Hasil Diskusi Tentang Imunisasi

Alhamdulillah, setelah aku posting link tentang imunisasi di facebook (yg sayangnya dari segi konspirasi), setelah itu terjadi diskusi antara teman-teman yang mengimunisasi anaknya dan yang tidak. Kebetulan aku juga kmrn baru aja posting tentang itu, dan di postingan tsb, aku cuma nyebut sekilas tentang link tsb karena memang keputusan kami untuk gak mengimunsasi Ziyad 3th yang lalu bukan karena itu (konspirasi dsb). Namun, alhamdulillah hasil diskusi ini insya Allah tidak akan menyinggung hal-hal yang berkenaan dengan konspirasi dsb. Semoga dengan membaca artikel ini, yang masih bingung bisa menetapkan apakah dia memilih tetap mengimunisasi atau tidak.

Kesimpulan Ringkasnya:

Yang mengimunisi: yakin dengan kehalalan vaksin dan atau  ridho anaknya terinjeksi vaksin tsb secara kontinyu.

Yang tidak mengimunisasi: tidak yakin dengan kehalalan vaksin dan atau kurang ridho anaknya terinjeksi vaksin secara kontinyu.

Kenapa tidak aku cantumkan masalah darurat di sini? Kita perjelas satu persatu dibawah ya hasil kesimpulan tsb.

Oh ya, yang perlu diingat bahwa insya Allah ketika kita menemukan saudara kita memutuskan hal yang berbeda dengann kita, maka tidak perlu gundah gulana dan emosi ataupun memaksakan pendapat kita, karena masing-masing pihak insya Allah telah mempertimbangkan secara masak dan alasannya adalah berkisar di kesimpulanku di atas.

PENCEGAHAN

Dari diskusi tersebut, yg perlu diingat adalah keputusan ortu utk mengimunsasi atau tidak mengimunisasi tapi menggunakan thibbun nabawi adalah dalam rangka pencegahan terhadap berbagai penyakit yang dikhawatirkan mengenai anak.

Pencegahan, pencegahan dan pencegahan.

Jadi BUKAN memastikan bahwa dengan vaksinasi atau penggunaan thibbun nabawi akan menghindarkan anak dari penyakit itu sepenuhnya.

Hal ini karena kita ketahui pemberian vaksin tidak memastikan bahwa anak akan tidak terkena penyakit yang dikhawatirkan. Kalo yg pake thibbun nabawi pun insya Allah mengetahui bahwa penggunaan itu sekedar pencegahan dan bukan memastikan anakya akan bebas dari penyakit berbahaya.

Karena kalo sudah memastikan atau menyandarkan sehingga merasa kalo gak vaksin itu gak afdhol dan hati jadi ketakutan thp penyakit yg dikhawatirkan tsb, maka ini adalah suatu kesalahan karena berarti hati sudah menyandarkan pada vaksin tersebut yang berarti bisa jadi secara tidak langsung kita terjatuh dalam kesyirikan. Wal iyyadzubillah.

Jadi di sini adalah dalam rangka melakukan pengobatan yang ini secara hukum asal DIBOLEHKAN dalam Islam.

HALAL

Insya Allah, teman-teman yang memutuskan anaknya diimunisasi YAKIN bahwa vaksin tersebut HALAL untuk anaknya. Baik murni halal secara keseluruhan atau dihukumi halal dengan penjelasan syariat (yg sudah dijelaskan oleh ust. Abu Ubaidah).

Aku sampain secara ringkas di sini DIHUKUMI HALAL karena sebenernya dalam vaksin tsb ada zat haram yg masuk ke dalamnya, namun zat haram tsb telah hilang dalam proses akhirnya (istihlak) atau karena suatu benda yang najis atau haram telah berubah menjadi benda lain yang berubah nama dan sifatnya (istihalah).

Sedangkan yang tidak mengimunisasi ya karena masih tidak yakin dengan kehalalan vaksin itu sendiri.

BAHAN KIMIA

Teman-teman yang mengimunisasi dapat ana simpulkan di sini bahwa ridho vaksin tsb yang dalam prosesnya kita ketahui melalui berbagai proses dan mengandung berbagai bahan kimia. Sedangkan yg tidak mengimunisasi juga dengan pertimbangan kontinyuitas dari masuknya bahan kimia ke tubuh anak inilah sehingga memutuskann tidak mengimunisasi anaknya.

