Memulai Homeschooling

Tulisan ini terutama konteksnya adalah memulai homeschooling di usia pra sekolah (SD).

Waktu pertama kali hendak memutuskan “homeschooling”; dalam arti anak akan belajar bersama aku di rumah, tentu saja aku juga mencari-cari tahu informasi terlebih dahulu.

Waktu itu masih minim info yang tersebar. Dan ketemu sebuah tulisan yang kemudian menjelaskan bahwa homeschooling peralatannya ini dan itu. Ikut komunitas. Dan seterusnya dan seterusnya.

Pada prakteknya, alhamdulillah sebenarnya gak harus langsung seperti itu.

Mainan perahu kayu
Mainan ini belinya pas Zaman Thoriq atau Luma bayi ya. Harganya 325rb seingat aku.

Sama seperti langkah-langkah kehidupan lainnya, semuanya dimulai dari langkah pertama. Langkah-langkah kecil. Bertahap. Peralatan mungkin seadanya. Tapi sudah memulai saja itu sudah sebuah proses yang sangat patut disyukuri. Jangan buru-buru merasa gagal, atau juga seperti harus segera merasa berhasil.

Di sini letak pesan utama dalam memulai homeschooling.

Mulai saja.

Jangan melihat “peralatan tempur” orang yang sudah menjalankan homeschooling hampir 10 tahun. Bisa-bisa merasanya jadi susah dan berat. Sama seperti kesalahan orang baru menikah sudah maunya keadaannya seperti orang yang sudah menikah selama 10 tahun. Pastinya beda.

Dulu, waktu baru menjalankan homeschoooling dengan Ziyad saja, aku sampai merasa, “Aku tuh homeschooling gak ya?” Karena kondisi di rumah gak kaya ada pendidikan di rumah. Gak ada pernak-pernik kaya di tk. Gak ada kelihatan warna-warni berbagai tumpukan peralatan pendidikan. Tapi pada akhirnya perasaan itu berlalu. Karena balik-baliknya lagi juga ke visi misi orang tua saat memilih untuk homeschooling.

Mainan perahu bisa dibalik jadi meja
Mainan perahu bisa dibalik jadi meja
Bisa juga jadi mainan tangga
Bisa juga jadi mainan tangga

Dalam perjalanannya alhamdulillah, pelan-pelan ketika merasa ada kebutuhan, akhirnya peralatan yang diperlukan dilengkapi. Seperti printer, scanner, dan lain-lainnya. Namun semuanya bertahap.

Penerapannya pun, dengan berusaha memperbaiki mindset (pola pikir) bahwa bagaimanapun ada dana yang “cukup besar” yang memang patut dikeluarkan untuk mendukung pendidikan anak-anak.

Scanner ini aku nda terlalu ingat kapan belinya. Udah lama. Tapi juga gak terlalu sering dipakai karena bukan yang tipe rajin bikin flashcard atau sejenis itu hehe. Ini untuk melaminating yang dibutuhkan semisal contoh permainan dari mainan yang dibeli.

Cerita perosotan sudah ada di postingan tentang Perosotan. Harga Perosotan ini 1,3 jt.

Namun dana ini insya Allah tidak lebih besar dari dana biaya gedung yang biasa ada setiap kali seorang anak masuk ke sebuah lembaga pendidikan.

Jadi, mulai saja.

Mulai dari pendidikan dalam keseharian. Jangan terlalu dipikirkan masalah yang bahkan kita belum butuh untuk sampai kesana. Misalnya memikirkan masalah ujian anak ketika SD atau memikirkan PKBM padahal anak yang akan dididik baru berusia 2-3 tahun.

Suarakan setiap hal yang bisa disuarakan. Rasanya mungkin di awal agak aneh. Tapi insya Allah lama-lama biasa. Kita memang jadi seperti guru.

Sebagai contoh, saat masuk kamar mandi, baca doa masuk kamar mandi agar di dengar anak. Saat keluar kamar mandi juga seperti itu.

Saat memberikan anak makanannya atau minumannya, kita “ajarkan” anak mengucapkan terima kasih dengan cara kita sendiri yang mengucapkan, “Makasih Ummi…”. Beri mereka contoh langsung kata itu. Jangan cuma suruh, “Bilang terima kasih.”

Tidak juga harus selalu menyediakan “aktifitas belajar” tiap hari. Biarkan anak pada akhirnya kreatif mencari kesibukan yang ini sesekali memang perlu ditemani dan dicontohkan.

Sambil itu, perkaya pengetahuan orang tua dengan buku-buku parenting Islam dan hadits nabi yang menerangkan tentang bagaimana akhlak nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama anak-anak. Tidak menutup untuk membaca buku parenting lainnya. Namun dengan bekal ilmu Islam, kita bisa lebih menyaring teori atau pendapat yang masuk dari buku-buku parenting yang berasal dari luar Islam.

Semoga bermanfaat.

cizkah
15 Juli 2020/Dzulqo’dah 1441

Buku Menata Hati
Buku Menata Hati [versi cetak]
E-Book Menata Hati di Play Books

3 Replies to “Memulai Homeschooling”

  1. Dina Ummu Aisyah says: Reply

    Maa syaa Allah, bagus sekali umm, jazaakillahu khair sharingnya, yg sering memang ngeliat ke temen2 yg sudah lama, sudah banyak peralatan, punya lembar aktifitas, punya ini dan itu, jadi berat dan susah mau mulai, akhirnya ga mulai2.
    Bisa di share umm, buku2 parenting islamnya? baarakallahu fiik

    1. Dulu sudah pernah dibuat. Mudah-mudahan bukunya masih ada sekarang.
      Insya Allah nanti dibuat listnya di satu postingan ya.

  2. Ditunggu ya mba list nya. Baarokallaahu fiikum

Leave a Reply