Pelajaran dari Sebuah Boneka

Dari sebuah boneka, banyak hal ternyata bisa dijadikan pelajaran. 

Ini adalah boneka bikinan aku buat Luma. Aku bikin ini waktu hamil Luma. Artinya sekitar 6,5 tahun yang lalu. 

Saat ini, boneka ini Handzolah anggap sebagai boneka miliknya. Yang dibawa kemana-mana. 

Ada pelajaran yang aku anggap dari kejadian ini:

Pertama, Sesuatu yang kita buat hari ini, bisa jadi dimanfaatkan bukan pada hari ini atau hari yang dekat. Tapi dimanfaatkan oleh orang yang bahkan belum ada di pikiran kita saat membuatnya. 

Jadi, berkarya saja. 

Ini gak cuma bukan masalah boneka atau bikin sesuatu untuk anak-anak ya. Tapi juga ke hal berkaitan dengan ilmu atau hal lainnya yang bermanfaat. 

Tapi dalam bahasan kita kali ini, kalau ada yang bisa kita bikin untuk anak-anak kita, maka luangkanlah waktu. Gak harus jadi dalam waktu sehari dua hari tiga hari. Nikmati setiap proses dari sebuah proses yang insya Allah hasilnya nanti akan berguna. 

Kedua. Apakah teman-teman melihat kalau boneka ini terlihat dekil, cacat dan tidak sempurna?

Dari berbagai kejadian dengan anak-anak yang berkaitan dengan mainan-mainan mereka, mereka tidak mengenal yang namanya kesempurnaan seperti yang di benak orang dewasa. 

Mereka adalah orang yang penuh penghargaan insya Allah. 

Mereka gak merasa kurang yang bikin gak hepi dengan wujud boneka ini.

Kayanya sedih ya kalo ada yang bikin sesuatu kemudian dibilang jelek. Ada yang mau aku bahas juga berkaitan sama ini. Insya Allah di tulisan lain. 

Jangan over expectation. Yang dibawa-bawa juga bisa ditinggalkan begitu saja. Ini dilempar karena asyik main yang lain. Lokasi foto di Mika Coffee Jogja

Sayang dan Super Ego (Posesif?)

Ini adalah catatan lanjutan dari proses yang kita lakukan untuk anak-anak kita. Aku gak tahu istilah yang tepat untuk hal ini. 

Pelajaran ini aku dapati dari satu kejadian.

Waktu itu kami lagi pergi ke toko merah. Sebelumnya beli jaket untuk Ziyad dan Thoriq karena jaket mereka udah pada kekecilan. Kalo krucil masih cukup. Jadi kami putuskan untuk krucil dibelikan barang yang lain. Kami bolehkan membeli yang mereka inginkan di Toko Merah.

Sampailah sudah di waktu-waktu terakhir, Luma belum menemukan yang benar-benar dia inginkan.  

Di lantai 3, ternyata ada satu sudut boneka.  Ada boneka perempuan dari bahan kain yang menarik perhatiannya. Karena wujudnya bukan boneka seksi seperti barbie, aku goyah. Antara ingin membolehkan atau tidak.

Tau gak salah satu perasaan yang muncul pada saat itu apa? Aku sedih dan khawatir, bahwa boneka yang aku bikin yang biasa jadi kesayangannya Luma akan tersingkirkan.

Tapi aku berusaha bersikap “bijak”. Aku berusaha (keras) berpikir tanpa ada pengaruh dari pikiran itu. Akhirnya, Abang yang ambil keputusan untuk membolehkan membeli boneka itu.

Waktu baru pulang dari toko Merah, sesampainya di kamar ada perasaan gelisah, sedih dan rasanya ingin marah. Campur aduk juga ingin menangis.

Mungkin marah ternyata aku bukan yang paling spesial. Sedih juga karena aku merasa ditinggalkan. Ya ampun, rumit dan jadi hiperbolik banget kan. Tapi ini perasaan manusia yang justru sering malah menang dan bikin ribut dunia sebenarnya. 

Akhirnya seperti biasa aku ceritakan kegundahan aku ke Abang.

“Abang…aku sedih.”

Aku ceritakan perasaan aku. Tapi aku juga cerita bahwa sebenarnya aku sudah tahu jawaban dari pikiran aku. Bahwa aku gak sepatutnya seperti itu. Kenapa aku harus egois merasa harus cuma bikinin aku yang bisa membahagiakan Luma?

Padahal Luma senang dengan bonekanya yang baru. Padahal bukan berarti aku kehilangan Luma atau Luma menjadi sosok yang meninggalkan aku.

Cuma super ego saja. Merasa harus yang paling paling untuk Luma. Padahal kalau aku relakan, tetap Luma insya Allah sayang sama aku. Gak ada hubungannya boneka ini sama hubungan antara aku dan Luma. Jadi kompleks banget karena kerumitan pikiran orang dewasa saja. 

Setelah aku cerita kesedihanku dan dengan segala pemikiran itu ke Abang. Cukup bikin aku lega. Alhamdulillah aku bisa bersikap biasa menghadapi hasil dari beli boneka perempuan tadi. 

Seperti dapat diduga, boneka perempuan itu menggantikan hari-hari Luma bersama boneka yang aku buat.

Bukan berarti boneka yang aku buat ditinggalkan seluruhnya. Tapi dia bukan lagi boneka favorit yang selalu dibawa kemana-mana.

Boneka baru Luma

Tetap Seorang Anak, Anakku

Aku lega banget karena aku bisa segera menetralisir pikiran negatif super ego yang bisa malah berujung marah-marah dan padahal gak ada yang diuntungkan selain rasa “menang” yang sebenarnya gak bikin bahagia siapapun. 