DARURAT

Nah, yang suka agak mengabur ketika berdiskusi tentang imunisasi ini adalah karena dikatakan darurat. Sehingga dengan alasan darurat inilah kalaupun kandungannya haram, maka yang mengimunisasi tetap mengimunisasi anaknya. Padahal alasan darurat ini kurang tepat, makanya kesimpulan aku di atas akhirnya cuma karena keyakinan halal itu teman-teman tetep mengimuniasasi anaknya.

Maka aku jelaskan di diskusi tsb (copy paste aja ya, biar ringkes dan aku tambahin dikit2).

***

Di sini perlu dibedakan antara:
– Tindakan pencegahan
– Darurat

Kalo darurat itu sendiri kan secara mudah kita tangkap adalah ketika kondisi genting, dan tidak ada pilihan lain.

Darurat

1 keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dalam bahaya, kelaparan, dsb) yang memerlukan penanggulangan segera; 2 keadaan terpaksa; 3 keadaan sementara; (sumber KBBI)

Nah, dlm hal ini adalah ketika penyakit sdg mewabah, mewabah di sini, misalnya di satu daerah kita sudah ada yg terkena polio, maka satu kampung tsb kemungkinan sangat perlu diberi vaksin. Ketika  kondisi darurat shg membolehkan yg haram itupun para ulama menjelaskan tidak boleh kemudian kita menggunakan banyak-banyak (misal kelaparan, gak ada makanan selain babi maka makan babi/bangkai).

Kita kan tidak mengatakan bahwa PENCEGAHAN agar kita tidak kelaparan kemudian kita jadi boleh makan babi atau bangkai kan? Atau kemudian ketika kita khawatir akan adanya kemungkinan kelaparan dan kekurangan makanan kita katakan DARURAT kan? Ini adalah dua hal yang berbeda.

Jadi, tindakan pencegahan itu memang dilakukan ketika penyakitnya belum ada dalam arti BELUM dalam keadaaan darurat.

Sama seperti ketika aku ngasih habbatussauda ke Ziyad dlm rangka memperkuat imun dia ini juga dalam rangka pencegahan penyakit krn Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kan juga sudah menyatakan habbatussauda obat sgala penyakit kecuali mati.

Nah, ketika didaerah aku ada yg terkena polio, atau qodarullah anak kita sendiri yg terkena( na’udzu billah, semoga semua anak kita sehat2 aja), baru deh darurat utk vaksin polio utk semua penduduk kampung tsb.

Karena dari vaksin tsb juga kita ketahui gak memastikan anak tidak terkena penyakit tsb.

Jangan Sombong

Kemudian sebagai penutup diskusi antara yang mengimunisasi dan tidak mengimunisasi, aku sertakan hal ini untuk mengingatkan diriku pribadi dan para pembaca diskusi ini (baik yg mengimunisasi atau tidak), bahwa kita benar-benar menyandarkan semuanya sama Allah dan kita tidak boleh sombong dengan sebab yang kita upayakan dalam menjaga kesehatan anak-anak kita (baik dengan cara imunisasi ataupun thibbun nabawi)

Bagi yang mengimunisasi, kemudian anaknya terkena penyakit yg dikhawatirkan, maka ia tidak akan menyalahkan vaksin itu sendiri,

“Kenapa sih gak ngaruh, ini gimana sih kan udah diimunisasi dll”.

Krn memang sudah dijelaskan bahwa vaksin tidak memastikan bebas dari penyakit tersebut dan kita berusaha bersabar menerima takdir yg Allah tetapkan.

Begitupun kepada yang tidak mengimunisasi anaknya dan memilih thibbun nabawi, maka ketika anaknya terkena penyakit yg dikhawatirkan, maka TIDAK BOLEH menyalahkan thibbun nabawi tersebu sehingga mengurangi rasa cintanya pada thibbun nabawi dan kemudian menyalahkan diri dan menyesali, “Coba dulu divaksin yah”.

Krn kembali lagi, semuanya itu telah ditetapkan oleh Allah dan kita berusaha bersabar dan menerimanya.

Dan untuk keduabelah pihak, misalnya pun ketika anak saudaranya terkena penyakit yang dikhawatirkan, juga tidak boleh sombong, misalnya bagi yg mengimunisasi,

“Makanya, diimunisasi dong”,

atau ternyata yang terkena adalah anak yg diimunisasi, maka yg gak mengimunisasi juga jangan sombong,

“Tuh kann…maka pake thibbun nabawi, tetep kena juga kan.”

