Ular dan Kayu Bakar

Sore ini, anak-anak masuk ke rumah setelah bermain di halaman.

Di seberang jalan setapak di depan rumah kami, ada satu kuburan kecil yang sepertinya salah satu leluhur di kampung sini. Kampung ini terdiri dari keluarga besar yang beranak keturunan di sini. Sisanya adalah para kontraktor (orang-orang yang mengontrak rumah) seperti kami.

Luma bilang, Kholid mendengar suara mendesis seperti ular di tumpukan kayu.

Aku pikir, yang dimaksud tumpukan kayu jati belanda yang ada di sisi pintu depan. Aku perjelas lagi,

“Tumpukan kayu yang mana?”

“Yang di kuburan,” kata Luma.

“Oh..alhamdulillah. Kirain Ummi yang di depan rumah kita.”

Aku sama Abang lagi bareng nutup tirai teras yang memang memanjang dari kanan ke kiri. Abang sisi sebelah kiri aku sebelah kanan.

Abang langsung menjawab juga, “Kalau di tumpukan kayu bakar kemungkinan berarti bener ular. Kalau dulu, orang tua mesti ngingetin kalau ada yang mau dekat kayu bakar…;’Oeee..oee…’- pakai bahasa dan logat Mersam nyontohin gimana orang-orang tua meringatin anak-anak supaya hati-hati saat dekat kayu bakar atau malah disuruh menjauh- .”

“Abang dulu, kalau disuruh ngambil kayu bakar – mraktekin cara ngambilnya-.”

Aku langsung ketawa, “Siap-siap kabur ya.”

Langsung kepikiran nyatet di blog.

Sambil nunggu Abang yang lagi di kamar mandi karena siap-siap mau sholat Maghrib.
cizkah
2 Januari 2022

Buku Menata Hati
Buku Menata Hati [versi cetak]
E-Book Menata Hati di Play Books

Leave a Reply