Romantis Itu Apa?

Seperti biasa, Luma kalau baca buku atau ketemu kosa kata baru yang dia belum paham, dia bakal tanya.

“Mi, romantis itu apa?”

Kami sedang sama-sama di ruang tengah karena lagi makan malam.

Aku lagi berusaha cari kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan kata itu.



Ternyata, Abang yang sedang ada di dekatku langsung mengelus-ngelus kepalaku sambil ngomong,

“Romantis tuh kaya gini nih.”

Terus kita ketawa bareng.

Aku lanjutin ngomong ke Luma, karena suatu hari dia akan ketemu hal yang aku sampaikan insya Allah.

“Biasanya, orang bilang romantis itu makan malam pakai lilin, ngasih bunga atau coklat. Tapi itu cuma gambaran yang dibentuk orang. Romantis ga mesti kaya gitu.”

“Coba lihat romantisnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ke istri-istrinya.”

“Lomba lari..berarti kaya olah raga bareng.”

Abang langsung nyahut, “Nyepeda bareengg..”

“Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam minum satu gelas bareng sama Aisyah. Malah sengaja minum dari bekas bibir Aisyah.”

Thoriq nyahut sambil ketawa, “Kaya ciuman jadinya.”

“Banyak yang lainnya. Itu Ummi ada bukunya, potret kemesraan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersama istri-istrinya,” aku bilang.

Sebenarnya, praktek sehari-hari Abang ke aku, udah banyak yang menunjukkan keromantisan. Mereka bisa contoh langsung insyaAllah. Cuma mungkin mereka ga sadar.

Karena romantisme itu, sebenarnya adalah sebuah aktifitas menspesialkan pasangan. Bentuk kasih sayang seseorang.

Ga perlu dilabeli atau mengkotak-kotakkan romantis sebagai suatu hal yang cuma sesekali dilakukan atau nunggu hari atau momen khusus aja.

Aktifitas ini, bagi pasangan suami istri adalah aktifitas yang rutin selalu dilakukan.

Misal, aktifitas Abang membuatkan aku kopi, itu adalah sebuah keromantisan. Bahkan berpahala.

Abang seringkali nyuapin aku di saat kita sedang makan bersama dari satu wadah. Hal ini sering ditiru Thoriq atau Luma.

Abang yang membelikan aku makanan, “Buat Ummi. Soalnya ummi kepingin.”

Abang yang akan menghampiri aku yang sedang cemberut.

Atau bahkan memuji langsung di depan anak-anak, “Ummi cantik ya.”

Dan Abang ngomong kaya gini hampir tiap hari. Walau ga selalu di depan anak-anak.

“Cantiknya istriku.”
“Manisnya istriku.”.
“Masya Allah, cantiknya istriku..”
“Adek makin berumur makin matang.”

Ketika di luar, Abang jemput aku dari dokter gigi dan lihat aku keluar,

“Ummu Ziyad ni, anggun sekali, Masya Allah.”

Atau

“Adek kaya masih gadis.” Maksudnya karena aku pakai jilbab ga kelihatan sosok dan wajahnya. Jadi secara penampakan orang bisa salah kira. Sampai Abang pernah pesan khusus, “Adek jaga diri. Orang kalau lihat adek ga tahu, dikira masih gadis.”

Kalau ada contoh istri Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, yang menyisir rambut Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, kita bisa melakukan hal yang sama. Bisa juga misalnya mengeringkan rambut suami dengan hair dryer. Aktifitas menyentuh rambut suami di kegiatan harian, dilihat anak-anak, itu insya Allah membekas.

Menurut aku, itu adalah bentuk keromantisan. Karena romantis itu kan, intinya merasa disayangi pasangan. Merasa dispesialkan oleh pasangan.

Mindset tentang romantis yang kurang tepat mesti disampaikan ke anak-anak. Sebagai bagian dari pendidikan. Supaya mereka ga mudah termakan atau terseret dengan gaya romantisme ala barat.

cizkah
Jogja 15 Mei 2022/13 Syawal 1434.

Leave a Reply