Sehingga kemudian masing2 pihak lupa berdoa kepada Allah bahwa semua itu -kesehatan dan musibah yg tidak terkena padanya- adalah semata-mata keutamaan dari Allah dan lupa berdoa agar terhindar dari penyakit tersebut.

“Alhamdulillahilladi ‘aafaaniii mimmmab talaaka bihi wa fadhdhlanii ‘ala katsiirim mimman kholaqo tafdhiilaaa”

“Segala puji bagi Allah yg telah menyelamatkan diriku dari musibah yg menimpamu dan memberi keutamaan kepadaku atas banyak orang.”

***

Ini ada pendahuluan yg sptnya pendahuluan dari buku ust. Arifin Badri tentang Imunisasi Syariat dan ini link ke artikel ringkas tentang itu yg juga ditulis oleh ust. Arifin Badri. Insya Allah bisa jadi bahan pertimbangan yg sangat bagus.

Oh ya…mudah2an ini bisa jadi penutup diskusi ini  😛 hehee…

Ana ingin mengingatkan diri ana pribadi dan para pembaca diskusi ini (baik yg mengimunisasi atau tidak), bahwa kita bener2 menyandarkan semuanya sama Allah dan kita tidak boleh sombong dg sebab yang kita upayakan dalam menjaga kesehatan anak-anak kita (baik dg cara imunisasi ataupun thibbun nabawi)

Bagi yang mengimunisasi, kmd anaknya terkena penyakit yg dikhawatirkan, maka ia tidak akan menyalahkan vaksin itu sendiri, “Kenapa sih gak ngaruh, ini gimana sih kan udah diimunisasi dll”.
Krn memang sudah dijelaskan bahwa vaksin tidak memastikan bebas dr penyakit tsb dan kita berusaha bersabar menerima takdir yg Allah tetapkan.

Begitupun kepada yg tidak mengimunisasi anaknya dan memilih thibbun nabawi, maka ketika anaknya terkena penyakit yg dikhawatirkan, maka TIDAK BOLEH  menyalahkan thibbun nabawi tsb sehingga mengurangi rasa cintanya pada thibbun nabawi dan kemudian menyalahkan diri dan menyesali, “Coba dulu divaksin yah”.
Krn kembali lagi, semuanya itu telah ditetapkan oleh Allah dan kita berusaha bersabar dan menerimanya.

Dan untuk keduabelah pihak, misalnya pun ktk anak saudaranya terkena penyakit yg dikhawatirkan, juga tidak boleh sombong, misalnya bagi yg mengimunisasi, “Makanya, diimunisasi dong.” atau ternyata yang terkena adalah anak yg diimunisasi, maka yg gak mengimunisasi juga jangan sombong, “Tuh kann…maka pake thibbun nabawi, tetep kena juga kan.” dst… sehingga kemudian masing2 pihak lupa berdoa kepada Allah bahwa semua itu (kesehatan dan musibah yg tidak terkena padanya) adalah semata2 keutamaan dari Allah dan lupa berdoa agar terhindar dr penyakit tsb.

“Alhamdulillahilladi ‘aafaaniii mimmmab talaaka bihi wa fadhdhlanii ‘ala katsiirim mimman kholaqo tafdhiilaaa”

“Segala puji bagi Allah yg telah menyelamatkan diriku dari musibah yg menimpamu dan memberi keutamaan kepadaku atas banyak orang.”

16 Replies to “Hasil Diskusi Tentang Imunisasi”

  1. Nah, biar gak merusak tulisan kesimpulannya, aku cerita dari pengelaman pribadi.

    Di diskusi tentang imunisasi, ada teman yang menceritakan bahwa 80% sakit yg diderita anaknya pada 2th pertama adalah krn side effect dr imunisasi. Panas, rewel etc. Blum lagi kalo panik karena panasnya sampe kejang shg harus memasukkan obat kimia lainnya.

