Dua Hal Terkait Keputusan Besar

Makasi banyak buat semua yang sudah memberi perhatian atau mendoakan kami setelah membaca tulisan Keputusan Besar.

Ada yang ngira aku masih sedih banget karena kejadian itu.

Alhamdulillah semua baik-baik aja. Kami baik-baik aja. Bahkan sejak keputusan itu kami buat, kami yakin ini yang terbaik dari Allah dan dengan itu insya Allah malah sangat bersyukur, alhamdulillah.

Ada yang kurang bisa memahami cerita yang kemarin. Tapi ada juga yang jeli dengan memperhatikan sebab utamanya yang kemudian tentu saja ada hal-hal yang menyertai kenapa hal itu bisa terjadi.

Iya, memang gak ada sekolah yang sempurna untuk anak-anak kita. Mungkin ada yang menganggap kami terlalu perfeksionis karena mengeluarkan Ziyad dari pondoknya. Tapi sebenarnya anggapan itu karena prasangka atau menilai dengan sudut pandang yang berbeda karena tidak merasakan atau belum mengetahui hal mendalam yang ada di balik keputusan kemarin.

Di pondok saat Ziyad SMP, juga –tentu saja– tidak sempurna. Tapi ada hal yang jadi prioritas dan ada yang memang kita anggap sebagai hal yang patut di-sabar-kan atau memang di-tidakmengapa-kan untuk mencapai tujuan utama.

Sebaliknya, ketika tujuan utama tidak tercapai, yang kemudian dirunut adalah hal-hal terkait yang menyebabkan itu tidak tercapai; apakah bisa diperbaiki atau ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Atau bahkan memang sudah bisa ditarik kesimpulan yang paling akhir seperti yang kami lakukan kemarin.

Fokus dalam menghadapi setiap permasalahan hidup adalah mencari solusinya. Bukan meratapi atau bersedusedan di situ. Qodarullah wa masya a fa’al adalah ucapan paling awal saat mengetahui ada hal yang tidak sesuai harapan. Sedih wajar karena kita manusia. Tapi setelah itu langsung memikirkan solusi.

Waktu sudah positif memutuskan mengeluarkan Ziyad, kami tahu konsekuensi-konsekuensinya insya Allah. Juga memikirkan langkah ke depan. Untuk langkah ke depan yang belum terlaksana, belum bisa aku ceritakan. Sebagai bagian dari sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya tidak menceritakan rencana-rencana besar kehidupan kita.

Daftar PKBM

Setelah malamnya mengetahui informasi penting yang membuat hancur lebur hatiku, esok paginya, setelah waktu Subuh, hal pertama yang aku lakukan adalah bertanya ke bu Tuti, apakah Ziyad bisa didaftarkan di PKBM beliau.

Aku baru sekedar memberikan kalimat, “Ada kemungkinan Ziyad kami keluarkan dari pondoknya, Bu.”

Ini adalah titik pertama yang penting karena berkaitan dengan ijazah yang biasanya diperlukan dalam proses birokrasi pendidikan ke depannya, insya Allah.

Kami memang gak berpikir sama sekali dengan kemungkinan: sekalian selesein sampai akhir tahun ajaran. Alhamdulillah kami gak pikiran atau bahas hal ini. Yang aku dan Abang lakukan waktu itu adalah SEGERA menyelamatkan Ziyad. Mungkin ini terdengar ekstrim, tapi memang kalimat itulah yang aku nyatakan waktu berdiskusi dengan mba Emi. Kami gak bisa membiarkan ada lagi waktu yang berlalu.

Alhamdulillah, sore hari, aku dapat telpon dari bu Tuti, menanyakan, Ziyad mau pilih jurusan apa? IPA atau IPS? Gak biasanya bu Tuti menghubungi sampai menelpon. Aku juga gak nyangka tapi sekaligus bersyukur bu Tuti sigap sekali menanggapi pernyataanku pagi tadi.

Aku bertanya apakah ada pilihan Bahasa? Ternyata gak ada. Hanya ada dua pilihan: IPA dan IPS. Aku pilih IPS.

Catatan: di pondok, jurusan yang ada adalah AGAMA. Jalurnya akan beda sekali dengan jalur sekolah umum. Karena isi pelajarannya berbeda. Sehingga ketika keluar dari pondok, jika ingin mengambil jurusan yang lebih umum, butuh penyesuaian dari berbagai sisi.

Ini juga pernah dibahas di grup ummahat pondok Ziyad karena mereka biasanya sudah memikirkan langkah ke depan bagi anak-anaknya. Dari situlah ada cerita-cerita bahwa bisa saja mendaftar ke jurusan umum seperti perawat, bidan atau lainnya, tapi harus dengan penyesuaian diri dalam mempelajari materi yang akan dilalui karena basic di pondok gak ada yang berkaitan dengan pelajaran IPA atau IPS.

Aku sempat menanyakan tentang nomor induk siswa. Bu Tuti bilang nanti bisa minta dicabut dari pondok. Dari pembicaraannya intinya, kan pamitnya baik-baik. Insya Allah urusan ini harusnya ya mudah.

