Pergantian tahun 2015-2016 dilalui Abang dengan umroh (gratis). Rezeki diajak ust. Abduh, sekalian membuat dokumentasi tentang umroh. Waktu itu umur Luma belum genap 2 tahun. Tepatnya 1 tahun 10 bulan. Mama datang dari Jakarta untuk menemaniku mengurus anak-anak.
Alhamdulillah waktu itu aku udah mulai bisa naik motor. Bahkan, waktu itu jadi moment aku menambah skill karena gimanapun aku harus belanja untuk makanan anak-anak dan ngeposin pesanan poster. Dan semuanya itu, pasti mesti ke jalan besar.
Tapi tulisan kali ini bukan akan membahas tentang umroh atau naik motornya. Luma, Luma yang masih sangat kecil itu, ga pernah nangis ketika ditinggal. Bahkan saat suatu malam aku keluar karena janji sama Mama untuk membeli bakso, Luma yang dalam keadaan bangun, ga merengek-rengek sama sekali minta ikut. Aku cuma pamit aja dan bilang supaya dia sama nenek dan abang-abangnya.
Masih ingat banget, sosoknya yang masih mungil ikut ke teras. Melihat aku pergi. Bukan cuma Mama yang heran. Aku sebenarnya sangat bersyukur banget Alhamdulillah.
Ketika aku opname di usia kehamilan kembar 28 minggu… Luma masih sosok yang sama. Usianya waktu itu 2 tahun 6 bulan. Mandiri, ga rewel, ga banyak merengek. Dia berdua aja sama Abang bolak-balik rumah dan RS. Tidur berdua di rumah sama Abang pas malam harinya. Ga nangis-nangis atau sibuk merengek. Walau hari kedua ketiga mulai rewel lebih karena karena seperti kehilangan kakak-kakaknya yang ga pernah kelihatan karena diungsikan ke rumah Uus. Kelihatan banget pas akhirnya ketemu kakak-kakaknya pas aku udah pulang dari RS, dia kelihatan bahagia banget dan hilang rewelnya.
Ketika aku melahirkan, Luma juga masih sama. Ga menangis atau merengek-rengek ketika aku ternyata ga pulang malam itu.
Dia adalah sosok yang paling aku rindukan saat masih di rumah sakit. Yang aku ingat setelah melahirkan di sela-sela sakitku malah Luma. Saat perjuangan hari keempat atau kelima bersama si kembar di RS, pernah satu malam aku yang menangis sesunggukan karena sangat kangen dengan Luma. Padahal Luma sempat berkunjung saat hari ketiga. Akhirnya besoknya Abang minta supaya anak-anak diantar lagi ke RS.
Luma yang tipikal kalau lagi senang banget malah cenderung bersikap diam. Ga pencilaakan atau ga kontrol. Aku tau dia juga seneng ketemu aku. Senyum-senyum sambil ngusel-nguselin mukanya. Ah, that moment…
Luma sebagai Kakak
Luma sama kaya Thoriq masyaAllah. Ngemoong banget. Dia satu-satunya di rumah yang membahasakan, “Dek” ketika ngomong sama adik kembarnya.
Sosoknya benar-benar dewasa dan mandiri masyaAllah. Dia yang paham untuk bantu – seringkali tanpa diminta – bawa baju-baju kotor adiknya ketika aku gantiin baju si kembar. Dia siap menerima diaper yang akan dibuang ke tempat sampah. Dia yang ikut penasaran melihat bentuk pup adiknya dan walau bersikap sok jijik tapi tetap mau buangin diapernya.
Pernah satu saat dia sholat bareng aku. Terus kan adik-adiknya lagi merangkak kesana-kemari. Akhirnya nyampe di samping dia yang lagi duduk. Aku lagi tahiyat awal, jadi kedengeran dia ngomong sama Handzolah. “Ei.. Apaa..? ” Dengan nada lembut banget. “Ummi lagi cholaat.” Oh tentu saja dia masih cadel hehe. Dan tentu saja dia masih seorang anak kecil berusia hampir 4 tahun. Barokallahu fiiha.
Masih banyak catatan lain tentang Luma dan kakak-kakak serta adik-adiknya . Dan masih banyak cerita-cerita lain yang pingin aku catat tentang keseharian kami. Mendingan dikit-dikit tapi continue kan… Semoga Allah memudahkan.