Rasanya, pekan ini adalah pekan yang sangat intensif buat aku ngobrol, sharing, mentoring Ziyad. Hal yang jadi bahasan banyak banget dan momen dalam satu hari itu macem-macem. Ada yang model dimarahin, ada yang model dinasehatin, ada yang model ngobrol tapi dikasih insight-insight dan encourage. Padahal pingin dicatet, tapi ternyata udah terjadi obrolan baru.
Insya Allah mau aku catat yang masih bisa diingat sesuai topik obrolannya.
–
Salah satu obrolan terkait proses belajar Al-Qur’an yang masih berjalan sampai sekarang (masuk bulan keempat alhamdulillah). Namanya Ziyad juga masih belajar, perlu mentoring di sepanjang perjalanan ini dari berbagai sisi.
Makanya kalau seorang yang lulus SMA/pondok terus mengajar, tiba-tiba dipanggil “Ustadz” (atau “Ustadzah”) dan terbawa ke “feel” yang didapat orang sekitar seakan-akan dia orang yang berilmu dan harus disegani, ini yang harus hati-hati banget ya. Padahal sang anak muda ini juga masih perlu dimentoring, dinasehati dan diingatkan. Kenyataannya hal ini terjadi banget di sekitar kita. Yang lucunya kalau sang anak muda yang dipanggil ustadz dan ustadzah ini juga terkena feel ini dan jadi merasa “tinggi” karena dia merasa -dan terbiasa- “dihormati”. Tapi kali ini aku gak ingin berpanjang bahas ini.
Catatan: Ziyad dipanggil dengan panggilan “Bang Ziyad” saat mengajar. Yang ini memang sengaja kami sampaikan di awal dalam rangka menghindari rasa tinggi ini insya Allah.
–
Nasehat untuk Ziyad kali ini tentang sabar dalam menghadapi berbagai karakter belajar anak. Apalagi usianya beragam, karakter berbeda, latar belakang masing-masing keluarga juga berbeda.
“Ziyad, ini kesempatan Ziyad untuk belajar sabar, berpikiran positif.”
“Jangan udah berlalu waktu, ya udah tetep jadi orang yang ga sabaran.”
“Ada orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan kemudian sikapnya bukannya makin sabar dalam mendidik, ternyata tetap berkelanjutan gak sabaran atau bahkan kasar. “
“Kalau melihat yang seperti itu, yang pertama apa? Kita berdoa supaya dihindarkan dari sifat yang sama*…karena kita ga bisa merasa aman (dari sifat dan akhlak yang buruk).”
Maksud aku jangan sombong ngerasa tuh orang jelek amat akhlaknya. Kita sendiri harus merasa khawatir makanya jangan sampai kita bersikap seperti orang tersebut.
“Yang kedua, kita juga belajar supaya ga terjatuh di kesalahan yang sama.”
Artinya, kita harus berusaha dan berlatih supaya gak seperti orang yang seperti itu.
“Sabar itu dengan berusaha sabar.”
“Lembut itu dengan berusaha lembut.”
“Ga bisa tiba-tiba sabar gitu aja.”**
“Sama aja misal seorang ibu yang mendidik anaknya. Kan sering tuh, nyerah dengan ngomong, ‘Aku tuh orangnya ga sabaran.'”
“Padahal semuanya itu berproses. Apalagi menjadi seorang ibu.”
Abang juga nambahin faidah, “Bersabar di atas kesabaran.”
Malamnya, Abang cerita kisah selengkapnya siapa sosok yang mengucapkan itu dari kisah seorang ulama. Tapi sepertinya karena konteksnya berbeda, insya Allah untuk cerita Ziyad aku cukupkan sampai di sini.
* Pakai doa terhindar dari musibah yang sama saat melihat musibah yang ditimpakan ke orang lain.
** Ini sesuai hadits Rasulullah ﷺ:
«إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَإِنَّمَا الْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ، وَمَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ، وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوقَهُ»
“Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar, dan sesungguhnya sifat santun (hilm) itu diperoleh dengan berlatih untuk bersikap santun. Dan barang siapa yang berusaha untuk mendapatkan kebaikan, maka dia akan diberi, dan barang siapa yang menjauhkan diri dari keburukan, maka dia akan terhindar darinya.” (Syaikh Al Bani menshahihkannya di Silsilah Shohihah hal: 342)
cizkah
Senin, 22 Juli 2024
Jogja, 21.01 wib