Kemarin Sabtu 19 Oktober 2024, kami ke toko buku. Kata kami di sini sebenarnya perlu didetailin lagi. Banyak hal yang mau aku ceritain termasuk tentang “kami” di sini.
Buat mutusin “berangkat” dan “jadi” ke toko buku itu sebenarnya macem-macem pertimbangannya. Termasuk masalah biaya. Alhamdulillah baru-baru ini mereka dapat hadiah THR yang tertunda dari seorang sahabat. Aku tawarin ke anak-anak uangnya buat beli buku aja.
Mereka yang udah mulai besar dan udah milih-milih buku sendiri udah tahu kisaran harga buku berapa. Rezeki yang baru mereka dapat jadi penguat buat menjalankan rencana ke toko buku yang dari kemarin belum terwujudkan.
Aku sama Abang kalau bikin rencana tuh gak mau yang terlalu saklek banget. Diniatin tapi sama-sama “kita lihat situasi”. Hehehe. Jadi, yang berencana secara waktunya aku sama Abang aja. Gak disampaikan ke anak-anak. Biar kalau gak jadi ya gak kecewa, kalau jadi ya alhamdulillah.
Alhamdulillah, abis sholat ashar, Abang nanya, “Jadi gak ke toko buku?” “Ya ayo.” Tiga sekawan -Luma dan kembar- langsung seneng dengernya.
Dua Motor
Ya Allah, ternyata mau cerita ke toko buku aja, ada hal-hal yang perlu diceritakan supaya dapat gambaran di baliknya. Begitulah…Dalam hidup banyak faktor yang berpengaruh ke aktivitas hidup lainnya. Ini padahal baru satu kegiatan yang harapannya dilakukan bersama-sama.
Di rumah ada 2 motor alhamdulillah. Satu motor tua yang usianya udah >20 tahun, motor Karisma milik mertua dan satu motor Revo yang…ah ini ada ceritanya sendiri juga.
Kemungkinan untuk momen kaya gini, formasinya aku bonceng salah satu dari kembar dan Thoriq sedangkan Abang bonceng Luma dan salah satu dari kembar.
Tapi kalau gitu kan baru 3 + 3 = 6. Sedangkan kami bertujuh. Jadi gimana? 🙂
Dua Anak Bujang
Sebenarnya, aku berharap Ziyad ikut. Sama seperti dulu-dulu. Lagian kan buat variasi kegiatan dia.
Memori ke toko buku Toga Mas Januari tahun 2019
Memori ke toko buku Toga Mas Juli 2019
Pernah sekali berhasil dia ikut, dan itu dia naik gojek. Tapi dia gak tergerak. Karena dulu kami pernah ke toko buku Toga Mas pakai sepeda – karena sebenarnya ini memang cukup dekat ± 3,5 km-, aku motivasi Ziyad untuk naik sepeda. Tapi udah ketebak kalau dia kurang tertarik.
Ini sebenarnya bukan berarti dia gak suka ke toko buku. Tapi kalau ke toko bukunya harus effort naik sepedanya itu yang dia kurang tertarik. Akhir Agustus kemarin, karena ada buku yang pingin aku beli, aku nitip ke dia untuk beli di toko buku. Dia ke sana naik motor bareng Thoriq. Di sana dia malah beli buku bagus buat dia sendiri pakai duit dia sendiri, judulnya Psychology of Money.
Bukan juga dia gak suka naik sepeda. Karena ada momen lain dimana dia mau susah payah naik sepeda untuk bisa olahraga di lapangan Pemda yang lokasinya lebih jauh dari toko buku. Kompleks yaaa hehehe. Gitu yah ngadepin anak yang udah gede dan udah punya pertimbangan sendiri.
Aku juga gak maksa, cuma bisa menyarankan, memotivasi dan memberi sisi-sisi pertimbangan sekaligus diiringi pengertian. Aku berusaha ngertiin karena mungkin dia udah cape bolak-balik perjalanan kuliah dari Senin-Jumat. Jadi sekarang pingin istirahat aja plus nyiapin fisik karena biasanya akhir pekan dia menjalankan rutinitas olahraganya.
