Zaman sekarang, kalau ada orang menulis sesuatu yang berkaitan semesta apalagi dengan kata-kata puitis, seakan-akan penuh makna, sebaiknya hati-hati. Contohnya seperti ini:
“Semesta mendukungmu.“
“Biarkan semesta bekerja.”
Belum pernah dengar tentang perkataan ini? Alhamdulillah.
Tapi aku harus sampaikan di awal. Kita harus sangat hati-hati dengan pernyataan ini. Lebih tepatnya, dengan pemahaman yang berkaitan tentang semesta ini.
Zaman sekarang, banyaaak banget pemahaman sejenis ini yang masuk di berbagai buku, caption, dan lain-lain. Salah-salah, kita jadi bisa terbawa dan menganggap ini biasa-biasa aja atau bahkan benar. Akhirnya terlontar dalam ucapan sehari-hari.
Padahal…pemahaman ini, benar-benar bahaya untuk agama kita.
Pengetahuan Sekilas
Aku hanya bahas singkat tentang pemahaman ini ya. Inti dari pemahaman ini adalah konsep law of attraction (hukum tarik menarik).
Ini contoh kalimat yang dipakai untuk menyatakan pemikiran law of attracction:
“Ketika Anda mengharapkan sesuatu baik, sebetulnya seluruh alam semesta akan menyatu membantu Anda mewujudkannya,” Paulo Coelho.
Pemikiran ini juga yang tercantum di buku The Secret. Kesannya, kalimat dan pemikiran ini benar-benar saja, karena manusia diajak berpikir positif. Nanti kalau berpikir positif, kehidupannya bisa akan lebih baik. Karena dari sikap positif itu, nanti terjadilah hukum tarik menarik ke alam semesta. Yang mana kehidupan orang jadi bisa lebih baik.
Salah satu praktek yang juga biasa di”ajar”kan di pemikiran ini adalah, seseorang sebaiknya menulis keinginannya di kertas, biar keinginan itu bisa terwujud. Kalau sudah dituliskan, nanti semesta bekerja untuk mewujudkan keinginan ini.
Kemudian biasanya disebutkanlah bukti-bukti bahwa banyak orang berhasil dengan cara ini.
Aku sebutkan di sini, BUKAN untuk dipraktekkan dan diyakini. Tapi supaya diketahui kalau ada pesan-pesan seperti di atas, maka teman-teman harus sangat hati-hati dan menjauh dari pemahaman ini karena ini sebenarnya sangat berkaitan dengan akidah seorang muslim.
Semesta Tidak Berkuasa
Pemikiran ini sangat berkaitan dengan keimanan dan keislaman kita. Karena…
Allah-lah yang mengabulkan permintaan kita.
Allah-lah yang telah menetapkan takdir segala sesuatu.
Allah-lah yang mengatur segala yang ada di alam semesta ini.
Yang sehelai daun yang jatuh pun, Allah mengetahuinya.
Dengan pemahaman law of attraction yang biasanya diungkapkan dengan kalimat-kalimat semisal “semesta mendukungmu”, “biarkan semesta bekerja”, ini meniadakan Allah sebagai Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu.
Seakan-akan, alam semesta ini bisa bertindak sendiri.
Pertanyaannya yang perlu kita renungi:
- Apakah alam semesta ini ada dengan sendirinya?
- Apakah alam semesta ini punya daya kekuatan sendiri untuk melakukan berbagai hal sistematis dan sinergis setiap waktu?
- Sehingga akhirnya bisa mendukung terwujudnya keinginan seseorang?
Padahal kita bisa dapati jawabannya di ayat yang kita baca minimal 17 kali dalam sehari.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Allah-lah Rabb semesta alam.
Pernah Dilakukan Orang Terdahulu
Penyandaran sesuatu terjadi kepada selain Allah sudah sering dilakukan orang-orang terdahulu. Dan mereka bukannya gak kenal dan paham dengan keberadaan Allah. Persis seperti orang zaman sekarang.
Contoh penyandaran mereka pada bintang-bintang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”هل تدرون ماذا قال ربكم؟ ” قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: قال: ”أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر بي ، فأما من قال: مُطِرْنَا بفضل الله ورحمته، فذلك مؤمن بي كافر بالكواكب، وأما من قال: مُطِرْنَا بنوء كذا وكذا، فذلك كافر بي مؤمن بالكواكب” ((متفق عليه)).
“Tahukah kamu apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?”
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yng lebih mengetahui.”
Beliaupun bersabda, “Dia berfirman, ‘Pagi ini di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang mengatakan, Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah, dia beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang.
Sedangkan orang-orang yang mengatakan, Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini, atau bintang itu, dia kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.” (H.R. Bukhori dan Muslim).
