Apa yang Sangat Berharga dalam Hidup?

Penerapan dari “rumus kehidupan” yang sudah aku tulis sebelumnya pada kenyataannya gak mudah.

Kita sering kali terseret sama hiruk pikuk dunia.
Terseret agar ikut tervisualisasi dengan prototipe bahagia yang dibentuk oleh…segelintir orang atau media.

Ketika kita menjalankan peran kita dalam kehidupan sosial, kadang seseorang terseret oleh label, predikat, jabatan, pangkat, harta dan lain-lainnya yang kemudian mengecilkan atau bahkan menghilangkan rumus kehidupan yang utama.

Seseorang mungkin hanya membesar-besarkan posisinya, latar belakang atau kemampuan yang dimilikinya – yang kemudian karena kemampuannya itu akhirnya dia mencapai posisi tersebut -. Sebagai inilah atau itulah.

Akhirnya dia meminta penghormatan dari posisinya tersebut.

Ternyata yang demikian malah menghilangkan kesempatan ia bahagia yang sebenarnya dalam kehidupan.

Karena ketika dia mementingkan “penghormatan” itu, dan bukan fokus pada “apakah dari kemampuan ini aku dapat memberi manfaat untuk manusia?” Akhirnya malah semakin menjauhkan diri dari kebahagiaan.

Karena sibuk mencari pengakuan.

Sebenarnya di agama juga kita disuruh berhati-hati banget sama pencarian pengakuan ini. Biasa disebut riya. Melakukan sesuatu biar “dilihat”, “diakui”, “dihormati”.

Padahal, jika yang dijalankan poin “memberi manfaat”, insya Allah efek yang lainnya akan berjalan mengiringinya.

Balik lagi karena tujuan utama saat memiliki kemampuan adalah gimana caranya biar bisa jadi ibadah. Gimana biar ikhlas. Gimana biar semuanya dijalaninya sabar sama syukur. Sudah minta tolong belum biar bisa itu semua? Sudah berkah belum kemampuannya? Sudah bermanfaat belum?

Fokus utamanya sebenarnya di situ. Tidak menggembar-gemborkan ke bungkusnya.

Keren, kaya, terbaik, dan sebagainya. Itu bungkus. Dan kita hidup gak makan bungkusan itu.

Kita butuh di isinya.

Konten.

Yang lucu lagi adalah kalau kemudian ternyata “bungkus” ini sampai mengganggu orang lain. Bahkan digunakan untuk itu.

“Saya ini orang kaya lho.”
“Saya ini dulu lulusan terbaik lho. Lo bisa apa sih?”
“Gue nih, jabatannya ini. Terbaik di bidang gue. Jadi, lo dengerin deh pendapat gue.”

Jadi, saat menjalankan rumus kehidupan agar kita bisa memberi “isi” yang baik untuk sekitar kita, kita sangat butuh akhlak.

Akhlak baik bisa menjadi sebab kita untuk lebih bahagia. Insya Allah.

Dan untuk bisa mempraktekkan akhlak yang baik, maka butuh hati yang baik dan sehat. Yang berusaha untuk selalu ikhlas dan menyadari bahwa kelebihan atau kemampuan yang dimiliki adalah untuk beribadah untuk Allah dan semua yang dimiliki adalah karena dari Allah.

Bukan untuk pengakuan manusia, bukan untuk merendahkan manusia bukan untuk menganggu manusia lainnya.

@cizkah | cizkah.com
Tulisan asli sudah ditulis sejak November 2018.
Mengendap lama dan dicicil-cicil revisinya dari kemarin. Alhamdulillah bisa diselesaikan hari ini 18 Oktober 2019

Leave a Reply