Hampir gak pernah nge-go fo*d. Karena kami pernah nge-fo*d… Sekali 🙂
Waktu itu, seingat aku, masih awal-awal muncul go fo*d. Abang masih ragu-ragu dengan hukumnya. Dalam arti -ragu- di sini adalah Abang gak meyakini bolehnya secara syariat berdasar ilmu yang sudah Abang pelajari.
Ketika akhirnya merasakan order bakso lewat go fo*d, – yang itu pakai uang drivernya dulu -, semakin yakinlah Abang untuk gak menggunakan “fitur” ini di kehidupan kami.
“Gpp, biar Abang yang beli (makanan yang dimau) keluar. Insya Allah gak masalah.”
Sampai suatu waktu, Abang sedang menemani ustadz Arifin Badri yang sedang ke Jogja. Salah satu yang didiskusikan masalah go fo*d ini. Alhamdulillah penjelasan ustadz juga sesuai dengan yang Abang yakini dan amalkan.
Mungkin ada yang sudah tahu atau belum tahu, bagaimana kisah-kisah driver yang dicancel sepihak oleh pemesan makanan? Atau kisah pemilik panti asuhan yang sering kedatangan driver saat tengah malam. Mengantarkan makanan yang sudah terlanjur terbeli tapi gak dituntaskan oleh pemesan (order fiktif) karena salah satu syarat agar uang driver diganti adalah dengan memberikan makanan tersebut ke panti asuhan.
Syariat selalu bahas suatu hukum yang sifatnya umum, dalam arti melindungi secara umum hak-hak manusia dari berbagai sisi. Bukan perseorangan, semisal “Yang penting kalau aku mah ga ada niat dzolimi driver.” Atau pikiran, “Aku mah ga ada niat hutang. Kalau aku mah pasti bayar.”
Kemudahan-kemudahan duniawi memang sangat menggoda. Bisa jadi celah kita pun bermudah-mudah dalam perkara yang terkait orang lain. Agar hidup kita sendiri semakin mudah.
Termasuk sejenis dengan go fo*d, kami juga gak menggunakan go ma*t. Waktu ada yang membagikan info tentang kemudahan go ma*t, yang aku tanyakan adalah, “Konsepnya seperti go fo*d atau go send?”
Ketika dijawab, “Go fo*d.”
Aku langsung bisa mengambil kesimpulan bahwa berarti insya Allah gak pakai fitur ini juga. Alhamdulillah, selama ini Allah mudahkan bisa memesan di warung dekat rumah.
Kalau go send boleh? Insya Allah, untuk fitur ini, lebih sesuai dengan hak masing-masing. Kita tuntaskan akad jual beli kita dengan penjual atau pembeli. Kemudian kita memesan driver untuk mengambil pesanan kita. Sehingga akad kita ke driver memang hanya jasa.
Untuk lebih jelasnya, alhamdulillah ada penjelasan tentang ini. Aku cantumkan dari dua sumber dan aku copy paste di sini langsung menjaga kemungkinan dari sumber aslinya hilang atau websitenya mati.
[Mulai Kutipan]
Penjelasan 1
Hukum Go F*od! Boleh atau Tidak?
Pertanyaan #73
Fulan (Bandung)
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, ana mau menanyakan tentang hukum go f*od bagaimana?
Manakah Pendapat yg kuat! Apakah diperbolehkan atau tidak?
ﺑَﺎﺭَﻙَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻚ
Jawaban :
Bismillah,
Ikhwah a’azzaniyallaah wa iyyaakum ajma’iin
Hukum asal mu’amalah dalam Islam adalah dibolehkan, sampai ada dalil yang melarangnya. Terkait dengan layanan antar makanan online (Go-Fo*d/Grab Fo*d) memang menjadi bahasan yang hangat.
Pada Tahun 2016, dalam bukunya Harta haram Muamalat Kontemporer, Ustadz Erwandi Tarmidzi hafizhahullah pernah menyebutkan bahwa transaksi Go-Fo*d dibolehkan karena tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Namun pada Agustus 2017 beliau mendapatkan informasi dari sahabat pemilik merchant yang bekerjasama dengan Go-Jek yang dalam MoU-nya melarang merchant untuk menampilkan besaran jumlah bagi hasil, dan untuk setiap pemesanan dan pengantaran melalui fitur Gojek, merchant membayar 15% dari jumlah harga makanan dan minuman kepada gojek.
Bila demikian adanya, maka menurut beliau hukum Go-F*od berubah menjadi haram karena mengandung unsur riba. Driver meminjamkan uang 85%, dibayar konsumen 100%, maka 15% itu adalah riba.
