Kisah Ballpoint Jetstream dan Martabak

Akhir bulan November, masuk masa ujian Ziyad dan Thoriq di pondok. Ketika Thoriq pulang, dia sempat minta didoain supaya ujiannya lancar. Ternyata di Hamalatul Qur’an pun juga sama. Masa ujian.

Ternyata, hari Selasa di pekan terakhir bulan November, masuk pesan dari ust. Faiz, musyrif Ziyad. Pesan yang masuk, bukan pesan dari ustadz Faiz, tapi dari Ziyad.

Menyampaikan permintaannya untuk dibelikan ballpoin jetstream mitsubishi.
Permintaan kedua adalah minta dibelikan roti gembong atau martabak.

Kalo bisa.

Kalimat itu terselip di antara kalimat yang tertulis dari Ziyad.

Aku yang baca langsung jawab dan fokus di permintaan martabaknya.

Setelah 5 bulan di Hamalatul Qur’an, baru kali ini Ziyad minta dibelikan makanan tertentu. Itupun dia masih memberikan opsi “kalo bisa” yang bikin tambah kasihan hehe.

Aku pun menjawab yang tadinya aku pikir, martabak adanya sore. Gak mungkin dipesan kemudian dikirimkan malam-malam. Kemungkinan bisanya roti.

Tapi sesaat kemudian aku berpikir cara lain untuk mewujudkan permintaan Ziyad. Beli sehari sebelumnya dan dikirimkan esoknya. Akhirnya beberapa saat kemudian aku langsung kirim pesan lagi, “Insya Allah diusahakan.”

Apakah langsung bisa segera diwujudkan?
Tentu tidak hehe. Kondisi di rumah, kondisi di luar yang hujan terus menerus.

Yang bisa aku usahakan dari rumah adalah membeli ballpoint jetstream.

Ketika mencari dengan kata jetstream mitsubihshi, aku terkjut dengan harga-harga yang muncul. Akhirnya coba telusuri, ternyata lumayan ada harga yang lebih masuk akal, tapi tetap terbilang mahal untuk ukuran satu ballpoint untuk anak sekolahan\. Harga satu pena yang pertama aku lihat antara 29.000 – 35.000.

Aku bilang ke Abang, “Bang, jetstreamnya mahal loh, Bang. “

“Berapa?”

“30 ribuan.”

Jawaban Abang, seperti biasa menjawab dari perspektif yang berbeda dan mengingatkan aku agar gak cuma melihat harganya.

Kalau itu bermanfaat, ya gak apa-apa.

Aku jadi jadi teringat, beberapa hari sebelumnya, aku memfoto salah satu pena yang aku gunakan untuk menulis Al-Qur’an. Kalau dihitung-hitung, pena itu sudah berusia 2,5 tahun. Waktu itu, aku merasa bersyukur sekali bisa menggunakan pena tersebut dan pena-pena lainnya yang lancar sampai habis alhamdulillah.

Iya juga ya.

Ziyad yang meminta itu, pastinya gak tau harga-nya karena kami belum pernah beli pena jenis ini. Kemungkinan besar dia mencoba merasakan dari milik temannya dan merasakan kenyamanan yang berbeda sampai meminta secara khusus.

Belum lagi, kalau dipikir ini digunakan untuk dia belajar. Memudahkan dia jadi menulis dengan lancar. Bersemangat.

Kita memang gak bisa melihat sesuatu hanya dari harga pada satu saat itu aja. Kalau memang itu memberi manfaat yang besar, apagi kalau bisa digunakan > 1 tahun, maka harga itu jadi malah terlihat wajar atau bahkan murah.

Akhirnya aku membelikan pena jetstream tersebut dan mengirimkannya langsung ke pondoknya. Aku berharap, pena tersebut bisa digunakan saat ia mengerjakan ujian.

Aku menitip pesan ke ustadz Faiz agar Ziyad menjaga pena tersebut. Sebuah pesan tersirat :).

Waktu Ziyad pulang liburan semester, ketika ngobrol, Ziyad bilang sudah tau dari kalimat yang aku sampaikan, sudah tersirat bahwa harga pena tersebut pasti gak seperti pena pada umumnya.

Catatan: Pada dasarnya, perbedaan harga pena jetstream karena casing dari pena tersebut. Sedangkan refillnya akan sama aja. Tinggal pilih ukuran yang diinginkan, 0,38 atau 0,5 atau 0,7.

Lanjutan kisah martabaknya.

Kalau tentang martabaknya, alhamdulillah akhirnya berhasil pesan dan sekalian pesan buat teman satu halaqohnya. Karena ini makanan, gak mungkin kirim pakai ekspedisi. Mmm..lebih tepatnya, sebenarnya aku kira bakal bisa dikirim pakai Paxel yang secara aku ketahui –walau belum pernah pakai– bisa langsung sehari sampai untuk benda yang beratnya <5kg.

Ternyata, setelah install aplikasi Paxel, mengisi lokasi dll, Hamalatul Qur’an di Sanden gak termasuk dalam jangkauan Paxel – langsung ketawa ngasih kabar ini ke Abang.

Ya udah, gak ada jalan lain selain kirim pakai gojek. Karena akan sampai pada hari itu juga, jadinya sekalian aku bawain sambal teri dan buah-buahan buat Ziyad. Jadilah satu kardus indomie.

Berapakah biaya gojek dari rumah ke Sanden?

Rp 120.000 plus masih kami tambahin karena ngerasa itu bakal jauh banget, kasihan pas baliknya.

Alhamdulillah Allah mudahkan. Itu berarti jadi rezeki buat gojeknya. Mikirnya sesederhana itu insya Allah kalau ada pengeluaran yang lebih.

Kalau dipikir-pikir, makanan itu sebenarnya kadang jadi lebih mahal dari harga sebuah pena. Tapi, kita kayanya bakal lebih rela buat ngeluarin uang buat itu ya. Yang bahkan sebenarnya makanan itu bakal langsung habis dalam hitungan menit. Gak bertahan sebulan apalagi setahun. Tapi kita rela dan gak merasa gundah gelisah.

Kalau buat makanan yang sifatnya hiburan bisa rela, insya Allah kalau pena ini juga buat hiburan yang bermanfaat, semoga juga bisa rela ya.

cizkah
16 Februari 2023

.

Buku Menata Hati
Buku Menata Hati [versi cetak]
E-Book Menata Hati di Play Books

One Reply to “Kisah Ballpoint Jetstream dan Martabak”

  1. ☺️ Ustadzah cizkah, apakah ada nomor kontak yang boleh saya hubungi? Saya ingin belajar dan bertanya-tanya seputar website cizkah dot com…
    Misal domain pertahun berapa? Pake hosting yang free atau yang berbayar?
    Soalnya kalau via comment terlalu jelas untuk dibaca banyak orang.

Leave a Reply