Hal paling mendasar ketika memutuskan homeschooling adalah dari visi misi ini. Ketika visi misinya masih samar-samar, kemungkinan goyahnya akan lebih cepat. Ini bukan berarti yang sudah menentukan visi misi terus gak goyah ya. Saya sendiri juga melalui pasang surut sebelum akhirnya sampai di satu titik untuk lebih mantap dalam menjalankan homeschooling.
Kita bahas satu persatu ya.
Maunya Anak?
Homeschooling bukan berkaitan dengan keinginan anak. Maksud saya di sini, pertanyaan orang tua biasanya berkaitan dengan:
“Anaknya mau gak ya?”
”Anaknya gak bisa diem.”
”Anaknya maunya sekolah.”
Pertanyaannya adalah, ini anak yang sedang dipertimbangkan untuk homeschooling usia berapa? Apakah usia TK? Usia baru mau SD? Atau memang sudah SMP atau SMA?
Kalau jawabannya masih TK atau SD, maka sebenarnya orang tua sudah bisa menjawab sendiri dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
Apakah anak sudah benar-benar bisa menentukan mana yang baik dan sesuai untuk dirinya? Apakah anak sudah bisa memandang dengan visi ke depan apa yang bermanfaat untuk dirinya?
Atau sekedar jawaban yang penting enaknya gimana. Misalnya, ingin sekolah karena ada mainan? Atau karena banyak temannya?
Bukankah jawaban anak yang berdasarkan dari kemampuan berpikirnya – yang masih dalam tahap berkembang ini – bukan tujuan dari pendidikan yang kita harapkan. Bahkan malah bisa jadi menjadi distraksi dan sisi yang membuat anak kita tidak bisa fokus dalam mengenyam pendidikan.
Keputusan homeschooling yang saya bicarakan dalam tulisan kali ini memang keputusan homeschooling untuk usia pra sekolah dan SD. Karena bagi saya menjalankan homeschooling memang waktu yang tepat adalah di usia ini. Untuk tahap selanjutnya, pertimbangan dan visi misinya akan berbeda dengan visi misi saat usia < 12 tahun.
Keputusan Orang Tua?
Keputusan untuk homeschooling memang harus orang tua yang menentukan. Namun, anak bukan berarti dianggap sebelah mata. Menjalankan homeschooling adalah menjalankan proses belajar bersama dalam waktu lama dan intensif. Maka butuh kerja sama.
Komunikasi dengan anak itu pasti.
Maka proses yang terjadi sebenarnya adalah, orang tua memutuskan kemudian mengomunikasikan dengan anak proses belajar yang akan dilalui.
Beri penjelasan kepada anak berbagai kelebihan dari belajar homeschooling. Beri juga jawaban-jawaban atas berbagai hal yang mungkin menjadi kekhawatiran anak. Buktikan dalam praktek sehari-hari.
Misalnya mereka tetap dapat bermain bersama teman-teman sekitar.
Keputusan homeschooling adalah keputusan dari kedua belah pihak orang tua. Karena menjalankan homeschooling butuh saling menguatkan antara suami dan istri.
Visi-Misi Menjalankan Homeschooling
Pertanyaannya kembali ke hal ini. Apakah visi misi orang tua dalam menjalankan homeschooling?
Kalau jawabannya karena ingin coba-coba, ujung-ujungnya kemungkinan besar akan meninggalkan homeschooling.
Kenapa?
Karena homeschooling itu pastinya melelahkan.
Kita harus berpikir seperti petani yang sedang menanam tanamannya.
Semua petani tahu bahwa dalam pengerjaannya pasti melelahkan. Tapi petani juga tahu apa yang ingin dicapainya.
Dia tidak keberatan untuk menjalankan semua itu karena sudah tahu apa yang ingin dicapainya.
Satu lagi, petani adalah pekerjaan yang tingkat tawakkalnya tinggi. Kesadaran saat melalui prosesnya harus diiringi doa disertai ikhtiar yang sungguh-sungguh.
Ibaratnya, seperti itulah kita dalam menjalankan homeschooling dan pentingnya mengetahui visi misi ke depan dari pendidikan homeschooling yang dijalankan.
Pada kenyataannya, selama ini yang saya rasakan, proses homeschooling memang melelahkan, tapi juga menyenangkan insya Allah.
Bagi saya dan suami dalam menjalankan homeschooling ini, visi terbesarnya adalah:
- Bisa lebih fokus dalam menghafalkan Al-Qur’an.
- Fokus dalam menjalankan kegiatan belajar dengan alokasi waktu yang lebih efektif insya Allah.
- Memudahkan dalam mendidik akhlak.
- Memudahkan mendidik anak mengembangkan kemampuan hidup (kemandirian dan tanggung jawab).
- Bonding yang lebih kuat karena interaksi yang intensif.
Kelihatannya “ringan” tapi visi ini sangat menguatkan saya untuk terus menjalankan homeschooling bagi seluruh anak kami.
