Assalamu’alaikum…ukhti…
Maaf…
Sejujurnya aku sedang sedih. Melihatmu yang kini tak seperti dulu.
Mungkin engkau malu padaku, ketika tak kau sangka tegur sapa datang dariku.
Tak usah malu padaku. Itu harapanku.
Malu saja pada Rabb kita. Rasanya itu lebih baik untukmu in sya Allah.
Ukhti…
Sebenarnya…
Ingin sekali kubertanya padamu,
“Apa yang terjadi?”
“Bagaimana bisa jadi begini?”
Bukan untuk mempermalukanmu. Bukan untuk menyinggungmu.
Lebih sekedar untuk pengingatmu. Juga menjadi pelajaran untukku.
Aku pun tak ingin mencelamu. Aku hanya sedih.
Dan berharap tak terjatuh pada musibah yang sama. Maafkan kata-kataku.
Aku ingin sekali tahu…
Jika cadar yang tak lagi dikenakan, aku bisa memahami in sya Allah.
Tapi…
Mengapa kau pendekkan jilbabmu? Jilbabmu yang dulu sudah sesuai syari’at.
Mengapa kau safar sendirian tanpa mahrom?
Mengapa kau…? Ah…mungkin engkau lebih tahu pertanyaan-pertanyaan lain yang ingin kuajukan…
Apa yang terjadi?
Bagaimana bisa jadi begini?
Ukhti….
Sungguh aku ingin meraih surga bersamamu.
Satu pertanyaan lagi yang ingin ku tanyakan…
Apakah engkau akan kembali lagi menempuh “jalan” yang dulu kita tempuh bersama?
Maafkan aku…
Aku pun tak sampai hati menyampaikan ini padamu.
Jikapun kau menemukan surat ini. Maka kau pun tak perlu memberikan jawabannya padaku…
Jawaban itu pada hatimu….
*
“Ingatlah bahwa dalam jasad ada segumpal daging, jika ia benar, maka benarlah seluruh jasad tersebut. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad tersebut. Ingatlah, bahwa ia adalah hati.” (HR Bukhari Muslim)
***
Artikel ummiummi.com
afwan ummi, surat ini ditujukan kepada siapa?