========
Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullah mengutip kaidah Fiqh yang disampaikan al-Kurkhi,
الأصل أنه قد يثبت الشيء تبعاً وحكماً وإن كان يبطل قصداً
“Hukum asalnya, terkadang ada sesuatu diboleh-kan karena mengikuti, meskipun batal jika jadi tujuan utama.”(al-Wajiz fi Idhah Qawaid Fiqh, hlm. 340).
Dari kaidah tersebut, bila dikaitkan dengan akad go f*od atau go mart, pada dasarnya utang yang dilakukan pelanggan, sama sekali bukan tujuan utama akad. Itu menurut beliau adalah efek samping dari akad antar pesanan makanan/barang. Sehingga tidak diperhitungkan. Sebenarnya pelanggan juga tidak ingin berutang, karena dia mampu bayar penuh. Sementara driver juga tidak membuka penyediaan utang, karena bagi dia, talangan resikonya lebih besar. Sementara niat mempengaruhi kondisi akad.
Oleh karena itu, jika alasan dilarangnya transaksi go-f*od itu adalah dalil larangan menggabungkan transaksi jual beli dengan utang, tidak dapat diterapkan pada kasus ini.
Namun yang menjadi larangan diharamkannya transaksi go f*od dan grab food ini adalah adanya unsur riba di dalamnya, sebagaimana yang dicontohkan di atas.
Wallaahu ta’ala a’lam
Sumber: https://kajiansunnahbandung.web.id/tag/hukum-go-food/
Penjelasan 2
AGAR TANSAKSI BELANJA VIA “OJEK ONLINE” DIBOLEHKAN OLEH SYARIAT…
Pertanyaan :
Bolehkah menggunakan aplikasi G*jek yang G*food dan G*mart, dimana pengemudi G*jek “membayarkan terlebih dahulu” barang-barang yang ingin dibeli, baru kemudian pemesan akan membayarkan nilai barang itu dirumah + jasa pengantaran ?
Jawaban :
Dalam kasus G*food, G*mart, berarti seseorang “berhutang terlebih dahulu” kepada pengemudi G*jek tersebut dan disini bisa saja terjadi beberapa kemudharatan :
(1). Ada kemungkinan terjadinya kezholiman, yaitu bisa jadi pengemudi G*jek itu ditipu, dimana pemesan sengaja menghilang atau tidak mau membayar nilai barang yang telah dibeli + jasanya.
(2). Jika pengemudi G*jek membayarkan terlebih dahulu barang-barang yang ingin dibeli, baru kemudian pemesan membayarkannya di rumah, berarti pemesan telah “berhutang” kepada pengemudi G*jek.
“Seandainya” total barang yang harus dibayar pemesan lebih dari nota pembayaran yang seharusnya maka terjadilah transaksi riba, karena pengemudi G*jek telah mengambil keuntungan dari pinjaman atau hutang.
Bukankah keuntungan dari pinjaman adalah riba ?
“Setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan atau adanya tambahan uang sekian persen dari pinjaman uang awal maka itu adalah RIBA. Ini adalah ucapan sahabat-sahabat Nabi seperti Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Salam, Anas bin Malik, Fudhalah bin ‘Ubaid” (lihat Majmu’ Fataawaa oleh Ibnu Taimiyyah 29/334).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
“Setiap hutang yang dipersyaratkan adanya tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama” (lihat al-Mughni VI/436)
(3). Terdapat penggabungan 2 (dua) aqad dalam 1 transaksi.
Dimana di satu sisi pengemudi G*jek telah memberikan hutang kepada pemesan dan di sisi yang lain ia pun telah mendapatkan jasa dari pengantaran barangnya.
Maka disini terdapat penggabungan antara aqad hutang dan jasa secara bersamaan, dan hal ini terlarang dalam syariat dan dapat membuka celah terjadinya riba.
Rasulullah shallallau ‘alayhi wasallam bersabda :
“Tidak halal menggabungkan antara piutang dan aqad jual beli (jasa)…” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, an-Nasaa’i dan al-Hakim, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 7644, hadits dari Ibnu ‘Amr).
Dan hal ini juga yang menjadi alasan, kenapa pegadaian syariah dikatakan tidak sesuai syariah dan terlarang, yaitu adanya penggabungan 2 aqad dalam 1 transaksi :
(A). AKAD HUTANG (qardh) oleh nasabah kepada pegadaian syariah.
