Alhamdulillah ‘ala kulli haal…
Udah hampir sebulan di rumah aja dan melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini di SELURUH DUNIA. Wabah Corona atau covid-19.
Aku merasa, ada bagian dari perjalanan melalui ini yang perlu untuk dicatat.
Flashback Awal Corona
Waktu awal Corona muncul di Wuhan, dalam benak belum ada kepikiran kalau kita akan melalui hal yang sama saat mereka menghadap wabah itu. Yang jelas muncul kekhawatiran dan rasa kasihan untuk mereka yang berada di sana. Seakan-akan mereka terjebak pada sesuatu yang ga mereka sukai tapi ga bisa menghindar.
Bahkan waktu tau ada warga Indonesia yang masih tinggal di sana, benar-benar rasa kasihan itu juga lebih-lebih lagi. Pikiran makanan terbatas, ketakutan dan rasa tidak ada tempat berlindung – kecuali kepada Allah.
Menyebar
Waktu akhirnya ternyata wabah Corona mulai menyebar ke berbagai negara, aku masih sebatas memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang ada di berbagai negara.
Rasa dari kondisi “real” justru aku dapatin dari akun orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Kemudian akhirnya mulai giliran Indonesia.
Waktu itu, walau Indonesia mulai ada yang positif kena Corona; tetap masih belum terlalu berpengaruh dalam kegiatan sehari-hari.
Mulai Waspada
Dari melihat perkembangan yang terjadi di berbagai negara itu, dan juga perkembangan yang ada di Indonesia, satu yang aku pahami…sebagian besar yang tadinya santai-santai kemudian berakhir panic buying karena negaranya mulai memberlakukan lockdown atau yang tingkatnya di bawah itu.
Apalagi di Jogja sudah mulai ada yang positif. Rasanya “giliran” itu telah sampai ke area kami.
Terakhir aku keluar sama Abang ke toko merah tanggal 14 Maret 2020. Malamnya mulailah rasa waspada itu muncul. Aku merasa gak bisa menggantung gamis dan jilbab yang baru sekali dan cuma sebentar aku pakai itu. Aku merasa, pakaian itu ya harus langsung dicuci.
Titik Awal
Di situlah titik awal segala hal terkait Corona yang berasa sampai ke sendi-sendi kehidupan paling dalam.
Besoknya aku diskusi sama Abang. Aku ngasih gambaran kondisi di berbagai negara dari orang-orang yang aku follow. Karena di rumah ada banyak amanah yang jadi tanggung jawab, aku bilang ke Abang kita siap-siap aja stok untuk kondisi 2 pekan di rumah saja.
Karena kondisinya masih relatif tenang dan gak panik. Supaya kita juga belinya gak buru-buru, kondisinya juga gak buru-buru dan suasananya juga masih relatif kondusif. Berharap supaya tidak ada panic buying di Jogja. Namun juga kalaupun sampai ada, kita gak sampai ikut di dalamnya dan terjebak dalam kondisi itu.
Alhamdulillah Abang setuju. Ibaratnya, sebelum ada himbauan gencar untuk masyarakat Jogja, kami udah secara keputusan mandiri untuk #dirumahaja.
Kenapa stoknya untuk 2 pekan? Supaya gak nimbun. Jadi ini sekedar persiapan benar-benar yang akan dipakai kalau kondisi darurat lockdown. Walau alhamdulillah di Jogja kondisinya masih bisa dibilang damai sampai saat ini. Tapi persiapan yang kami lakukan ini sudah sungguh meringankan proses belanja karena kondisinya makin ke sini memang semakin waspada.
Setelah 3 pekan berlalu, ternyata belanja memang jadi urusan yang cukup berat untuk dilakukan. Selain karena harus lebih hati-hati karena yang positif Corona bertambah, akses belanja di beberapa tempat juga dibatasi. Seperti di Mirota yang membatasi hanya sejumlah tertentu yang bisa masuk, masuknya juga sistem antrian.
Sejak Kapan?
Jadi, kami sudah di rumah saja sejak tanggal 14 Maret. Atau sudah 3 pekan. Terakhir kami keluar bersama dan mampir tanggal 14 itu. Tadinya niat muter aja, ternyata mampir memang karena masing-masing dari kami hampir gak pernah kemana-mana kalo hari-hari biasa.
Ziyad sudah diliburkan sejak tanggal 18 Maret. Tadinya niatnya hanya 2 pekan. Hanya saja, karena kondisinya justru makin bertambah yang positif terinfeksi Corona, akhirnya seperti di tempat lainnya, pondok meliburkan sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Fokus
Dari titik kesadaran awal itulah, aku mulai menarik diri juga dari social media. Dalam arti aku uninstall instagram. Soalnya cuma itu memang social media yang masih aku lihat.
Waku aku unsintall, berita dimana-mana memang cenderung bikin lelah hati dan pikiran.
Aku harus menjaga diri fisik dan pikiran. Terutama menjaga fokus dengan hal lainnya di rumah.
Bersepeda
Kami sempat bersepeda sekali tanggal 21 Maret. Hanya keliling melewati jalan yang biasa kami lalui untuk bersepeda. Bedanya kali ini gak mampir ke tempat makan atau minum.. Cuma untuk menggerakkan badan dan mengeluarkan hormon endorfin. Sepulang dari situ, semuanya langsung ganti baju.
Bisa terlihat kondisi di jalan memang lebih sepi dari biasanya. Tapi masih banyak orang berkendara atau makan di warung burjo. Orang-orang yang lewat juga masih bersikap biasa tanpa ada yang menggunakan masker. Kesannya kaya hari-hari biasa aja kalo dilihat.
