Perasaan aku lagi agak sedih tadi malam. Qodarullah wa masya a fa’al. Mau cerita tentang tempat tidur anak-anak, ceritanya bahkan belum ditulis, malah tadi malam akhirnya tempat tidur tingkatnya dibongkar. Tempat tidur Ziyad dan Thoriq udah duluan dibongkar bulan Januari lalu.
Aku rasa, sedihnya karena pengeluaran untuk beli tempat tidur ini cukup besar. Pertimbangannya waktu itu juga sudah cukup lama dan dari berbagai sisi. Udah istikhoroh juga. Qodarullah dari awal beli itu memang sudah cukup bermasalah dari sisi barangnya.
اللهُـمِّ اْجُـرْني في مُصـيبَتي، وَاخْلُـفْ لي خَيْـراً مِنْـها
Ya Allah, berilah ganjaran atas kesulitanku ini
dan berikan aku sesuatu yang lebih baik setelahnya. (HR. Muslim)
Flashback Pertimbangan
Aku cerita dulu ya kenapa sih beli tempat tidur. Anak-anak yang sudah mulai besar-besar, mulai ada hal-hal yang harus diubah karena berbagai pertimbangan. Kalau dulu bisa tidur dengan cara gelar kasur berjejer, cara ini gak bisa lagi.
Sebenarnya perubahan ini sudah dimulai ketika Ziyad dan Thoriq mulai mondok dan gak ada bala bantuan untuk menggelar dan mengangkat kasur. Waktu itu aku ubah posisi kasur terbagi 2 aja.
Dua kasur ukuran untuk aku dan kembar, dua kasur untuk Abang dan Luma. Jadi, setiap siang atau malam, cuma 1 kasur aja yang perlu diangkat. Semuanya di ruangan terbuka yah, jadi semuanya bisa tetap saling melihat dan ngobrol walau posisi kasurnya agak beda sedikit. Rumah kami desainnya memang agak beda. Untuk kasur kembar, aku letakkan di celah yang seperti kamar. Waktu itu kembar umur 5-6 tahunan dan masih aku kelonin. Sering juga Abang cuma nemenin Luma di awal kemudian pindah ke kamar sendiri. Begitulah kehidupan dengan anak-anak kecil, memang aku dan Abang jarang tidur berdua selama ada kembar karena pada akhirnya biasanya yang dekat aku tuh Luma dan kembar.
[Ketika akhirnya anak-anak tidur di kasur masing-masing dan aku mulai tidur berdua dengan Abang di kamar, rasa yang muncul ya seneeng ya. Bisa pegang tangan atau badan Abang sebelum tidur, bisa cerita-cerita daan sebagainya]
Sampailah di momen Ziyad dan Thoriq akan pulang karena libur. Aku langsung mikir, gimana caranya biar semua nyaman. Pas juga aku sudah sounding ke kembar untuk tidur sendiri tanpa dikelonin.
Pertimbangan aku untuk Ziyad dan Thoriq adalah karena mereka sudah besar dan butuh “ruang” untuk beraktivitas pribadi. Selain itu tentu saja biar gak perlu gelar-gelar kasur. Karena biasanya Thoriq yang akhirnya ngalah ketika posisi kasur bertumpuk. Aku carikanlah tempat tidur yang bisa digeser (tempat tidur sorong). Bukan tempat tidur tingkat karena badan mereka besar-besar banget.
Sedangkan untuk Luma dan kembar, aku carikan yang tingkat dan ada tambahan kasur geser di bawah (tempat tidur tingkat tiga). Selain karena pertimbangan mereka bisa deket juga tentu saja karena ruangannya terbatas, cuma ada sisa satu celah ruang kosong.
Cobaan
Cobaan itu datang dari awal karena ketika pasang butuh perjuangan. Ketika bagian utama sudah terpasang, ternyata kayu penahan kasur banyak yang terlalu pendek. Padahal bagian ini sangat penting karena menopang kasur yang pada akhirnya sebenarnya menopang badan. Karena terlalu pendek, akhirnya kayu penopang ini sering jatuh-jatuh. Supaya bertahan, kayu-kayu itu kami pasangkan kabel tis.
Belum sampai di situ. Untuk kasur Ziyad dan Thoriq, kayu-kayu itu juga mulai patah satu persatu, karena gak kuat menahan beban.
Setelah setahunan dipakai dan sudah berbagai cara dicoba supaya tempat tidur Ziyad bisa lebih kuat menopang, akhirnya suatu hari ketika masa liburan tiba dan Thoriq di rumah, aku putuskan dibongkar saja. Karena kamar mereka malah jadi berantakan. Karena kenyataan -pahit lainnya- tempat tidur Thoriq gak bisa disorongkan ke bawah tempat tidur Ziyad karena terlalu sempit. Jadilah setiap hari, tempat tidur itu ya berjejer, sempit, berantakan.
Tempat Tidur Tingkat Tiga
Masalah di kasur tingkat tiga gak jauh beda. Kayu penopangnya terlalu pendek, jadi sering jatuh. Cuma kayu penopang di kasur bagian tengah yang cukup bertahan gak pernah jatuh.
Di awal, masing-masing dari Luma dan kembar bergantian mencoba tiap tingkatan kasur, sampai akhirnya secara alami mereka punya pilihan yang cocok. Kholid di kasur paling bawah, Handzolah di tengah dan Luma di atas. Luma menikmati di atas karena dia seperti punya privasi lebih.
Karena ruangan yang sempit, pembersihan ruangan mereka cukup sulit. Sebab lainnya, tempat tidur Kholid juga termasuk yang kayunya berjatuhan. Digeser masuk susah. Akhirnya debu-debu dan kesan berantakan lebih sering terasa dibandingkan rapi dan bersih.