    Kemudian setelah dia menceritakan hal tsb aku jadi ngerenung dan tersadar satu hal, alhamdulillah justru Ziyad 2,5th pertamanya jarang bgt sakit (kalo panas dikit da sebentar insya Allah itu mah semuanya juga bisa kena ya).Aku inget cuma 5 kali ke dokter:
    1. Pas baru 1bulan, abis potong rambut gundul, pilek dikit, biasa deh panik ortu bar
    2. Pas ada penyakit kulit di pinggangnya dan gak sembuh2 stlh kita coba dg thibbun nabawi dan dg obat kimia (ternyata salah jenis obat huehee)
    3. Pas dia diare krn ternyata di kampung tsb udah banyak bgt yg kena diare juga.
    4. Pas dia panas gak turun2 yg ternyata karna ada kecenderungan kulupnya menutup dan harus disunat kalo 2bln kedepannya masih muncul panas tingginya. (alhamdulillah tapi akhirnya kulupnya normal lhoo).

    He, 4x ternyata ya.
    Dan dia mule sakit2 itu pas aku masukin ke childcare yg kita tahu tempat yang mudah utk penyakit menyebar biidznillah. 6bln pertama, hampir tiap bln ke rumah sakit,
    1. Sakit mata
    2. Flu batuk
    3. Panas tinggi

    Hampir tiap bulan juga kena flu. Tapi setelah aku baca2 itupun memang natural terjadi pada anak yg baru masuk ke sekolah dan akan membentuk imun/antibodi secara natural walhamdulillah.

  2. Alhamdulillah mulai anak 3 dan ke 4 sudah tidak di imunisasi…
    beberapa waktu lalu saya baca pernyataan seorang petinggi BUMN Farmasi yang menangani masalah pembuatan vaksin di indonesia mengatakan bahwa hampir semua proses pembuatan vaksin terkontanimasi dengan bahan yang dasarnya di buat dari babi… oleh karenanya katanya kalo MUI bilang sebuah vaksin halal (kalo nggak salah inget kasus vaksin bwt jamaah haji) maka kami senyum2 saja (maksudnya orang MUI nggak tahu prosesnya)

    Maka perusahaan yang dia pimpin sekarang merintis benih vaksin yang halal yang dibuat dari bahan nabati… tapi masalahnya butuh waktu 10 – 15 tahun agar vaksin itu bisa digunakan…

    agak menyimpang dari bahasan topik tentang vaksin buat manusia.. kita juga mengenal bahwa vaksin juga untuk binatang ternak: ayam, sapi dll… nah permasalahannya kalo binatang ternak kena vaksin yang mengandung babi.. apa ternak tersebut jadi haram?

    mungkin punya link jawaban untuk itu..

    terimakasih 🙂

    1. Oh ya? Menarik kalau seperti itu, sayangnya kita (terutama saya) sbagai orang awam kalau menyampaikan hal ini mungkin jadi hanya menambah qiila wa qoola (katanya katanya). Padahall di sana orang2 pinginnya “ilmiah”. Mungkin kalau pernyataan itu resmi (yg kayanya gak mungkin ya?), baru pada yakin yg itu brarti kemungkinan besar orang2 akan memilih untuk tidak memvaksinasi anaknya.

    2. oh ya, tentang vaksin utk haji (meningitis), mui gak menyatakan halalnya. Memang mengandung bahan haram namun dihukumi darurat krn kalau tidak disuntik itu juga gak bakal ditrima di sananya. wallahu a’lam
      Tapi sekarang alhamdulillah kabarnya sudah ada yang versi halal.

    3. oh ya, tentang binatang ternak disuntik vaksin (kalaupun itu mengandung yg haram), insya Allah bisa digunakan dua hukum yg sudah saya sebutkan pada artikel. Karena benda yg kita makan adalah ayam (yg hukum asalnya halal). Sdangkan vaksin yg masuk sudah hilang atau berubah bentuk dan sifatnya (jadi tetep daging ayam kan?). Wallahu a’lam

  3. bismillah..
    mau nulis coment panjang tapi udah malem banget pas mbaca tulisan mba nih..

    hmm.. karna za jatuh hati pada “satu opsi” itu mba.. membuat ku pusiiiinggg sepusing pusingnya (sama kayak dr. avie). duuh kuliah bbrp taun mbahas itu kok ya ternyata masih saja ku ragukan,,,
    ‘ala kulli haal alhamdulillah. belajar belajar dan belajar sajalah.

