Upside Down Homeschooling; “Anak-Anak Sekolahin Aja…”

Masih lanjutan kemarin. Setelah kejadian hari Jumat, menghabiskan 2 malam yang sepi untuk kami berdiskusi. Malam sepi di sini artinya mendekati tengah malam dan lewat malam. Karena disitulah waktu kami bisa tenang mendikusikan segala sesuatu tentang keluarga yang kami bangun ini.

Malam Sabtu

Dari pembicaraan jarak jauh lewat whatsapp (aku di rumah dan Abang di kampus), tadinya Abang sudah bilang, “Ya sudah, anak-anak sekolahin saja.”

Tapi aku tahu, itu bukan solusi sebenarnya dari Abang. Itu cuma jawaban cepat dan keputusan cepat karena situasi yang sedang tidak bagus yang aku ceritakan lewat whatsapp.

Malamnya pun Abang masih mengatakan hal itu. Walau pada akhirnya, kami berdua tahu bahwa itu bukan solusi. Aku tak terlalu banyak bicara di malam ini. Abang yang terus merentetkan fakta yang terjadi. Saran yang bisa kami lakukan untuk memperbaiki keadaan.

Yes, homeschooling bukan perkara main-main. Ini tentang kehidupan kami. Tentang anak-anak. Tentang tanggung jawab. Bukan menakuti-nakuti. Tapi homeschooling, butuh kerjasama dari pasangan suami istri. Karena hampir selalu ada saat-saat jungkir balik ketika menjalankan homeschooling. Apalagi homeschooling mandiri seperti kami.

Aku melontarkan beberapa perasaan sesak di dada yang akhir-akhir ini aku rasakan karena kesibukan luar biasa bersama mereka dibarengi dengan tanggung jawab lainnya.

“Teman-teman homeschooler (maksudnya teman homeschooler yg aku kenal), gak ada yang kaya aku bang. Yang benar-benar semua anaknya di rumah. Semuanya pada akhirnya nyekolahin anaknya.”

“Aku gak bisa istirahat, Bang. Gak ada waktu untuk diri aku sendiri.”

Iya…aku pada hari itu sampai di tingkat yang Abang malu untuk mengatakannya. Stress.

abang-cizkah-homeschooling

Abang – alhamdulillah- masih sadar hehe. Mengingatkan aku. Menasehati aku. Sabar..insya Allah hasilnya manis. Jangan sampai merusak amalan yang aku lakukan dan seterusnya.

Abang bilang, “Adek cooling down dulu aja. Kalau capek, ya udah adek istirahat dulu. Kita udah sama-sama ngerasain waktu Ziyad “sekolah” dulu. Mungkin homeschoolingnya belajarnya cuma 3 hari dulu seminggu.

Tapi itu bisa jadi hasilnya masih lebih baik dari anak yang sekolah selama seminggu penuh. Kalau Thoriq lagi gak mau belajar, ya udah, biar dulu. Kalau dia maunya baca iqro 1, ya udah biar aja. Itu kan juga belajar.”

“Dek…kalaupun kita sekolahin, apa masalahnya bisa selesai?”

“Apa terus mereka gak belajar di rumah? Bisa jadi malah banyak pikiran.”

“Kita selama ini berusaha jaga anak-anak kita. Ngajarin mereka Al-Qur’an. Akhlak…Ini yang penting. Terus kalo sekolah…bisa jadi ini salah satu upaya setan untuk menghancurkan usaha kita.”

“Adek istirahat dulu aja. Biar anak-anak libur dulu. Sebulan libur udah.”

Malam itu masih ditutup dengan tangis sedu sedan aku. Tapi aku tahu, semua kata-kata Abang ada benarnya. Alhamdulillah esok adalah akhir pekan. Aku bisa benar-benar mengistirahatkan badan dan pikiranku.

Malam Ahad

Seharian, mataku masih bengkak. Tapi karena suasana “cooling down”, alhamdulillah perasaanku jauh lebih baik.

Malamnya, setelah semua tidur, aku melontarkan kembali pikiran yang masih mengganjal.

“Aku takut bang”

“Takut apa?”

“Takut sama diri aku sendiri.” Intinya aku khawatir lupa diri.

“Adek banyak-banyak dzikir.”

“Aku juga sebenarnya takut. Maksudnya…cerita orang-orang sekitar kita. Ya…kaya fulan, yang anaknya jual motor. Terus kemudian (intinya) udah gak bisa dinasehatin lagi.” Intinya aku khawatir kalau anak-anakku seperti itu.

“Ya kita doa sama Allah. Kadang kita lupa. Kita udah berusaha, tapi doanya mungkin lupa. Yang jelas kita terus berusaha”, kata Abang.