Semuanya itu masih bisa disabar-sabarkan dan diusahakan dibersihkan berkala insya Allah.
Sampai akhirnya, aku mulai khawatir karena tubuh Luma yang sudah sangat besar karena dia termasuk bongsor untuk anak sesuianya. Sudah beberapa kali kayu jatuh yang alhamdulillah jatuhnya pas semua belum tidur. Sebelumnya, aku upayakan dengan memberi dua balok penopang yang sering jatuh dengan dua kabel tis.
Tapi, beberapa hari yang lalu ketika aku berbaring dan melihat sebenarnya kayu-kayu itu sudah menggantung dan hanya bertahan dengan kabel tisnya -bukan bertahan dari kayu kasurnya-, aku sampaikan ke Abang bahwa ini terlalu mengkhawatirkan.
Apalagi yang di bawah adalah Handzolah yang posturnya paling kecil di rumah, karena memang dulu dia lahir prematur dan karena kembar, dia lahir kecil sekali, 1,9kg. Secara perkembangan badannya gak seperti Kholid yang memang doyan makan.
Gak harus nunggu kejadian Luma jatuh nimpa Handzolah dulu kan baru diambil tindakan.
Akhirnya diputuskanlah memindahkan kasur Handzolah dan Kholid ke ruang tengah. Tentu saja rumah jadi PENUH dan BERANTAKAN. Aku juga jadi kesulitan membereskan pakaian yang sudah dilipat atau disetrika karena lemarinya tertutupkan kasur.
Semuanya ini hanya bertahan 2 hari. Selama dua hari itu aku mikir gimana dan akan dipindahkan kemana kasur tingkat ini. Biasanya, ketika memindahkan barang-barang, aku menghitung panjang barang dengan ubin. Kalau cukup, maka aku bisa geser. Ternyata satu-satunya ruangan yang cukup hanya di ruangan poster. Aduh bingung, gimana ini, gak mungkin Luma tidur di ruangan poster. Beresiko karena isinya adalah rak-rak besar tempat penyimpanan berbagai barang dan poster.
Satu ganjalan lagi adalah kasur tingkat ini besar. Alhamdulillah tapi aku beli yang model portable, jadi sebenarnya kasur tingkat ini bisa jadi dua kasur pendek.
Tadi malam, hari ketiga, aku sudah gak tahan lagi dengan kesemerawutan di rumah. Ketika sedang mikir-mikir itulah, aku coba angkat bagian sambungan tempat tidur tingkatnya, dan ternyata MUDAH untuk dipisahkan. Langsung aku gerakkan Ziyad dan Thoriq untuk membantu memisahkan. Aku merasa kalau dipisahkan jadi mudah untuk digeser atau dipindahkan. Abang sedang tidur ketika itu – lebih tepatnya tertidur karena kantuk karena sebenarnya belum jam tidur Abang-.
Ketika berhasil dipisahkan tempat tidur tingkatnya, rasanya cukup melegakan. Ketika dicoba supaya satu tempat tidur bisa tetap terpasang, ternyata tetap gak cukup ruangannya. Keberisikan kami membongkar dan menggeser kasur tentu saja membangunkan Abang. Berlanjutlah akhirnya semua tempat tidur dibongkar dan kayu-kayunya disimpan di samping rumah.
Kasur-kasur Luma dan kembar kembali digelar dilantai. Alhamdulillah dari kasur yang ada di rumah, ada satu jenis kasur springbed sehingga tingginya beda dengan kasur rebounded lainnya. Tadinya, kasur ini untuk Handzolah. Supaya posisi Luma tidur beda dengan kembar, kasur ini diletakkan di pojok ruangan. Kasur kembar dijejerkan di sisi kasur Luma dan setiap siang disusun jadi satu supaya lebih lapang.
Alhamdulillah, ternyata nyaman dan menyenangkan insya Allah untuk mereka.
Aku tahu, selama dua hari Luma tidur di kasur tingkat sendiri, terasa sekali kalau dia jadi seperti gak ada teman bercerita sebelum tidur. Terasa kalau dia seperti kesepian. Ziyad bisa ngobrol dengan Thoriq, kembar seperti biasa seru berdua, aku dengan Abang.
Alhamdulillah ‘ala kulli haal. Semuanya ada hikmahnya.
Sedih itu masih terasa. Semoga Allah mengganti ini (musibah karena sudah ada pengeluaran besar untuk pembelian kasur) dengan yang lebih baik lagi.
Alhamdulillah, rumah jadi terasa lebih lapang. Akhirnya karena pergeseran kasur ini sebenarnya membawa efek pergeseran barang lainnya, siang tadi aku juga membereskan teras. Menyesuaikan dengan kebutuhan meja yang dibutuhkan oleh anak-anak. Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimushsholihaat.
–
Kalau dipikir-pikir, alhamdulillah tempat tidurnya sudah dipakai 1,5tahun. Alhamdulillah. Kalau diinget lagi dan dibandingkan dengan pengeluaran Ziyad di pondok SMA mulai dari masuk sampai biaya saat mengeluarkan, ini jauh lebih kecil. Pengeluaran Ziyad 5-6 kali lipat dari ini dan Ziyad cuma 11 bulan di sana. Alhamduilllah rasa sedihnya dulu malah ga terlalu muncul dari sisi pengeluaran dan insya Allah malah bersyukur.
Sepertinya sedih yang ini karena faktor lainnya yang sulit dijelaskan. Tapi setelah mengingat berbagai hal di atas jadi lebih lapang insya Allah.
cizkah
27 Agustus 2024