Hari-hari Luma seperti biasa. Selanjutnya dia masih minta dibikinkan boneka kain yang dari kemarin belum berhasil aku buat. Aku merasa masih belum ketemu yang cocok dengan boneka yang dia inginkan. Antara ingin bikin yang lebih baik dari sebelumnya tapi juga lebih praktis supaya bisa ada berbagai pritilan yang diharapkan Luma. 

Satu lagi ganjalannya adalah, aku ingin hasilnya “sempurna”.  Yes…overthinking, sempurna, berhasil, bagus. Mindset orang dewasa. 

Sampai suatu hari, aku bebikinan boneka kertas sama Luma. Simpel aja. Cuma dari kertas setengah lingkaran yang dibikin kaya rok. Kemudian ditambah bagian atasnya dll. Ngikutin petunjuk salah satu buku yang kami punya untuk prakarya bersama anak. 

Hasilnya…mau dibilang apa? Dari kacamata siapa? 🙂
Boneka hasil bebikinan itu dipegang Luma selama beberapa hari. Dicari ketika bangun tidur. Sampai akhirnya rusak karena memang bahan dasarnya hanya kertas. Sampai akhirnya aku bilang, insya Allah nanti kita bikin lagi.

Dari situ, dan kejadian boneka Handzolah di atas, aku akhirnya sadar, mereka tidak minta kesempurnaan. Kesempurnaan sebagaimana yang aku pikirkan. Bagi mereka, dibuatkan sesuatu sesuai yang mereka harapkan adalah sebuah kebahagiaan. 

Saat Ingin Membuat Sesuatu untuk Anak

Akhirnya kami berusaha memilih bersama boneka yang akan aku buatkan. Alhamdulillah akhirnya ketemulah contoh boneka yang diharapkan Luma. Yang sebenarnya kalau dikerjakan buanyak banget. 

Tapi…belajar lagi dari kejadian boneka Handzolah, ada satu lagi yang perlu ditanamkan selain mindset kesempurnaan yang tidak ada. Bahwa apa yang kita buat itu juga tidak harus terburu-buru. Sambil menyepakati boneka yang akan aku buat untuk Luma, aku sebenarnya juga sedang membuatkan boneka rajutan untuk Kholid.

Sebenarnya ada boneka lain di rumah yang bukan homemade. Salah satu boneka yang dia pilih adalah boneka dinosaurus dan babi. Aku tawarkan boneka lainnya yang pernah aku buat dia gak mau.

Karena aku mengenali karakter Kholid insya Allah, aku carikan pattern boneka baru yang kira-kira sesuai dengan dia. Aku bilang insya Allah aku bikinkan untuk Kholid. Karena ada perasaan aku ingin berusaha biar adil, ada boneka bikinan aku yang dipegang anak-anak. 

Dari rajutan ini aku belajar, bahwa proses itu gak harus cepat. Sabar karena kita gak sedang lomba dengan siapapun alhamdulillah. “Klien” kita ini bukan yang ngasih deadline juga. 

Berproses saja secara istiqomah. Dan ini sebenarnya berlaku untuk semua hal yang kita lakukan. 

Berproses saja secara istiqomah. 

Boneka rajut Kholid. Sudah masuk pekan kelima
Boneka rajut Kholid. Sudah masuk pekan kelima alhamdulillah

Untuk rajutan, kadang sehari dapat 4 baris rajutan. Kadang bisa dapat 10 baris. Dalam 4 pekan, alhamdulillah rajutan boneka untuk Kholid udah sampai tahap badan. Sempat selama sepekan aku gak terlalu dapat banyak hasil karena ada prioritas-prioritas lain yang bikin gak bisa kepegang. Satu kaki aku kerjakan dalam 1 pekan. 

Untuk Luma, dengan berprinsip seperti itu, akhirnya kami mulai project bikin boneka dari kain felt.

Mulai saja. Jangan anggap susah. Semuanya butuh proses. 

Alhamdulillah jadilah sosok boneka datar dari kain felt. Sudah dengan bajunya. Semoga dimudahkan untuk tambahan lainnya. 

Dunia anak, memang gak lepas dari boneka. Apalagi anak perempuan. 

Sama seperti hadits Aisyah yang sedang memainkan boneka dan ditanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

مَا هَذَا يَا عَائِشَة , قَالَتْ : بَنَاتِي . قَالَتْ : وَرَأَى فِيهَا فَرَسًا مَرْبُوطًا لَهُ جَنَاحَانِ فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قُلْت فَرَس . قَالَ فَرَس لَهُ جَنَاحَانِ ؟ قُلْت : أَلَمْ تَسْمَع أَنَّهُ كَانَ لِسُلَيْمَان خَيْل لَهَا أَجْنِحَة ؟ فَضَحِكَ “

“Apa ini wahai Aisyah ?, ia  menjawab: “Boneka saya”, beliau melihat ada seekor kuda (mainan) yang terikat dan mempunyai dua sayap, beliau bertanya: “apa ini ?”, saya menjawab: “kuda”, beliau menjawab: “kuda mempunyai dua sayap ?”, saya menjawab: “Tidakkah anda mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai seekor kuda yang bersayap ?, maka beliau tertawa”.

Riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Hajar adalah riwayat Abu Daud: 22813, dan di shahihkan oleh al Baani dalam Ghayatul Maram: 129. (https://islamqa.info/id/answers/119056/hukum-berbisnis-boneka-dan-bentuk-hadiah-yang-lainnya)

Semoga bermanfaat.

cizkah
27 Februari 2020
Ditulis weekend kemarin. Diselesaikan hari ini alhamdulilllah.

Leave a Reply