Adab Mendengarkan Murottal Al-Qur’an

Saat membahas tentang tips memperdengarkan Al-Qur’an untuk anak-anak untuk memudahkan proses menghafal, beberapa kali aku mendapat pertanyaan terkait dengan ayat 204 di surat Al-A’raf.

وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Pertanyaannya, gimana kalau anak main, apa tetap distel? Bukannya nanti berarti gak mendengarkan baik-baik? Untuk menjawab pertanyaan ini, biasanya aku memberi jawaban umum yang intinya, kalau ragu ya gpp silakan gak pakai cara ini.

Aku khawatir kalau aku memberi jawaban, sifat jawabanya tetap akan tetap kurang kuat dan terkesan jadi pembenaran. Karena cara ini pun bukan aku sendiri yang memulai. Tapi mengikuti cara yang telah dilakukan sebagaimana telah aku jelaskan di tulisan pertama tentang ini, judulnya: Tips Cara Memperdengarkan Al-Qur’an; Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an (Dengan Speaker)

Pernah aku merasa sedih sekali, karena dari pertanyaannya tersirat bahwa kegiatan mendengarkan Al-Qur’an untuk anak-anak atau yang aku lakukan untuk diri aku pribadi, berarti kurang baik dan kurang memuliakan Al-Qur’an.

Yang paling bikin sedih sebenarnya kalau ternyata aku beneran mesti meninggalkan aktifitas mendengar Al-Qur’an ini di keseharian.

Sebagai contoh, ketika aku akan menyiram tanaman bersama anak-anak di halaman. Karena aktifitas ini cukup lama dan anak-anak dalam suasana senang, insya Allah sangat baik untuk mendengar Al-Qur’an. Aku sendiri gak ingin pikiranku melanglang atau malah jadi melamun. Langsung aku stel murottal.

Waktu masak, bisa saja aku mengulang-ngulang dari satu ayat yang aku download dari website everyayah. Aku stel untuk pengulangan tanpa henti. Atau aku stel bacaan-bacaan murottal dari qori ketika aku merasa sedang mendapat pekerjaan di depan komputer yang cukup berat. Karena aku merasa hatiku jadi tenang dan jadi bersemangat untuk bekerja.

Apakah aku harus meninggalkan ini semua dan menunggu punya waktu khusus murni hanya untuk mendengarkan Al-Qur’an. Aku sedih setiap muncul pertanyaan ini. Aku merasa gelisah tapi tak merasa cukup ilmu untuk menjelaskan.

Alhamdulillah, Allah beri petunjuk. Jawabannya bahkan dari seorang muqri yang sangat berilmu di zaman ini. Seorang muqri seperti syaikh Ayman atau syaikh Syekh Ahmad Isa Al-Ma`sharawi. Beliau adalah syaikh Abdur Rashid Ali Sufi. Nama Sufi di belakang bukan berarti beliau memiliki pemahaman atau tokoh sufi. Tapi memang nama keluarga beliau ya. Beliau termasuk di antara ulama; muqri untuk qiroah ‘asyro.

Sebenarnya Abang udah pernah menyampaikan faidah ini secara lisan. Sudah mengirimkan videonya juga ke whatsapp keluarga. Tapi karena aku pikir itu video panjang, aku gak langsung stel. Aku juga belum sadar bahwa poin yang disampaikan syaikh sesuai dengan pertanyaan yang kadang masuk terkait ayat surat Al-A’raf di atas.

Sampai beberapa waktu yang lalu, saat bersih-bersih hp, aku tonton video tersebut secara khusus. Ya Allah, bahagianya aku karena ternyata isinya adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku gak perlu menyusun atau memberi jawaban ke orang-orang yang bertanya dengan kalimat aku yang faqiir – siapalah aku ini?

Masya Allah.

Di video ini, beliau menceritakan proses beliau menghafal Al-Qur’an. Awalnya beliau sering dibawa oleh ayahnya ke halaqah Al-Qur’an dimana tiap orang membaca 1 juz. Kegiatan mendengarkan bacaan Al-Qur’an jadi seperti sesuatu yang wajib. Ternyata, lama-kelaman beliau seperti sudah hafal dengan Al-Qur’an.

Jadi, beliau berpesan untuk memperbanyak mendengarkan Al-Qur’an. Walaupun ketika kita sibuk. Ini gak bertentangan dengan ayat Al-Qur’an. Karena kita sudah niat mendengarkan Al-Qur’an. Sedangkan kegiatan yang kita lakukan memang wajib kita lakukan. Misalnya mengendarai mobil, memasak atau yang lainnya.

Alhamduilllah, setelah mendengar jawaban dan penjelasan beliau, baru bisa aku ceritakan bagaimana penerapan kami sehari-hari. Karena yang ragu melakukan, mungkin belum pernah melakukan sehingga mungkin dalam bayangannya prakteknya akan seperti kurang adab dan melalaikan Al-Qur’an.