Yang mengejutkan adalah Thoriq ternyata gak terlalu pingin ikut. Dia emang lagi suka eksplore jalan dari kemarin. Dua bulan terakhir ini kayanya dia mulai beberapa kali eksplor. PAKAI SEPEDA.
Dia bilang dia pinign coba jalan-jalan baru. Aku heran. Aku ngomong ke dia sambil pakai cadar dan jilbab menghadap kaca yang ada di teras, “Kan kalau ke toko buku belum tentu sebulan sekali.” Dia masih jawab-jawab kenapa gitu gak jelas. Pada akhirnya, ternyata dia tetap mutusin gak ikut. Abang sempat ikutan ngomong bilang kalau Thoriq gak mau ikut ya gpp.
Aku…
Aku gak maksa juga. Tapi sedih.
Pas lagi nahan emosi itu aku masuk kamar poster yang sekarang juga jadi ruang kerjaku. Di situ juga tempat gantung pakaian sholat. Aku pakai kaos kaki yang memang aku taruh di situ sambil diem aja nahan emosi. Abang nyamperin aku atau lagi lewat ya aku lupa.
Aku pakai kaos kaki di lantai. Abang jongkok menghibur aku. Bahas intinya gpp Thoriq gak mau ikut. Kan yang penting sama Abang. Aku mulai nangis berusaha tanpa suara. Cuma mulai mengalir aja gak bisa dihentikan. Abang bilang lagi, “Gpp. Kan memang momennya yang paling penting buat Luma dan kembar.” Karena mereka lah yang belum sebanyak Ziyad dan Thoriq mengalami momen ke toko buku secara sadar.
Aku bilang “Iya gpp. Gak usah dibilang ke Thoriq juga aku pinginnya dia ikut.” Aku gak mau maksa. Biar dia tetap dengan keputusannya.
“Aku cuma lagi atasin perasaanku sendiri aja,” ngomongnya sambil nangis dengan suara pelan supaya gak ketahuan anak-anak. Aku gak mau suasananya jadi rusak karena Luma dan kembar kan lagi seneng, sedangkan Thoriq nanti malah jadi kepaksa.
Aku masih sempat siap-siapin tas buat bawa buku yang dibeli di ruangan ini. Ruangan ini emang ruang serba guna banget sebenarnya.
Karena motor udah disiapin Ziyad, tiga sekawan Luma dan kembar udah di halaman, aku langsung pamitan berangkat ke Ziyad dan Thoriq tanpa mandang mereka biar gak kelihatan aku abis nangis.
Pas mulai menjalankan motor, aku tetap berusaha ridha dengan keputusan Thoriq. Aku berusaha mendoakan supaya dia selamat di jalan. Aku gak pingin dia kenapa-kenapa karena aku gak ridha. Sama seperti kejadian Ziyad dulu. Aku cuma sedih aja. Aku gak mau mereka celaka.
Di Toko Buku
Alhamdulillah, di toko buku bisa tenang karena masih sore. Sudah dua kali kami pergi ke toko buku setelah sholat Isya. Berakhir harus buru-buruuu banget karena bahkan sebelum jam 9 malam -mungkin karena saking sekarang toko buku sepi banget- lampu-lampu udah dimatiin dan buku-buku udah mulai ditutup terpal-terpal. Padahal kami masih mau pilih-pilih. Bikin gak nyaman. Makanya kami usahain ke sini sore hari.
Aku sempat mondar-mandir mencari sebuah buku yang aku ketemu bagus tapi kondisinya udah mengenaskan. Pas lagi mondar-mandir itu, Luma dan Kembar ngomong, “Kok ada Babang, Mi?” Ini celetukan panggilan dari Luma yang suka nyebut abang-abangnya dengan Babang. Aku pikir mereka salah lihat. Terus mereka tunjuk sosok yang posisinya membelakangi aku, sedang berjalan menjauh ke rak-rak belakang. “Itu Babang,” kata mereka.
