Unschooling and Homeschooling Wannabe

Unschoooling ini adalah proses kami mengeluarkan Ziyad dari childcarenya. Sebenernya gak tau deh tepat atau engga disebut unschooling.

Kejadiannya, sekitar awal Februari. Yang itu berarti Thoriq baru berumur 1 bulan dan itu juga berarti semester kedua baru saja dimulai. Secara tiap semester itu kita mesti bayar Rp 75.000 untuk biaya permainan dan alat tulis.

Kebimbangan terutama karena ada bayi baru lahir dan aku juga nantinya akan kerja. Tapi pikiran untuk mengeluarkan Ziyad sudah dari bulan November 2010. Aku mulai merasa berat dengan SPP tiap bulan yang sudah diupayakan untuk berkurang, tapi tetap saja akhirnya > Rp 300.000. Entah itu karena over time, majalah, kegiatan ekstra dan lain-lain.

Sampai bulan Desember mesti bertambah lagi bayaran itu karena ada wisata edukatif yang hampir selalu Ziyad gak ikut. Dan ini mesti tetep bayar walau ikut gak ikut. Berapa biayanya? Rp 75.000. Dan ini diadakan tiap 6 bulan sekali.

Kemudian ada kejadian-kejadian kecil, yang membuat aku semakin “sesek” dan akhirnya sepakat sama abang untuk memberhentikan Ziyad.

Karena masa peralihan, 2 minggu pertama Ziyad mengalami kebosanan yang sangat. Kami sudah sengaja menyewa perosotan selama 2 minggu. Padahal waktu masih ikut chidcare, dia cuma 2-3 kali masuknya dalam seminggu. Aku juga berusaha memberi kegiatan-kegiatan supaya dia jangan sampai bosan.

Kami sempat juga mencari daycare baru, yang pure daycare (tempat penitipan), supaya Ziyad bisa diantar kapan saja kami mau dan kami butuhkan. Karena pengalaman di childcare pertama, kami jadi sangat berhati-hati, terutama dari segi pendidik dan biaya.

Setelah mendapat yang sedikit cocok, aku beberapa kali menelpon. Minta jangan diajarkan musik, jangan diajarkan menari (kelebihan di childcare yang pertama memang tak ada yg sejenis itu). Tapi saat aku minta keringanan agar biaya sumbangan awalnya dikurangi karena kami merencanakan Ziyad masuk playgroup/TK, ternyata tidak bisa, akhirnya kami benar-benar tidak mendaftarkan Ziyad di daycare manapun.

Sambil itu, ternyata Ziyad makin “belajar” sama aku. Belajar nulis, belajar baca iqro, dan berbagai hal lainnya. Dan jadilah kami seakan-akan sekarang ini melaksanakan proses homeschooling. Perlu postingan tersendiri untuk cerita ini. Lain waktu ya insya Allah.

7 Replies to “Unschooling and Homeschooling Wannabe”

  1. ziyad dah berapa tahun tho sis? buat ibu yang uangnya pas2an kayak aku, mahal juga ya biaya childcare-nya?
    gpp lah, homeschooling aja…. hehehe.

    1. udah 3th 10 bulan mba….ya sama mba..makanya sesek deh lama2. Mendingan duitnya buat beli buku atau alat permainan edukatif kan, itupun gak sampe segitu kan sebulannya. Bisa dipake buat adeknya juga insya Allah.

  2. kalo homeschooling kira2 ada kurikulum khususnya ga ya…
    pernah liat blognya mba lifa, beliau bikin kurikulum sendiri…
    mungkin mba siska atau mba zulfa bisa kasih saran dan masukan tentang kurikulum homeschooling^^
    jazakillah khairan

  3. Mm…setau ana mungkin bisa dibuat sendiri tapi karena pada kemampuan akhirnya kan ikut ujian dari pemerintah, jadinya tetep menyesuaikan tia. Wallahu a’lam deng hihi…blum mengarah ke yang serius. Namanya juga ziyad masi blum 4 taun. Jadi lebih banyak mainn2 dan yang bersifat kesiapan belajar dan keterampilan.