Penjelasan kenapa bisa menguatkan akan dijelaskan di tulisan berikutnya insya Allah dalam tulisan #serihomeschooling ini.
cizkah
11 Februari 2019/6 Jumadal Akhiroh 1440
#serihomeschooling
Masyaa Allah pas banget nemu tulisan ini. Problem saya sekarang justru permintaan homeschooling dari anak sulung yang sekarang umur 8 tahun, kelas dua sd. Dia merasa tidak cocok dengan guru dan sekolahnya. Dan mengajukan ingin belajar di rumah saja bersama ibu. Ditambah lagi dia habis membaca kisah tentang thomas alfa edison yang bisa sukses belajar di rumah bersama ibunya setelah dirumahkan oleh sekolahnya. Dia merasa insyaallah bisa juga seperti itu, bisa tetap dapat banyak ilmu dengan belajar sama ibu di rumah.
Saya sebenarnya pro dengan homeschooling tapi saya merasa saya sendiri belum siap menjalankannya karena keterbatasan ilmu dan masih belum konsisten dalam menjalankan pendidikan di rumah. Kadang semangat, kadang kurang semangat. Karenanya saya merasa sangat terbantu dengan adanya sekolah formal.
Tapi dengan pengajuan sulung saya ini, saya jadi berpikir ulang. Apakah memang saya perlu memikirkan untuk mengabulkan permintaannya. Atau hanya menganggapnya angin lalu dan mungkin dia akan berubah pikiran lagi nanti sehingga tetap mau sekolah formal.
Mohon masukannya mba. Jazakillah khoiron.
Sekarang anaknya full day kah mba?
Coba dikomunikasikan dg suami jg ya mba
bisa di tes kalau gak full day..coba anak disuruh mengerjakan buku ulangan.
Satu bab ulangan aja.
Nanti coba diperiksa bareng.
Ummu Siroja dan anak nanti bisa merasakan sensasi belajar homeschooling dengan menjalankan hanya seperti itu dulu insya Allah.
Ini secara belajar materi formal ya…
Padahal homeschooling nanti sebenarnya praktek menyeluruh hal-hal kehidupan mba..tapi kita kadang gak sadari (prosesnya dan hasilnya).
Mbak jazakillah khairan tulisannya.. Masyaallah jadi tergambar lebih jelas ni. Mbak saya mau tanya. Kalau anak-anak mbak siska sosialisasinya dengan temen-temen sekitar rumah kah? Untuk meminimalkan pengaruh yang kurang diinginkan gimana ya mbak? Pernah nggak sih habis main sama temennya terus kebawa temen-temen..? Kaya yang jadi kenal super hero lah, yang jadi tau lagu-lagu, dan sebagainya. Jazakillah khairan mbak..
insya Allah jawabannya akan tertuang pada tulisan #serihomeschooling yang kedua ya.
Judulnya “Meluruskan Kesalahpahaman tentang Homeschooling”.
Masih proses ni..nulisnya nyicil :).
Aku nunggu gambaran jadwal harian mba cizkah utk belajar mba, gimana kegiatan ibu, anak2 dari bangun sampai tidur. Anak2ku 3 masih prasekolah, masih belajar mandiri di rumah semua
Jazakillah khoyron mba
[…] kembali lagi ke hal yang sudah disampaikan di artikel pertama, yaitu visi orang tua untuk pendidikan anak. Perbaiki niat saat memutuskan anak akan dimasukkan ke sekolah apalagi di usia dini. Selami juga […]
Maa syaa Allah, jazaakillahu khayran atas sharingnya. Saya sedang dalam tahap belajar dan menjajagi seluk-beluk homeschooling karena berniat menjalankannya selepas si sulung (perempuan) lulus SD. Karena ingin lebih mengembangkan potensinya di luar akademis dan basic life skill sesuai fitrahnya (cooking, baking, menjahit, crochet, gardening, urban farming). Juga agar lebih fokus hafalan quran. Masalahnya, saya termasuk orang yang senang belajar tapi sering tidak konsisten untuk menekuni sesuatu. Kekhawatiran saya adalah jika di tengah jalan nanti saya “kendor” sehingga tidak bisa memfasilitasi belajar anak dengan maksimal. Ada tips untuk saya umm?
itu was-was mba.
coba dijalankan dulu.
minta pertolongan kepada ALlah.
Berusahalah untuk istiqomah.
Cari keberkahan dari kegiatan tersebut supaya yang lainnya jadi lebih mudah.
[…] peralatan pendidikan. Tapi pada akhirnya perasaan itu berlalu. Karena balik-baliknya lagi juga ke visi misi orang tua saat memilih untuk […]
[…] Yang alhamdulillah, selama membimbing dan mendidik anak untuk materi-materi pelajaran SD itu, kami tetap bisa menjalankan pendidikan sesuai visi misi keluarga insya Allah. […]