Waktu aku lihat sweater hijau-nya aku langsung hanya, “Oh…bang Thoriq. Hmm…” Kemudian aku berlalu meneruskan proses pencarian dan lihat-lihat buku. Aku tahu berarti dia naik sepeda. Abang cuma senyum-senyum aja pas tahu dia datang. Pas papasan sama aku, Thoriq bilang abis muter lewat UGM. Terus dia berlalu lagi dan datengin aku minta izin buku pilihan dia sendiri. Aku tahu buku yang dia minta, pernah lihat reviewnya. Tapi aku cek lagi, buka bungkusannya dan baca lagi isinya. Aku izinkan.
Aku udah hampir selesai. Tinggal Luma yang belum mutusin buku yang dia mau beli. Thoriq pamitan duluan soalnya kan naik sepeda. Biar sampai rumah sebelum Maghrib. Dia gak bawa minum, sempat bilang haus dan aku suruh beli minum tapi ternyata belum beli juga. Aku suruh ambil satu minuman di dekat kasir. Aku bilang ke kasir, “Mba, ini satu ya mba, nanti tolong dihitung sekalian.” Posisi aku emang udah dekat kasir, karena buku yang mau dipilih Luma posisinya semuanya di area dekat kasir.
Alhamdulillah, bisa selesai jam 5-an. Ternyata hujan rintik-rintik di luar. Syahdu.
Di Rumah
Alhamdulillah, sampai rumah pas Maghrib. Semua bisa sholat di masjid.
Seneng. Berhasil ke toko buku dan dapat buku-buku baru yang menarik insya Allah. Kembar juga dengan pilihan buku masing-masing. Seperti biasa ada buku yang aku pilihin buat mereka.
Karena cape, aku istirahat di kamar dan ajak Abang nemenin di kamar. Kami ngobrol macem-macem. Terus bahas Thoriq yang tiba-tiba muncul di toko buku.
Abang akhirnya cerita, “Tau gak kenapa dia datang?”
Abang cerita kalau sebelum berangkat, Abang sempat ngomong ke Thoriq, “Ummi nangis tuh. Sedih Thoriq gak ikut ke toko buku.”
Kata Abang dia langsung tertegun gitu aja. Abang sengaja ngasih tahu aja. Pingin tahu gimana tindakan dia selanjutnya. Ternyata dia datang masya Allah.
“Kok Abang gak ngomong kaya gitu juga ke Ziyad?” aku tanya.
Abang bilang udah pernah kaya gitu. Tapi gak ngaruh. Hehehe…tapi aku gak ada yang sampai nangis sih. Ya momen, kondisi dan banyak hal yang mempengaruhi tuh beda-beda. Jadi bukan jadi tolak ukur apa-apa ke masing-masing. Cuma Abang senang dengan sikap yang Thoriq tunjukkan dengan berusaha tetap hadir di toko buku.
Pas di toko buku itu, aku sempat foto sama dia. Fotonya pas dia lagi nanya buku yang dia pingin beli. Karena aku lagi di momen pingin capture momen sama anak-anak (semoga aku bisa nulis tentang ini), aku bilang, “Foto dulu foto dulu.” Pas emang Abang dekat aku waktu itu. Jadi difotoin Abang. Kalau dipikir-pikir lagi, waktu itu kan aku belum tahu kalau dia datang karena respon dikasih tahu Abang. Waktu awal papasan, aku merespon kehadirannya mungkin terkesan “kewl”, gak heboh. Tapi pas di momen aku minta foto itu mungkin dia jadi sadar bahwa kehadirannya berarti untuk aku.
Alhamdulillah, bisa ke toko buku lagi. Selalu jadi momen yang menyenangkan insya Allah.
Diselesaikan: Jogja, 23 Oktober 2024
Nulisnya nyicil berapa hari, padahal banyak banget yang lagi pingin dicatet.
Ya Allah mudahkanlah, ya Allah, mudahkanlah…
[…] ini cuma potongan cerita dari Cerita ke Toko Buku yang baru saja aku tulis beberapa hari yang […]