Krucil
Sejak awal mulai mandiri menyadari harus di rumah, anak-anak alhamdulillah bisa ngertiin gak ada yang rewel atau maksa.
Biasanya, sehari-hari, hiburannya mereka adalah ikut belanja ke warung bersama Hikmah sepupu Abang. Hari-hari awal, Luma masih sempat ikut. Sedangkan si kembar gak boleh. Akhirnya Luma juga gak dibolehkan ikut.
Belanja yang biasanya sehari atau dua hari sekali, jadi entahlah…mungkin sepekan sekali. Seminimal mungkin keluar rumah.
Luma sangat paham bahwa tidak boleh keluar karena ada virus Corona. Si kembar beberapa kali juga tahu bahwa banyak keterbatasan yang ada saat ini karena ada virus Corona. Gak bisa berenang, gak bisa ke toko buku, gak bisa ini dan itu.
Sampai tadi malam waktu mau tidur, Kholid sempat meminta tembakan air dan tank. Aku bilang, “Iya sayang, insya Allah. Berdoa ya.”
Ternyata dia nanya lagi, “Kok gak nyampe-nyampe, Mi?” Pertanyaan anak usia 3,5 th.
Aku langsung ketawa. Karena Ummi belum pesan. Kita gak beli-beli dulu ya. Sabar ya. Berdoa yuk.
Ya Allah. Sembuhkanlah orang-orang yang sakit Corona.
Ya Allah. Semoga tidak ada lagi yang bertambah sakit Corona.Ya Allah, hilangkanlah Corona.
Jangan Mengeluh
Pesan aku ke anak-anak, terutama yang gede-gede adalah, “Jangan mengeluh.”
Walau kalimat positifnya adalah “Bersyukur”. Tapi untuk keadaan yang memang ke depannya akan dihadapi adalah kemungkinan keterbatasan yang sangat.
Sedangkan mereka cenderung sudah punya tanggung jawab dari sisi ibadah dan pendidikan formal. Jadi, kecenderungan untuk bosan itu akan lebih besar dibandingkan adiknya yang masih lebih tanpa beban menjalankan kegiatan sehari-hari.
Jangan mengeluh. Alhamdulillah kita semua sehat. Makanan ada. Bisa ibadah. Dan nikmat-nikmat tak terhitung lainnya. Jangan mengeluh. Cari kegiatan yang bermanfaat.
Awal-awal, sempat mereka belum paham bahwa menjaga diri dari virus ini juga termasuk gak keluar ke warung untuk beli makanan yang mereka inginkan. Makanya sudah dibelikan stok makanan cemilan di rumah. Jadi, larangan untuk jajan juga termasuk dari bagian yang harus jangan dikeluhkan. Bersyukur, sudah ada makanan di rumah.
Masak Terus
Sebagai bagian dari upaya menjaga diri, ya ini. Masak terus. Sebenarnya, poin jangan mengeluh juga harus terus aku tujukan juga untuk diri aku sendiri.
Biasanya, ada kesempatan sepekan sekali aku bisa gak masak. Itu sungguh hiburan dan keringanan sangat melegakan.
Maka dalam 3 pekan masak terus menerus ditambah lagi mendekati masa haid aku, jadilah aku beberapa hari merasa gak karuan. Mood swing.
Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan hal menghibur yang aku sukai.
Menjahit.
Alhamdulillah, menjahitnya yang sesuai kebutuhan saat ini dan bisa cepat hasilnya. Menjahit masker untuk seluruh anggota keluarga.
Beda atau Sama?
Sebenarnya, secara kehidupan dan kegiatan sehari-hari, harusnya kegiatan kami sama seperti hari-hari biasanya. Karena memang beginilah biasanya sehari-hari. Semua anak di rumah. Semua anak belajar di rumah.
Tapi gak tau kenapa, tetap ada yang beda.
Aku masih merasa belum berhasil untuk bisa berpikir normal dan menjalankan seperti hari-hari biasanya untuk kegiatan sehari-hari.
Aku diskusikan dengan Abang. Intinya juga mungkin karena rasa tanggung jawab ke anak-anak lebih ke hal-hal lainnya.
Makanya untuk kegiatan belajar formal teaching, aku longgarkan. Insya Allah akan aku bahas di tulisan selanjutnya yang sebenarnya niatnya dari awal 3 pekan lalu nulisnya.
Tapi ya itu. Karena aku merasa harus super hati-hati melakukan berbagai hal di kondisi saat ini, akhirnya aku mulai mentok ketika melakukan berbagai hal terutama yang berkaitan dengan aktifitas yang butuh “mikir”. Bahkan aku juga jadi sedikit terhambat untuk melakukan kewaijban pekerjaan di hari-hari biasa.
Kemudian aku sedikit mengira karena mungkin aku sudah terlalu lelah dengan aktifitas fisik di rumah karena gak bisa ngga, masak dan hal-hal rumah tangga lainnya sudah sangat menguras energi. Dengan 5 anak di rumah. Gak ada kesempatan beli jajanan atau lauk di luar untuk istirahat sehari dua hari.
Tambahan tanggung jawab karena juga ada Ziyad di rumah. Walau tanggung jawabnya sedikit lebih ringan karena untuk materi utama disetorkan ke ustadz di pondok.. Tapi pada akhirnya ternyata kami harus lebih ketat untuk mengawasi supaya proses menambah hafalan dan yang lainnya tetap disipllin sesuai target.
Alhamdulillah perlahan-lahan, dengan meminta pertolongan Allah, aku mulai bisa berbenah di sana sini.
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمين
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya.”
(Q.S. al-Anbiya: 87)
cizkah
6 April 2020/13 Sya’ban 1441 H