Yang kami lakukan, saat menyetel Al-Qur’an adalah dengan niat mendengarkan. Bacaan itu akan kita dengar dan merasuk. Bahkan kadang kita ikut membaca. Karena memang kita niat untuk mendengarkan. Berbeda dengan seseorang yang mungkin sekedar menyetel di toko – seperti menyetel musik – kemudian meninggalkannya, sekedar dalam rangka biar ada suara di tokonya atau semisal itu. Ini hal yang sangat berbeda.

Yang kita lakukan saat memasang murottal Al-Quran saat kegiatan sehari-hari ini juga bukan sesuatu yang sifatnya di luar kendali kita.

Kalau memang ada saat-saat kita ternyata mau ngobrol dengan suami atau ada keadaan-keadaan yang terlihat bahwa Al-Qur’annya sepertinya kurang didengarkan, maka bacaan murottal bisa dihentikan. Sesederhana itu sebenarnya.

Karena, terkesan ketika memasang murottal Al-Qur’an, ya sudah, hiduuup terus tanpa henti. Padahal insya Allah engga. Di tulisan aku yang pertama tentang memperdengarkan Al-Qur’an ke bayi, sebenarnya sudah aku tuliskan juga, ketika saatnya menyimak hafalan anak-anak, maka murottal aku matikan.

Bayangkan ketika kita dalam keseharian sibuk sekali. Padahal kita juga perlu punya waktu lainnya untuk untuk menghafal dan mengulang-ngulang hafalan. Untuk dapat momen mendengarkan khusus tanpa aktifitas lain, mungkin hanya bisa beberapa halaman. Ini malah jadi membatasi diri sendiri dan menghilangkan kesempatan untuk banyak mendengar Al-Qur’an. Seperti aku ceritakan di berbagai postingan. Bahwa ketika sedang menghafal atau suka dengan suatu bacaan tertentu, sehari entah bisa berapa kali aku mendengarkan bacaan dari seorang qori.

Yang aku rasakan, alhamdulillah, dengan diawali mendengar bacaan Al-Qur’an yang berulang-ulang, anak-anak sangat mudah saat proses selanjutnya dalam menghafal Al-Qur’an.

Untuk anak-anak, sebagaimana pendidikan lainnya, semuanya berproses. Bahkan saat mereka mulai menghafal bukan berarti langsung duduk diam penuh adab. Bisa saja mereka membaca sambil mereka bermain. Begitupun saat mendengarkan Al-Qur’an.

Mungkin – kita mengira mereka tidak mendengar. Kenyataannya, insya Allah mereka MENDENGAR dan MENANGKAP bacaan-bacaan murottal yang kita pasangkan untuk mereka. Kita orang tuanya sudah meniatkan ketika memasang Al-Qur’an untuk mereka dengarkan dan kita pun biasanya juga ikut mendengarkan. Di pasang di saat-saat yang memang tepat untuk mereka dengarkan. Kita yang tahu adabnya, maka kita yang mengusahakan agar bacaan Al-Qur’an yang kita pasang menjadi bagian yang bisa mereka tangkap diantara aktifitas mereka.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Sekali lagi, jika ada yang kurang setuju dan tidak merasa cocok dengan cara ini, maka cara ini bukan kewajiban. Semoga Allah mudahkan kita dan keluarga kita menghafal Al-Qur’an.

Salah satu momen syaikh Abdur Rashid Ali Sufi membaca Al-Qur’an di sisi syaikh Ahmad Isa Al Ma’sharawi.

cizkah
Jogja, 12 Desember 2021-

2 Replies to “Adab Mendengarkan Murottal Al-Qur’an”

  1. Jazakillaahu khayran umm.

    Sempet ragu juga, pernah ada yg bilang gitu ke ana, tp kok kalau ga sambil denger Al-Quran kerasanya bentar bgt interaksi sama Quran-nya. Alhamdulillaah dah dpt jawabannya

  2. Maasya Allah…
    Ini sama banget mba dengan aktivitas kami di rumah. Niatnya bukan untuk sekedar nyetel, tp memang untuk ibadah. Menguatkan hafalan, menambah hafalan, tadabbur.

    Dulu, waktu kuliah dan berkecimpung di organisasi dakwah Al Qur’an, ana juga pernah dapet nasihat perihal ini dari seorang ustadz. Yang menyarankan untuk tidak menyetel murattal alQur’an saat orang2 tidak fokus. Kecuali jika ada orang yang memang fokus mau mendengar.

    Dan ana juga dapat fatwa dari bbrp asatidz bahwa boleh menyetel murattal meski sambil beraktivitas. Namun jika dirasa sudah kurang kondusif maka dimatikan.

    Wallahu a’lam..

Leave a Reply