    1. “satu opsi” yg mana ya Za ^^

  4. Terkait vaksin meningitis untuk jemaah haji:

    Kutipan pernyataan Siti Fadilah Supari (Mantan Menkes, sekarang menjabat posisi Anggota Dewan Penasihat Presiden)

    ***

    “Sebelum menetapkan sebuah keputusan (MUI) seharusnya dilihat dulu prosesnya dari awal sampai akhir. Diperbandingkan dengan baik sehingga tidak ada uang negara yang harus keluar lebih banyak,” kata dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP, anggota Dewan Pertimbangan Presiden di acara media workshop mengenai vaksin meningitis yang diadakan oleh Yayasan YARSI di Jakarta, Selasa (3/8/2010).

    …..

    Siti Fadilah menjelaskan, polemik mengenai kehalalan vaksin meningitis memang dimulai dimasa ketika ia menjabat sebagai menteri kesehatan RI tahun 2004-2008. “Waktu itu juga ada surat dari Pemerintah Saudi yang mewajibkan suntik meningitis bagi calon jemaah haji,” katanya.

    Ia menambahkan, di masa itu dirinya memutuskan menggunakan vaksin buatan GSK karena berdasarkan audit proses pembuatan vaksin sudah melalui proses pemurnian berkali-kali. Keputusan para pakar dan ulama juga menyebutkan vaksin meningitis tersebut halal.

    ***

    selengkapnya:
    http://health.kompas.com/read/2010/08/03/15422472/Siti.Fadilah:.Nenek.Moyang.Vaksin.Sama.Saja

    1. insya Allah artikel ust abu ubaidah tsb sudah disebut juga umm di postingan ana ^^
      insya Allah kalo dari pstingan ana yg ini udah bisa ditarik kesimpulan dan yg ana lihat dari diskusi komentar di facebook tsb entah kenapa ana melihatnya kurang sreg hehe.

      Insya Allah masalah imunisasi ini kalo dari diskusi ana dg teman2 kesimpulannya spt di atas, jadi juga gak ada pemaksaan atau ketika salah satu memutuskan mengimunisasi/tidak mengimunisasi adl suatu kesalahan. Dan ga perlu ada perdebatan yg sampai membawa pada emosi dan meragukan keislaman salah satu pihak. wallahu a’lam

  5. makasih banyak artikelnyaaa… ak emang lg nyari informasi ttg ini. ak mmutuskan ut g mvaksinasi baby-ku. tp klo dtanya org2 alasanny knapa walo mulut blg “A”, tp hati tetep rada keder (bener g yaa, bener g yaa…).

    sebenernya alasan hati ut tidak krn ak sendiri g dvaksinasi oleh ibuku & alhamdulillah smp umur sgini (27 th), g kena pnyakit yg aneh2. kata ibu, gara2 mbakku panas tinggi gara2 diimunisasi, jadiny ak sama 2 adikku yg laen g diimunisasi. yaa, itu tadi, alhamdulillah smuany sehat2 ajaaa… ^^

    1. sama2…hehe…kalo zaman dulu si mama di jakarta memutuskan imunisasi ato tidak imunisasi karena faktor biaya. Dulu katanya diriku malah hampir lengkap imunisasinya heheh..trus adek gak diimunisasi…dan juga baik2 saja alhamdulillah…jadi intinya…gak diimunisasi juga sehat2 saja toh insya Allah^^

  6. makasih bu cizkah atas kesimpulanya, soale ana juga termasuk yang ngak berikan vaksin ke putri ana, kalau imunisasi jalan terus kok (imun is asi itu maksute). Ana juga sempat binggung pas baca di http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150370318990175&id=108471k kon debate kayak mau bacok-bacokan wae. Jazakillah khairan atas kesimpulanya semoga Allah tetap tunjukkan yang terbaik untuk akhirat dan dunia kita

    1. iya pak iril…sama2…
      mudah2an gak pada salah jalan…wala baronya jadi karena si fulan ikutan vaksin ato nda…

  7. […] Ziyad dulu, internet masih susah. Abang kerja aja ke warnet. Alasannya udah disebutin di postingan Hasil Diskusi Tentang Imunisasi ini. Lebih ke “halal gak sih” dan abang yang juga khawatir dan gak suka banget ngeliat […]

  8. tentang vaksin utk haji (meningitis) ==> yuk..betul, kalau gak vaksin ini sangat sulit bisa diterima prosedur hajinya [kecuali kalau mau haji *cowboy* atau mungkin mau haji *ilegal* tanpa tashrih], karena tanda keterangan dari dokter bahwa orang ini telah divaksinasi meningitis itulah sebagai salah satu syarat keluarnya tashrih haji.

Leave a Reply to Sumarni Bayu Anita Cancel reply