    Insya Allah nanti kita berbagi di

  4. umm hamzah says: Reply

    alhamdulillaah, akhirnya ana juga menemukan sebuah komunitas disini yang sama sepikiran. beberapa ummahat bergabung untuk mengadakan homeschooling, jadi menitikberatkan ibu sebagai pendidik dirumah namun tiap pekan mengadakan pertemuan, agar si anak slg berinteraksi dan si ibu juga tahu ‘up date’ info2 terbaru ttg apa-apa yg harus dipelajari, dan sejauh mana anak kita menyerap apa yg kita ajarkan dirumah.

    semoga kuat …
    karena homeschooling ini perlu meluangkan waktu dan tenaga si ibu, meskipun utk hamzah bermain masih yg diutamakan.

  5. @mutia:
    hehe… setauku kurikulum HS ga khusus. ada yg pake kurikulum pemerintah, cambridge, ngikut kurikulum pondok atau sekolah islam, atau bikin kurikulum sendiri, atau bisa campur2 juga.. bisa disesuaikan dg kebutuhan n orientasi msg2 keluarga, ada yang fokus materi diniyah lebih banyak, atau materi umum lebih byk, bahkan ada yang sdh lebih spesifik mengarahkan ke minat n bakat anak. tinggal kita mau yang mana?

    kalo ahmad sih, dari awal kurikulumnya disesuaikan dg perkembangan n kemampuan dia, tp kami ada buku pegangan untuk perbandingan atau acuan. kami juga bikin standar yang mungkin tidak sama dengan keluarga HS lain, membuat batasan2 yang berbeda. Misal, kami mengajarkan doa harian dulu sebelum mengajarinya membaca, kami mengajarinya mufrodat bahasa arab dulu sebelum mengajarinya bahasa inggris, kami mengajarinya iqro dulu sebelum membaca latin, dll. Kami juga menekankan pengajaran adab dan akhlak (apalagi dia anaknya tipenya suka dan mudah bersosialisai). Juga melihat tipenya yang cerewet, suka bercerita, suka mendengarkan orang bercerita, kami banyak memberinya kisah2 dan cerita apa saja yang banyak mengandung pelajaran. Ga semua materi bisa diterapkan pada usia yang sama. Kalo disekolah formal, kurikulum yang ada kan dipake untuk semua murid, pada waktu yang sama. nah, keuntungan HS salah satunya, kalo anak belum siap dengan salah satu materi bisa dicancel sampai si anak siap. Ato… misal si anak sudah mampu, tak perlu nunggu teman lainnya, bisa langsung “akselerasi” ke materi yang lainnya di lain waktu. Keuntungan lain, kalo pas sakit, pas ga mood, ga belajar ato ga sekolah dulu gpp alias libur (ini ahmad banget, qadarullah dia sekarang lumayan sering sakit, n banyak kejadian yang membuat program “sekolah rumahnya” off untuk sekian waktu). salah satu alasan HS juga karena “idealisme”, yang tidak bisa didapatkan di setiap sekolah.

    Kalo mau dpt ijazah pemerintah berarti ikut ujian penyetaraan, jd untuk mapel yang diujikan pemerintah ya menyesuaikan standar diknas. Tapi ahmad baru 4,5 th, jadi belum mengalami gimana ngurus2 ujian penyetaran itu. Tapi optimis aja deh, insyaAllah ada tempat/sekolah/lembaga yang siap membantu pada saatnya nanti….

    mungkin homeshoolers lain bisa menjelaskan dengan lebih lengkap

  6. […] sudah memutuskan homeschooling sejak Ziyad usia 3,5 tahun. Sempat mencicipi memasukkan Ziyad selama 6 bulan di TK. Kemudian memutuskan untuk melanjutkan […]

Leave a Reply to cizkah Cancel reply