Dakwah itu…pada dasarnya memang harus lembut. Karena dengan kelembutan, InsyaAllah akan lebih baik hasilnya. Pun menghiasi akhlak orang yang sedang berdakwah.
Dakwah kepada orang yang menderita LGBT pun begitu. Karena mereka juga ga semuanya bisa dipukul rata punya sifat yang sama. Tingkat keparahannya berbeda, penyebabnya berbeda dan seterusnya. Maka jika kemudian nasehat disampaikan kepada mereka tanpa nada emosional ataupun kebencian, InsyaAllah akan lebih baik lagi.
Kok aku bisa ngomong gini? Karena aku pernah hampir setahun kenal dengan orang seperti ini. Bertemu langsung. Bahkan – walaupun sedikit – berbicara dengan mereka. Ajaib ya.
Memang banyak yang belum aku ceritakan tentang hidupku. Salah satunya ya ini.
Waktu itu aku masih bekerja di warnet. Sudah pakai jilbab alhamdulillah. Tapi belum kenal sunnah seperti sekarang.
Warnet tempat aku bekerja cuma beberapa puluh langkah dari pasar Sumber Artha. Warnetku menempati blok keempat dari lima blok yang disewakan. Blok ketiga, dijadikan tempat usaha salon. Namanya, Salon Lusi.
Siapakah Lusi?
Sepertinya, dia adalah nama salah satu pendiri salon tersebut. Aku gak pernah tahu nama aslinya. Aku yakin Lusi bukan nama aslinya. Kecuali di dunia ini, ada orang tua yang kasih nama anak laki-lakinya Lusi.
Baca selengkapnya Lusi, Iwan dan LGBT