(B). AKAD IJARAH, yaitu akad jasa di mana pegadaian syariah menyewakan tempat dan memberikan jasa penyimpanan kepada nasabah atas barang jaminannya.
Agar transaksi ini dibolehkan oleh syariat, maka :
(1). Hendaknya dibuat aqad pada saat pemesanan, yaitu aqad janji untuk menjual dari pengemudi G*jek dan janji untuk membeli dari pihak pemesan dengan syarat janji itu tidak mengikat.
Sehingga yang terjadi adalah 1 aqad, yaitu aqad jual beli, dimana terjadi kesepakatan harga dan keridhaan antara pengemudi G*jek yang berhak mendapatkan keuntungan dan pemesan.
(2). Pemesan bisa langsung menghubungi tempat pembelian barang dan membayarnya dengan transfer m-banking dll. Lalu pengemudi G*jek akan mengambil barang itu dan mengantarkannya ke rumah dan ia berhak mendapatkan jasa ketika telah mengantarkan barang tersebut.
Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى
Sumber: https://bbg-alilmu.com/archives/30357
[Selesai Kutipan]
Selesai penjelasan dari dua website dibatasi garis di atas.
Tulisan ini sebenarnya disusun sejak 11 April 2022. Tapi aku merasa ada yang masih mengganjal karena ingin memastikan alur order di go f*od.
Alhamdulillah aku bisa bertanya ke seseorang – dulunya tetangga dan juga jadi teman aku – yang berjualan makanan dan menerima order go fo*d.
Ketika ngobrol dan aku tanya-tanya tentang bagaimana sistemnya (karena aku cuma sekali pakai dan gak yakin secara alur sistem pembayarannya dan bisa jadi ada perubahan), ternyata Dayu – nama tetanggaku ini, sudah meninggalkan menerima order lewat sistem go fo*d. Jadi, jualannya kembali lagi cara alami aja, terima order dari wa – seperti aku biasa dulu memesan ke dia.
Alhamduilllah setelah tanya beberapa kali, aku jadi lebih jelas. Bahwa memang benar, nanti pembayaran yang diterima ke penjual gak full sesuai harga yang tercantum. Jadi, misal Dayu jual Rp 10.000, dia hanya dapat 8.000. Jadi, kalau pakai sistem COD dimana pakai uang driver dulu, berarti sebagaimana yang dijelaskan di penjelasan pertama, yaitu ada unsur riba.
Tapi, model pembayaran yang Dayu terima dari driver selama ini gak ada yang cod. Jadi, pembayarannya lewat aplikasi gojek. Yang ini berarti kemungkinan pakai sistem go pay atau sistem pembayaran lainnya.
Sistem pembayaran lainnya, aku kurang tahu skemanya seperti apa. Yang aku tangkap hanya tampilan awal saat akan menyelesaikan pembayaran, maka tampilannya adalah seperti ini:.
Skema pembayaran dengan metode selain cash bisa jadi lepas dari kemungkinan dari satu jenis riba, tapi bisa masuk ke jenis riba yang lainnya. Dalam hal ini, hampir semua metode pembayaran menawarkan potongan diskon yang kita tidak boleh mengambilnya. Bagi yang belum paham bisa melihat video dan penjelasan alur (hakekat) di balik gop*y atau semisal itu.
‘Ala kulli haal, intinya lebih supaya ke hati-hati. Karena yang haram itu jelas dan yang halal itu jelas, dan yang ragu-ragu sebaiknya ditinggalkan. Apalagi kalau kemudian ternyata ada kemungkinan riba di dalamnya – bukan karena dua transaksi dalam satu akad. Kalau sudah masalah riba, lebih menakutkan lagi karena berarti kita ambil resiko akan perang sama Allah.
Sebenarnya, dari penjelasan ust Najmi (penjelasan kedua) itu adalah sebab awal kami berusaha berhati-hati tidak menggunakan fitur ini. Tapi membaca penjelasan pertama, jadi lebih jelas lagi keharusan untuk lebih berhati-hati karena ada unsur riba-nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ اَلرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى اَلرِّبَا عِرْضُ اَلرَّجُلِ اَلْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” [Ibn Majah reported it in a short form and al-Hakim in a complete one. The latter also graded it Sahih (authentic)]. (Lihat: https://sunnah.com/bulugh/7/64)
Oh iya, sebagai bagian dari bahasan ini, sampai saat ini kami juga gak menggunakan go p*y atau semisal itu. Alhamdulillah tetap bisa menjalankan transaksi online. Insya Allah sudah cukup dengan rekening bank – yang ini pun kita juga harus hati-hati.
