang sudah biasa memelihara, ya di bersihkan.

Karena letak kandangnya bersebelahan dengan kamar utama, aku bisa melihat dan mendengar aktifitas si ayam. Waktu hari kedua atau ketiga, di siang hari yang panas, dua ayam remaja itu (belum dikasih nama nih), ribut-ribut seperti mengejar sesuatu. “Astaghfirullah…”  Pas tahu ternyata mereka mengejar-ngejar lalat yang berterbangan, aku langsung buru-buru pakai jilbab dan membersihkan kotoran tersebut. Sebenarnya mudah saja, kandangnya di angkat, kotorannya di sapu dan dibuang ke area belakang rumah. Alhamdulillah juga masih banyak sisa debu merapi, sehingga memudahkan membersihkan kotoran ayam tersebut. Setelah itu aku siram dengan Bayclin untuk menghilangkan bau tidak sedap yang juga mulai masuk ke kamar.

Aku juga masih heran dengan frekuensi makan mereka. Mereka kok makan terus ya? Tengah malam, biasanya terdengar mereka sibuk makan. Makanan mereka cepat banget habisnya. Apa memang semua ayam gitu atau karena makannya tersedia ya?

Kandang ayam di Jambi

Alat Makan Ayam

Aku juga masih coba-coba kasih makan mereka. Ternyata mereka jinak sama aku. Gak matuk-matuk. Padahal ayam bangkok sepengalaman kami di Jambi kemarin suka matuk (apa ini mah semua ayam ya, hihi?). Aku masukin tangan ke kandang juga dibiarin. Sekarang udah terbiasa.

Kalau di Jambi, kandangnya bikin sendiri dan tempat makannya dibuat menjorok keluar dan agak tinggi.Ternyata, ayam itu walaupun tempat makannya isinya sudah makanan semua, mereka tetap mengais-ngais layaknya makan di tanah! Alhasil, makan yang disediakan lebih banyak yang tumpah-tumpah.

Jadi, alat makan  bagusnya yang di gantung . Tempat minumnya juga  tempat minum khusus untuk ayam. (Foto menyusul insyaAllah). Alhamdulillah lagi, semua itu dengan mudah didapatkan di Jogja! Love Jogja pokoknya!

Mandi Debu

Sesekali ayam-ayam ini aku keluarin dari kandang. Mereka langsung mengepak-ngepakkan sayapnya dan berterbangan rendah ke sana kemari. Setelah itu mulai deh mengais-ngais, mandi debu.

Parahnya, mereka suka banget mandi debunya dan ngendon di bawah kandang. Berarti apa coba? Berarti di tempat mereka buang kotoran. Jadi kotorannya bakal mereka kais-kais gitu jadi keluar dari area mandi debu, terus mereka mulai guling-guling deh. Pas masukin mereka balik lagi ke kandang jadi gimanaaa gitu deh.

Baru sekitar dua minggu melihara ayam. Mudah-mudahan sabar ya. Mudah-mudahan dapat pejantannya terus akhirnya ayamnya bertelor hehe. Sampai sekarang masih mikir, kalau sampai ke tahap itu, gimana ya? Gimana ya biar sampai telornya menetas? Gimana ya biar anak-anak ayam itu tetap hidup sampai besar? Tapi pertanyaan-pertanyaan itu masih aku simpan. Belum sampai ke tahap pencarian di Google hehe. Soalnya telornya aja belom ada. Kalau ada yang pengalaman, kasih tahu ya. Jazakumullahu khayron.

Si ayam ABG

Update terbaru (16 Sept 2012). Si mbok aku keluarin. Lucu deh. Masak akhirnya mereka bertiga berperilaku kaya ibu sama anak gitu. Si mbok sama dua ABG itu masuk sendiri ke dalam satu kandang. Salah satu ABG matuk-matuk kecil bulu si Mbok kaya sayang gitu. Hihi…

Buku Menata Hati
Buku Menata Hati [versi cetak]
E-Book Menata Hati di Play Books

One Reply to “Memelihara Ayam”

  1. Aku mau pelihara ayam nich hehehehehe tapi masih bingung 😀

Leave a Reply