“Aku juga bingung…maksudnya…dari berbagai diskusi, cerita Abu Musa dan lain-lain, ya enaknya diajar dari kecil. Mumpung mereka masih bisa. Makanya aku gak mau…kalau anak-anak terus terbawa gak nurut. Makanya aku jadi seperti pingin “memaksa” mereka untuk belajar. Kalau gak sekarang, besok lebih sulit lagi.”

Terpatah-patah menyampaikan yang ada dipikiranku.

“Abang ngerti kan maksud aku?”

“Iya ngerti….Makanya misalnya hafalan ya tetap hafalan. Atau misal Thoriq belajar, ya udah dia pinginnya belajar iqro satu ya gpp. Sambil terus diarahkan. Kalau Adek capek, Adek bilang, kita libur hari ini.”

“Sebenarnya…aku lagi down banget bang…Abang tau kan?”

“Iya”

“Aku merasa gak bisa bersemangat…aku cuma jaga semangat.” Maksudnya semangat untuk ibadah, semangat menghafal Quran, semangat kerja, semangat homeschooling. Aku merasa hampir kehilangan semangat itu. Jadi seperti orang bingung. Makanya aku bilang ke Abang, aku cuma menjaga semangat…supaya jangan sampai hilang.

“Iya Abang tahu…adek minta pertolongan sama Allah. Jangan lemah. Ada kan haditsnya? Apa haditsnya awalannya?”

Aku jawab, “Ihris ‘ala maa yanfa’uk was ta’in billah wa laa ta’jaz.” Ketika aku selesai melafalkan hadits itu, seperti yang sering aku pernah baca dari perkataan sahabat. Seakan-akan, baru hari itulah aku mendengar hadits itu hehe. Jadi tersadar lagi. Masya Allah.

Abang ngelanjutin lagi, “Nah…bagus banget kan. Perkataan shallallahu ‘alaihi wa sallam emang bagus banget. Yang Adek lakuin ini kan bagus. Ngajarin anak-anak. Ngajarin al-Qur’an. Semangat. Minta pertolongan sama Allah. Jangan lemah.”

Kemudian aku melontarkan beberapa hal terkait homeschooling ini yang menurut aku menjadi ganjalan dan perlu di atasi. Insya Allah di postingan lain ya.

***

Dan scene selanjutnya dari kejadian ini adalah kajian Ahad malamnya yang sudah aku ceritakan sebagiannya di postingan sebelumnya. Allah Maha Tahu. Allah Maha Bijaksana.

Salah satu cerita ust Zaid di kajian itu, pernah ada kajian isinya ibu-ibu 50-an orang. Ketika ditanya, siapa yang mengajarkan anaknya dari alif sampai ya. Dari gak bisa baca sampai bisa baca Qur’an. Yang menjawab hanya sekitar 16 orang.

Waktu ustadz membicarakan hal itu, rasa bahagia muncul. Alhamdulillah anak-anak bisa belajar bersamaku dari awal. Semuanya nikmat dari Allah. Seharusnya aku bersyukur. Seharusnya aku lebih sabar lagi. Masalah sebenarnya adalah di aku, bukan di anak-anak.

Ah…isi kajian malam itu begitu mendamaikan hatiku yang sedari kemarin serasa berserakan kemana-mana.

Buat ibu-ibu homeschooler lainnya. “Ihrisii ‘alaa maa yan’fa u ki was ta’iinii billah wa laa ta’jazii…”

Semangat pada apa yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah kepada Allah dan jangan lemah!

19 September 2015

6 Replies to “Upside Down Homeschooling; “Anak-Anak Sekolahin Aja…””

  1. Ummu Tsaqif says: Reply

    Jazakillahu khayron Mbak Cizkah.. Aku selalu mendapatkan pencerahan dari tulisan Mbak. Senang bacanya selalu ada yang bisa kita petik utk diamalkan.

    1. alhamdulillah…semoga bermanfaaat…

    2. Assalamu’alaikum…
      Salam kenal mbak….ana dari bengkulu,sangat mencerahkan dan menginspirasi membaca postingan ukhti….
      Jazakillah khoyr….

  2. diannietaazizah says: Reply

    Masyaallah, “minta tolong sama Allah, jangan lemah!” Pengen cetak banner gantung di rumah rasanya, biar inget terus. Barokallah fiik mba, ternyata sy ga galau sendirian 🌻

  3. Ngerasa di fase ini um, baru tahun pertama HS, rasanya ida pengen nyerah, bolak balik mnt ke suami apa di sekolahin aja, khawatir kl dirumah malah nga dapet apa2 krn nurutin moodnya anal yg naik turun, tp sprti nya sekolah juga bukan solusi terbaik

    1. Semoga Allah mudahkan. Coba baca tulisan Still Continue Our Journey ya. Coba diurai lagi kemudian kalau ada sesuatu yang kaya stuck, kemungkinan anak-anak perlu refreshing sebentar melepas jenuh

Leave a Reply