Terus gak bisa dapat poin-poin atau keuntungan dari go p*y atau yang semisal itu dong di marketplace? Justru kita gak boleh ngambil itu :). Sebagaimana sudah pernah aku bahas di tulisan lainnya.
Efek dari Gak Nge-go fo*d.
Kalau gak pernah merasakan “nikmatnya” dan “mudahnya” nge-go fo*d, alhamdulillah jadinya ya alami aja seperti kehidupan dulu sebelum ada model semacam ini. Kalau mau beli makanan, beli sendiri keluar. Syukur-syukur kalau ada tetangga yang jualan makanan seperti Dayu di atas. Jadi, kalau udah mentok banget ternyata dadakan pingin lauk lain, aku pesan lewat whatsapp, nanti anak-anak yang ambil atau kadang diantar langsung oleh Dayu.
Alhamduilllah, Allah beri rasa cukup dengan makanan yang di rumah, atau makanan yang dijual dekat rumah. Anak-anak terbiasa juga dengan makanan di rumah yang aku masak. Alhamduilllah, selama Ramadhan kemarin, baru hari ke-28 aku beli lauk, karena waktu itu aku lagi ngerasa super capek. Efek dari Kholid yang sempat sakit dan kami bawa ke UGD jam 2 pagi, Aku juga sedang ada kebutuhan untuk keluar membeli beberapa kebutuhan, jadi sekalian beli keluar.
Yang aku baru sadar itu, ketika awal Ramadhan (15 April 2022), aku lagi lemas karena ternyata mau masuk masa haid. Tapi aku cerita di instagram sambil berbagi resep masakan yang super simple dan bisa dikerjakan santai dan gak mesti banyak energi keluar.
Ternyata ada yang ngedm aku dan bilang, “Mba Siska lemes tapi tetap masak sendiri.” Kalau dia, udah bakal langsung beli lauk.
Aku langsung ketawa, dan jawab, sebenarnya udah ditawari Abang untuk beli lauk. Tapi aku tolak. Aku tanya ke Abang, harga ayam goreng yang mau dibeli berapa. Berarti kalau dikali 8-9 potong ayam jadi total 90r-100rb untuk satu kali makan. Aku bilang gak usah aja.
Sebenarnya, kalau dalam kondisi udah super duper mentok, aku bakal terima tawaran itu. Tapi pada saat itu, aku masih ngerasa sanggup. Dan sebenarnya punya rencana lain. Aku pinginnya, esoknya, hari Sabtu, ketika Ziyad sudah pulang dari pondok, Abang beli sate padang. Aku lagi pingin banget sate padang. Kalau hari itu beli lauk, besoknya beli lagi jajanan “mahal” sate padang, bakal boros. Karena pengeluaran lain-lain selain lauk itu kan ada tiap hari.
Ternyata, sampai hari ini, 3 Syawal (4 Mei 2022), kami belum berhasil makan sate padang, hehehe. Tapi, ya gpp. Seperti itulah kehidupan. Berarti insya Allah, kalau gak ngego-fo*d itu juga jadi latihan sabar. Sabar nahan diri dan sabar sampai rezeki itu akhirnya akan sampai juga ke kita insya Allah. Kalau buat Abang yang bakal keluar, berarti jadi pahala untuk berletih-letih untuk membeli sesuatu yang diinginkan istri yang dicintainya ☺️.
Bagi penjual, kisah Dayu semoga bisa jadi semangat. Bagaimana dengan kesederhanaan kehidupan mereka gak membuat mereka “memaksa” berarti harus jualan makanan lewat go f**d untuk mendapatkan rezeki. Abang yang juga sering berkomunikasi dengan suaminya juga tahu, bagaimana sang suami berusaha menjaga diri dari harta yang kurang berkah.
Insya Allah bisa diupayakan sesuai penjelasan ust Najmi di poin 2:
(2). Pemesan bisa langsung menghubungi tempat pembelian barang dan membayarnya dengan transfer m-banking dll. Lalu pengemudi G*jek akan mengambil barang itu dan mengantarkannya ke rumah dan ia berhak mendapatkan jasa ketika telah mengantarkan barang tersebut.
Ust. Najmi
Pada akhirnya, ini sekedar cerita kehidupan kami. Semoga Allah menjaga kita, keluarga kita dan anak keturunan kita dari segala bentuk dosa yang dapat menghalangi kita dari terkabulnya doa atau bahkan menjadi musibah untuk keluarga.
cizkah
4 Mei 2022/3 Syawwal 1443 H