Sekitar pukul 19.00 wib, kami keluar dari gedung book fair dan ternyata ada acara bedah buku yang baru saja dimulai. Aku dan abang sempat berhenti sejenak melihat dan mendengarkan sang penulis buku – seorang pria beristri -, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar mencari tempat makan karena hari sudah cukup larut, terutama bagi jadwal makan Ziyad.
Ketika kami menuju tempat parkir dan keluar dari area book fair, sempat terdengar pembicara kedua yang merupakan seorang wanita bersuami – dan suaminya jelas bukan sang penulis itu sendiri – berkata, “Senang bisa bertemu dengan la bla … yang saya rindukan…bla bla.”
Lho…Rasanya langsung ada yang terusik di hati. Agak aneh mendengar perkataan tersebut dari seorang wanita kepada lelaki yang bukan suaminya. Aku berusaha positif thinking…mungkin cuma gaya bicaranya atau gimana gitu. Terus aku coba berusaha menempatkan posisi suamiku sebagai penulis pria. Kok tetap aneh ya. Lalu aku berusaha aku sendiri yang ditempatkan sebagai pembicara wanita. Wah…lebih aneh lagi kalau gitu.
Sepanjang perjalanan ke tempat makan, pikiran itu terus mengusikku. Sampai akhirnya, ketika kami hampir selesai makan, aku gak sangka kalau abang juga merasakan hal yang sama. Tiba-tiba abang ngomong, “Tadi kok pembicaranya bilang, “Bapak… yang saya rindukan ya?”. Huehheheh…”Iyaa! Aku dari tadi juga kepikiran terus.”
Ya sudah deh. Banyak artikel di internet yang menekankan untuk hati-hati dalam menulis apapun (di blog, twitter, status facebook). Tapi kayanya di dunia nyatapun harus demikian ya.
Ah mungkin si pembicara wanita sedang grogi atau khilaf kata. Semoga Allah menghindarkan kita dari kesalahan yang sama.