Karena aku udah tahu jadwal adik-adik Ziyad yang sebentar lagi akan ujian semester, aku tanyakan ke bu Tuti, apakah sama. Ternyata sama. Alhamdulillah. Berarti Ziyad ada waktu dan kesempatan untuk belajar materi IPS.

Kami juga paham bahwa mendaftarkan ini berarti kami harus membayar biaya SPP selama 1 tahun untuk tingkat SMA kelas 1. Alhamdulillah untuk tingkat SMA, biaya per bulan Rp 125.000.

Bayar Uang Pendidikan

Dulu, menjelang Ziyad lulus SD, salah satu pertimbangan aku tidak mendaftarkan ke pondok yang sekarang adalah aku mendengar kabar kalau sudah masuk di sini, wajib menjalankan selama 7 tahun: 3 tahun SMP + 3 tahun SMA + 1 tahun pengabdian.

Jika tidak menjalankan seperti itu dan suatu hari keluar, maka harus membayar ganti uang pendidikan.

Waktu itu aku belum paham kenapa ada kebijakan ini. Bahkan ketika mendaftarkan Ziyad saat SMA, aku juga gak tahu dan lupa tentang hal ini. Karena aku pikir, pondok Ziyad sama seperti pondok lainnya. Harus bayar SPP seperti layaknya sekolah.

Ada pertimbangan penting lainnya, tapi aku gak bahas di sini ya. Insya Allah dibahas di tulisan khusus.

Sampai akhirnya Ziyad diterima, kami tetap membayar uang pangkal dll. Di situlah baru aku tahu bahwa uang SPP Ziyad itu adalah sebesar Rp 600.000 yang itu hanya untuk uang makan saja. Sedangkan uang pendidikan dibiayai oleh salah satu travel umroh haji.

Oleh sebab itu, bagi yang keluar, harus mengganti uang pendidikan selama masa pendidikan yang telah ditempuh.

Ketika Abang menginfokan ke beberapa ustadz ingin mengeluarkan Ziyad dari pondok — ini karena untuk sampai tahap pamit mengeluarkan Ziyad, agak membingungkan harus ke ustadz siapa —, sebenarnya kami sudah tahu dengan konsekuensi ini. Tapi ustadz-ustadz tidak ada yang menyatakan secara langsung.

Alhamdulillah setelah aku menghubungi bendahara dan menyatakan kami sudah disetujui untuk mengeluarkan Ziyad, aku memastikan ke bendahara pondok, biaya yang kami harus tunaikan.

Karena Ziyad sudah menempuh 11 bulan, maka biaya pendidikan yang kami harus tunaikan adalah 11 x Rp 600.000.

Aku baru tahu kalau AKTA KELAHIRAN ASLI yang dikirim ke pondok saat pendaftaran itu sebenarnya sifatnya seperti jaminan. Bulan Februari, saat kami mau bikin paspor buat anak-anak, aku baru sadar kalau akta kelahiran Ziyad yang asli ada di pondoknya. Padahal saat pembuatan paspor, akta kelahiran termasuk dokumen yang diperlukan. Akhirnya aku kontak ke salah satu ustadz, ternyata ditanya untuk apa dan diminta untuk dikembalikan lagi. Waktu itu akhirnya aku gak jadi minta karena bisa pakai dokumen ijazah sebagai pengganti dokumen akta kelahiran.

Aku ceritakan di sini, supaya teman-teman lain yang ingin mendaftarkan anak-anaknya ke pondok dari SMP bisa mencari info terkait aturan di pondok. Terkait bagaimana jika suatu hari harus keluar, berapa lama masa pengabdian, jurusan ketika SMA gimana, apakah harus sampai SMA, apakah Al-Qur’an jadi target utama, kalau memang Al-Qur’an jadi target utama, bagaimana tahapannya, siapa pengampunya,apakah akan berkomunikasi dengan ortu, bagaimana pelajaran umumnya, apakah ortu akan mendapat info perkembangan siswa, bagaimana komunikasi dengan anak di pondok, apakah wali kelas akan komunikatif dengan ortu. Hal ini bisa jadi pertimbangan karena masa 6 – 8 tahun di satu lembaga itu adalah masa yang sangat panjang.

Catatan:

  • di pondok ttt, ada yang masa pengabdiannya 2 tahun.
  • di pondok ttt, ada yang WAJIB menyelesaikan pengabdiannya dulu, baru bisa mendaftar ke universitas ttt. Jika dia mendaftar di masa pengabdian dan keterima dan dia ingin mengambil kesempatan itu, dia tetap harus membayar biaya pendidikan yang telah dilalui. Mungkin karena dianggap tidak menunaikan “akad”.

Dengan pengetahuan dan hal yang sudah kami lalui saat ini, kami sendiri jadi lebih tahu untuk adik-adik Ziyad nanti insya Allah, langkah apa yang kami lakukan di masa pendidikan SMA-nya.

Sebenarnya, aku masih ingin menceritakan puzzle-puzzle lainnya terkait mengeluarkan Ziyad dari pondoknya; untuk menjadi catatan dan pertimbangan dalam pendidikan anak-anak di usia ini. Tapi ternyata tulisan yang ini juga sudah panjang dan nyicilnya lamaaa. Semoga bisa disambung di tulisan berikutnya. Aamiin.

cizkah
30 Juni 2023

Leave a Reply