Yang Benar
Yang benar tentu saja kita menyandarkan segala sesuatu kepada Allah. Dengan izin Allah – biidznillah.
Sewaktu kita akan melakukan sesuatu, kita mengatakan, “Insya Allah”, yang artinya jika Allah menghendaki.
Berpikir Positif
Dalam Islam, sebenarnya pun kita sudah diajarkan untuk berpikir positif. Namun penyandarannya tetap kepada Allah.
Allah sesuai persangkaan hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi,
الَ اللَّهُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Aku (tergantung) persangkaan hamba-Ku kepada-Ku” (H.R. Bukhori)
Berprasangka baik itu nanti kaitannya juga dengan amal. Semakin orang berprasangka baik kepada Allah, maka dia akan semakin berusaha memperbaiki amalannya.
Yang namanya sudah berusaha dan beramal, maka tentu saja ada balasannya. Ini sudah janji Allah.
Misal: Seseorang yakin suatu saat bisniskan akan berhasil. Dia terus berdoa. Dia kemudian melakukan sebab-sebab baik sebab yang sifatnya berkaitan dengan din, semisal istighfar, sedekah dll, dan tentu saja juga usaha, gak pantang menyerah dst. Insya Allah akan ada saatnya dia menuai hasil.
Dengan dia berdoa dan berusaha, itu sebenarnya dia berprasangka baik kepada Allah. Dia yakin, Allah yang mengabulkan doa, Allah maha pemberi rezeki dst.
Salah satu praktek berprasangka baik itu juga dengan kalimat positif. Ini dulu sering diceritain Abang ketika awal-awal beberapa kali ketemu dengan ust. Arifin Badri. Beliau sering mengajarkan tentang kalimat positif seperti,
“Jangan bilang malas. Tapi bilang saja, Aku lagi capek. Aku butuh istirahat.”
Contoh lain dari aku,
“Jangan bilang gak sabaran. Tapi bilang saja aku semangat banget mau melakukan ini.”
Ini kaitannya supaya kita gak terperdaya dengan diri sendiri. Jangan-jangan; kita udah bilang malas, gak sabaran, dan kalimat-kalimat yang negatif, sebenarnya untuk pembenaran atas ketidakaktifan kita untuk beramal.
Supaya lebih paham, sabar itu ya sebuah amal. Dan tidak malas juga sebuah amal. Insya Allah dibahas di tulisan lainnya ya.
Menulis Keinginan
Menulis keinginan atau cita-cita dan berharap cita-cita itu terwujud sah-sah saja. Tapi, bukan dengan keyakinan; bahwa terwujudnya keinginan itu karena kita menuliskannya di secarik kertas. BUKAN.
Menuliskan cita-cita itu memang sekadar agar mengingatkan agar tujuan kita lebih tertata. Langkah-langkah kita lebih terjaga.
Ada beberapa kajian yang bahkan menyebutkan tentang ini. Tapi aku nontonnya bareng Abang. Sebagian besar nontonnya udah lama banget. Jadi, sama-sama udah gak tau linknya.
Ada yang perkataan syaikh Aiman, syaikh yang memberi khutbah pembukaan pada mahasiswa Madinah, atau juga seorang syaikh yang diwawancara yang aku gak tau nama syaikhnya.
Langkah menuliskannnya hampir sama. Tuliskan tujuan besar kita 10 tahun lagi mau apa. Kemudian tuliskan langkah-langkahnya.
Poin ini lebih aku pahami di bagian aku menonton wawancara seorang syaikh. Ketika beliau menyebutkan menulis tujuan hidupnya. Beliau berusaha menggapainya.
Ketika ada orang mengajak beliau melakukan berbagai hal, beliau akan melihat catatan tujua hidupnya itu. Kemudian beliau akan berpikir. Apakah ini akan bermanfaat untuk tujuan hidupku, atau sebenarnya malah akan menyibukkanku?
Disitulah ketemu sebab-sebab – dengan izin Allah – keinginan itu terwujud. Karena dia berusaha fokus dan tentu saja selalu dengan meminta pertolongan Allah untuk mencapai cita-cita tersebut.
Jadi, semuanya tetap dengan izin Allah kemudian dengan perantara sebab. Bukan karena semesta bekerja dengan sendirinya.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
cizkah
8 Agustus 2020
Artikel yang sangat bermanfaat, jazakillah khayran
Iya benar, saya juga janggal dengar teman2 saya sering buat komen ttg kekuasaan alam semesta. Saya pinginnya menyadarkan pd tauhid, tapi belum paham asal penyandaran ke alam semsta ini.
Terimakasih atas penjelasannya